9

14.6K 1.4K 260
                                    

________________________________________

________________________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

D I S O R D E R L Y
<><>


Di pencahayaan minim, cowok itu mendribble bola basketnya seorang diri. Berkali-kali berhasil meloloskan bolanya ke dalam ring hanya dengan lompatan kecil. Kemeja seragam sekolahnya yang basah penuh peluh berkibar ketika dia berlarian mengelilingi setengah lapangan. Beberapa kendaraan yang lewat terkadang menyorotnya dengan lampu mereka, seolah sedang menegaskan bahwa tak ada siapapun kecuali dirinya di lapangan ini.

Belum pernah dia merasakan sekhawatir ini. Rasanya seperti ada ribuan bom yang siap meledak di dalam dirinya. Ingin menjinakkan tapi tak tahu caranya.

Hanya pemilik perasaannya ini yang bisa menjinakkan.

Adam belum pernah mengecewakan Rena, belum pernah juga membuat Rena marah sebesar ini. Meskipun kejadian semalam tidak disengaja dan bukan keinginannya, tapi Adam tetap sadar kalau itu adalah kesalahannya juga. Kalau saja semalam Adam bisa lebih tegas dan cepat menghindar dari pelukan cewek itu, mungkin hari ini foto itu tidak akan ada. Mungkin Rena tak akan semarah ini padanya.

Dung!

Pantulan basket pelampiasan kemarahannya melambung tinggi diiringi geraman dari mulutnya.

Namun begitu bola kembali jatuh ke tanah dan mulai memantul lagi, sepasang tangan dengan sigap menangkap. Sambil membawa bola itu, dia melangkah mendekat ke arah Adam.

"Main basket sendirian aja," ujarnya sambil mendorong bola itu ke perut Adam.

Adam terpana. Tangannya bahkan belum menerima bola yang masih menekan perutnya itu. Gantinya, dia justru menggerakkan tangannya ke bahu orang di hadapannya.

"Kenapa lo? Kayak liat setan aja," ujar lawan bicara Adam lagi.

"Lo... udah nggak marah?" tanya Adam setengah tak percaya.

Gadis di hadapannya tersenyum miring. "Gue mana bisa lama-lama marah sama lo."

Detik berikutnya, Adam langsung menarik bahu Rena ke dalam dekapannya meskipun tubuh mereka dipisahkan oleh bola basket. Namun karena perbedaan tinggi mereka yang lumayan jauh, Adam jadi bisa meletakkan dagunya di atas kepala Rena. Sambil terpejam dan tarikan napas yang belum beraturan.

Sementara Rena, hanya bisa mengerjapkan matanya dan mencengkeram bola basket yang ada di kedua tangannya. Walau sudah sejak kecil bersahabat dengan Adam, masih saja sensasi seperti ini tetap dirasakannya tiap kali Adam memeluknya.

RenjanaWhere stories live. Discover now