9. ʜᴇʀ ᴇx-ʟᴏᴠᴇʀ

2.8K 506 125
                                    

Dulu—sekitar umur delapan atau sembilan tahun, Anha pernah berandai. Ia ingin saat dewasa nanti menikah dengan seorang pangeran berkuda yang kerap muncul dalam serial kartun favoritnya. Anha bahkan sudah merancang bagaimana gambaran pesta pernikahannya kelak di dalam kertas gambar yang dibelikan sang ayah. Ada banyak bunga, pilar-pilar yang menjulang, kursi dan meja yang cantik, pula altar dengan karpet merah yang akan menyambutnya di depan gerbang.

Akan tetapi Anha sadar bahwa itu semua tidak akan pernah terwujud. Maksudnya, tentu saja ia menikah. Hanya saja, tidak dengan rancangan bagaimana pestanya berlangsung. Terlebih, calon yang digadang-gadangkannya sejak lama, tiba-tiba berkhianat begitu mudahnya. Sekonyong-konyong membuat Anha ragu untuk menjalin hubungan yang bernama cinta.

Sekarang, kiranya Anha hanya perlu bersabar. Barangkali apa yang Jimin katakan benar; bahwa Tuhan sedang mengujinya.

Omong-omong tentang Jimin, pemuda itu sedang menggigit bibir bawahnya resah. Ada perasaan yang mengganjal di lubuk hatinya yang paling dalam. Rasanya ia ingin betul menggeser bokong yang sudah satu jam lamanya menempel dengan kasur untuk lebih dekat dengan Anha. Bukan bermaksud apa-apa (terlebih jika yang kalian pikirkan Jimin hendak berlaku sesuatu yang cabul), Jimin hanya ingin wanita itu berhenti mengosok-gosokkan telapak tangan dan membiarkan dirinya merengkuh tubuh itu dalam pelukan.

Tapi, peduli setan dengan urat malu pula keraguan itu. Jimin memutuskan untuk melupakan akal sehatnya untuk sementara dan meletakkan tangan di bahu Anha. Membawa tubuh tersebut untuk jatuh dalam dekapannya. Anha menegang, sedang sang pelaku nyaris pingsan karena jantungnya yang mendadak bertalu hebat.

Anha bisa merasakan tubuh mereka bersinggungan satu sama lain kendati ada kain sebagai penghalangnya-tapi bukan berarti ia akan diam saja. Ini terlalu gila. Bagaimana jika ada seseorang yang lewat dan mengira Jimin hendak berlaku mesum kepadanya? Lalu, bagaimana juga dengan dirinya yang kini dalam keadaan gugup setengah mati? Jadi, mencoba berontak dengan jemarinya melepas milik Jimin yang bertengger di bahun, Anha bersuara, "Bisakah kau memberi jarak? Maksudku, akan aneh rasanya jika ada orang yang melihat."

Jimin tahu bahwa Anha juga sama seperti dirinya. Hanya saja wanita itu mencoba menghindar. Tetapi, alih-alih menuruti perkataan Anha, Jimin malah semakin mengetatkan jemarinya di bahu tersebut. "Biarkan saja," ujarnya tak acuh.

Atmosfer di sekitar mereka mulai memanas kala Jimin menyandarkan kepalanya. Mencari ketenangan. Membiarkan bunyi rintik hujan mengisi rungu dan membuat melodi indah. Iris sabit pemuda itu tenggelam kala kelopaknya memejam rapat. Anha dibuat salah tingkah olehnya. Bukannya mau menyakal, tapi Jimin ini memang tidak baik untuk kesehatannya, sebab dadanya bergemuruh laksana ada badai yang sedang menyerang.

Di kedamaian yang tengah Anha dan Jimin nikmati, rupanya ada seseorang yang tengah tersenyum picik dengan sebuah potret yang baru saja ia abadikan dengan kamera ponsel. Layaknya paparazzi yang andal, Hyerin sebisa mungkin mengarahkan benda pipih tersebut agar tidak disadari oleh dua insan yang berada dalam selimut yang sama itu.

Hyerin bahkan tak berpikir dua kali untuk mengirim foto tersebut pada Taehyung. Ya, hanya sekadar memanas-manasi agar lelaki itu tak lagi memikirkan Anha. Ah, ini akan menjadi sesuatu yang menyenangkan.

 Ah, ini akan menjadi sesuatu yang menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang