21 : Ketika Langit Terasa Berbeda

5.3K 622 32
                                    

But I got smarter, I got harder in the nick of time

Honey, I rose up from the dead, I do it all the time

I've got a list of names and yours is in red, underlined

I check it once, then I check it twice, oh!

Look What You Made Me Do by Taylor Swift

.

"Deva, bangun! Sebentar lagi shubuhnya habis!"

"Iya Bu, iyaaa," gumam Deva sambil berguling ke samping.

Dia melirik ponsel yang tak berkedip. Kemudian ingat, sekarang resmi jomblo. Takkan ada ucapan selamat pagi atau telepon dari Shira. Deva terkekeh dengan wajah tenggelam diantara bantal. Dulu, dia ingat sekali jika ingin putus. Tapi setelah itu terjadi, rasanya sangat aneh. Seperti ada sesuatu yang dicabut paksa, meninggalkan lubang di hatinya.

Setelah beribadah, Deva duduk di pinggiran ranjang. Dia bingung mau melakukan apa, sampai Lukas menghubunginya.

"Puncak, yuk!" sapa Lukas tanpa halo. "Gue udah siap-siap nih mau ke rumah lo."

"Lo pikir gue nggak sibuk?" sahut Deva sambil berbaring menyamping.

Hari ini jadwal Deva penuh: ingin bermalasan.

Lukas tertawa. "Sibuk ngapain hari minggu? Nyabutin rumput tetangga?"

"Rumput tetangga lebih hijau. Sayang kalau dicabut."

"Buru siap-siap. Lima belas menit lagi gue sampe!"

Deva melenguh sebal setelah Lukas memutus sambungan secara sepihak. Cowok itu menyambar handuk dan bergegas mandi setelah izin pada ibunya untuk pergi ke puncak. Keluar dari kamar mandi, Lukas sudah duduk santai di kamarnya. Kakinya naik ke atas meja, jempolnya sibuk bergelut dengan ponsel. Dia asik main game.

"Ganggu aja lo." Deva menyambit Lukas dengan handuknya.

Lukas balas melempar handuk itu. "Apa sih? Sensi amat."

Deva mengembuskan napas dengan kasar lalu mengambil tas yang kemarin dibawa ke Cilegon. Tanpa sadar cowok itu melempar tas itu dan memaki dirinya berulang kali. Lukas hanya bisa melongo bingung. Tumben Deva sumpah serapah sampai segitunya.

"Kenapa lagi sih? Ada kecoak betelor di tas elo?"

"Moga lo ketemu sama gerombolan kecoak terbang."

"Hish, sinting!" Lukas bergidik ngeri membayangkan serangan mematikan tersebut. "Aneh banget liat lo uring-uringan gini. Kayak abis diputusin aja."

"Emang." Deva mengangguk ketika Lukas menatap cengo'. "Kemarin gue ke Cilegon cuma buat diputusin Shira."

"Kenapa? Bukannya Shira cinta mati sama lo?"

"Dia udah nggak nyaman sama gue. Udah itu aja."

"Hahaha mampus. Makanya jangan cuek sama pacar."

Lukas memang jagonya membahagiakan orang.

. . .

Deva merasakan desir angin di Bukit Gantole Puncak Pass. Cuaca hari ini sangat cerah, angin juga berembus bersahabat. Banyak orang-orang yang paralayang, baik secara solo atau tandem. Deva memandang Lukas yang berteriak kegirangan saat take off, senyumnya melebar bersama dengan tubuhnya yang membumbung tinggi. Cowok tengil itu bahagia.

DisvawingsWhere stories live. Discover now