17 : Berusaha Menghindar

5.4K 619 102
                                    


I'm holding on your rope, got me ten feet off the ground

And I'm hearing what you say, but I just can't make a sound

You tell me that you need me then you go and cut me down, but wait

You tell me that you're sorry, didn't think I'd turn around, and say (that)

Apologize by OneRepublic 

.   

Deva memandangi dirinya di cermin kamar mandi. Tampangnya ini memang tipe anak nakal, tapi bukan berarti ia bisa bersikap kasar dan seenaknya. Seperti waktu lalu pada Dista. Andai membenturkan kening ke dinding bisa menghilangkan ingatan itu dari kepalanya, tentu Deva sangat berterima kasih. Tapi, hal itu sudah terjadi dan Dista tak mungkin melupakannya.

Deva benar-benar menyesal sudah meluapkan amarahnya.

"Dev, udah belum mandinya?" Ibunya menggedor pintu dengan tak sabaran.

"Udah Bu, sebentaaar!"

Deva segera menyalakan shower dan membersihkan busa sabun di sekitar tubuhnya. Setelah tidak licin, ia melilitkan handuk di sekitar pinggang dan keluar kamar mandi. Berpapasan dengan ibunya yang memandang kagum. Deva menatap bingung, ibunya nyengir lebar. Segera, Deva memberi jalan pada ibunya.

"Anak Ibu ganteng, ya? Badannya juga bagus."

"Apaan deh Bu, tiba-tiba?" Deva tertawa melihat ibunya nempel di pintu kamar mandi seperti anak kecil.

"Itu loh kayak di film-film korea yang perutnya kotak-kotak."

Deva tertawa lagi, kali ini tanpa suara. "Six pack? Deva mah nggak punya! Perut penuh sama tumpukan lemak gini.... Ibu sih ngeledek."

"Nggak kok, nggak kelihatan berlemak," sahut Fina sebelum masuk ke kamar mandi.

Sementara langkahnya menuju kamar, Deva menyentuh perutnya yang datar. Dia sama sekali tidak memiliki tubuh seperti pria roti sobek favorit kaum hawa, tapi perutnya termasuk datar walau jika duduk tetap ada lipatan. Apa ia harus berolahraga?

Baru saja hendak masuk ke kamar, Deva melihat ayahnya tengah memindah-mindahkan sebuket bunga tulip segar di ruang keluarga. Saat diletakkan di atas meja, ayahnya berpura-pura menjadi ibunya yang berjalan dari arah dapur. Lalu ketika dari sudut pandangnya tak cocok, ia meletakkannya di lain tempat. Begitu terus hingga akhirnya bunga tersebut ditaruh di dekat tv.

"Ayah ngapain?" tanya Deva penasaran.

Atma menoleh, kembali duduk bersantai di sofa. "Nggak ngapa-ngapain."

Kemudian, Deva pun masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Tidak berbuat apa-apa bagaimana? Terlihat jelas sekali kalau ayahnya itu mau memberikan kejutan pada ibunya.

Apakah sekarang hari spesial? Bukan.

"Tumben," gumam Deva.

Beberapa saat Deva berbaring di kasur, samar-samar ia mendengar kedatangan ibunya. Disusul dengan suara terkejut dan bahagia mendapat kejutan. Deva menutup matanya rapat-rapat, dan memikirkan penyebab ayahnya tiba-tiba berubah menjadi romantis. Apa itu untuk menutupi perilaku buruknya? Atau perasaan tidak enak karena telah mengkhianati istrinya? Deva mengembuskan napas panjang, berusaha untuk menghentikan pikiran negatifnya.

. . .

Deva masih memerhatikan sikap ayahnya yang tiba-tiba berubah manis. Sebelum berangkat kerja, ayahnya sempat mengusap puncak kepala ibunya dan mengecupnya dengan mesra layaknya pasangan pengantin baru. Tepat di hadapan Deva. Biasanya, ayahnya hanya berteriak ingin berangkat kerja dan membiarkan ibunya lari tergopoh-gopoh dari dapur untuk salim. Harusnya Deva senang, tapi anehnya ia malah terganggu dengan perubahan sikap ini.

DisvawingsOnde histórias criam vida. Descubra agora