6. ʜɪꜱ ɪʟʟɴᴇꜱꜱ, ᴀʟᴢʜᴇɪᴍᴇʀ

3K 585 144
                                    

Menghela napas gusar, Kim Taehyung lekas melepas atensi pada layar komputer miliknya yang menyala. Alunan lagu milik Ghostly Kisses masih mendengung di kedua telinganya kendati musik tersebut sudah ia matikan.

Dua hari krusial berlalu cukup lambat. Semuanya sudah jelas, tidak ada yang perlu ditutupi lagi. Ia berselingkuh, dan Anha memutuskannya. Taehyung sama sekali tak berniat untuk memerbaiki hubungan tersebut. Sebab ia memang merencanakan untuk mengakhiri hubungan ini, cepat atau lambat-tergantung situasi. Akan tetapi, Taehyung tak menyangka jika kisahnya dengan gadis itu harus kandas dengan cara yang teramat buruk.

Kisah percintaan Taehyung dan Anha memang sudah lama terasa hambar. Keduanya seolah sibuk dengan dunianya masing-masing. Taehyung dengan pekerjaannya, dan Anha yang bergelut menyelesaikan studinya guna menyabet gelar. Namun, hubungan tersebut makin terasa hampa kala Anha berhasil lulus dengan indeks prestasi yang cukup tinggi dan memilih bergabung di salah satu rumah sakit berkat tawaran Seokjin.

Di sela kesibukan, harusnya Taehyung mengabari gadisnya. Sekadar mengatakan bagaimana harinya yang berlalu, atau bercakap konyol tentang ramalan cuaca. Akan tetapi tidak, Taehyung seakan lupa hal-hal tersebut tatkala seorang wanita baru masuk ke dalam lingkar hubungannya dengan Anha yang renggang. Merebut seluruh atensi milik Taehyung yang seharusnya ditujukan pada Anha.

Katakanlah Taehyung seorang lelaki mata keranjang.

Terlepas dari dirinya yang memang bersalah, Taehyung seakan enggan mengakuinya. Ia membuat dalih bahwa Anha-lah penyebab kekacauan ini bisa terjadi.

Berengsek? Yep, benar. Dan Taehyung tak menyanggahnya. Bukankah lelaki memang identik dengan sikapnya yang semena-mena?

Dan sekarang, di tengah jam dinding yang berdetik mencemoohnya, Taehyung ingin sekali membuang dokumen-dokumen yang berserakan di atas mejanya ke dalam tempat sampah. Namun, niat tersebut ia urungkan kala memikirkan bagaimana nasibnya nanti.

Hidup ini keras, Bung. Uang adalah segalanya.

Barangkali itulah hal yang Taehyung perlu tekankan pada dirinya sendiri sebelum mengembuskan napas pendek dan beralih menyimpan lembaran kertas tersebut ke dalam tumpukan map hitam yang ada di lemari kecil samping mejanya.

"Jung Hoseok," panggil lelaki itu setengah berteriak.

Sang pemilik nama yang masih berkutat dengan dokumen di seberang ruangan mengusap wajah kasar. Pikirannya sudah tak jernih lagi-bercabang ke sana kemari. Ini sudah jam sembilan malam, namun ia lagi-lagi tertahan di sana sebab pekerjaan yang belum tuntas. Dengan malas ia bangkit, meninggalkan lembaran kertas yang seolah-olah berkata jangan tinggalkan aku jika kau ingin pulang cepat.

"Ada apa?" Kepala si Jung itu menyembul di celah pintu. Menatap jengkel pada Kim Taehyung yang menyandarkan punggung di bangku berodanya. "Akhir-akhir ini kau selalu berteriak seperti monyet hutan. Kau tahu tidak kalau teriakanmu itu hampir merusak telingaku?"

Mendecak sebal, Taehyung menggertakan leher-membuang pegal yang sedari tadi menggelayuti tubuhnya. "Tolong belikan aku dua botol bir. Kepalaku pusing sekali, seperti mau pecah."

Hoseok meloloskan satu embus napas kasar. Ia bersidekap dada dan memandang Taehyung yang terlihat dua kali lipat menyebalkan dengan tingkahnya yang semena-mena. Hei, memangnya Hoseok ini babu yang bisa di suruh membeli ini dan itu? Duh, sia-sia saja wajah tampan nan seksi miliknya ini kalau begitu.

Lantas, karena memang malas dan tidak punya waktu untuk meladeni Taehyung yang uring-uringan, Hoseok menyahut, "Tidak mau. Kalau masih punya dua kaki yang lengkap, gunakanlah dengan benar. Kau pikir untuk apa Tuhan memberimu alat gerak jika kau saja malas bergerak seperti ini?" Menggelengkan kepala tak pikir, ia kembali melanjutkan dengan ketus, "Lagipula kita masih berada di kantor, Taehyung. Memangnya kau mau diberi sanksi jika ketahuan mabuk, huh?"

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Where stories live. Discover now