13.1. ᴄʜɪʟᴅʜᴏᴏᴅ ꜰʀɪᴇɴᴅ

2.2K 383 82
                                    

Busan, 1999

Seorang anak laki-laki dengan potongan rambut mangkuk berwarna hitam legam tengah berjalan santai di sisi kiri aspal. Kesepuluh jemarinya meremat sebuah mainan berupa mobil-mobilan kelewat jadul yang dibuat dengan menggunakan pelepah pohon pisang. Ibu memang melarang Jimin untuk membeli barang-barang tak berguna; sebagai contoh, mainan. Beliau selalu berkata bahwa benda tersebut hanya akan membuatnya menjadi orang yang bodoh.

Oleh karena itu, Jimin kecil selalu curi-curi waktu untuk kabur dari rumah tatkala sang ibunda pergi ke pasar. Ia akan menghabiskan waktu di sebuah rumah tak berpenghuni di dekat persimpangan jalan. Di sana, Jimin bisa merasakan yang namanya kebebasan; tidak dikekang dan dituntut untuk menggerus otaknya menggunakan rumus matematika.

Dalam diam, Jimin terus menyusuri jalanan yang lengang ini seorang diri. Terkadang, bocah berumur tujuh tahun itu bertanya-tanya dalam hati, mengapa tak ada satu pun orang yang ingin berteman dengannya? Bagaimanapun juga, Jimin hanyalah seorang anak lelaki yang ingin sekali mendapat kesenangan, bukan sebuah pengucilan seperti ini.

Tungkai kecilnya berayun lambat, sedang bibir penuhnya menggumam pelan. Bahkan di saat seperti ini pun, Park Jimin masih harus menghapalkan berbagai materi pelajaran untuk esok hari. Sebab, jika ia mendapatkan nilai di bawah delapan puluh, bersiap-siap saja untuk mendapati pukulan dan sudutan rokok di perut.

Manakala Jimin hendak berbelok ke arah pertigaan yang ada di hadapannya, sekonyong-konyong ia dapati jeritan memilukan yang sambangi kedua rungu. Bulu kuduknya meremang, tapi Jimin berusaha mati-matian untuk menjadi seseorang yang pemberani. Ia perlu memastikan siapakah gerangan yang membuat suara tersebut. Rasanya amatlah mustahil jikalau suara itu dibuat oleh binatang, terlebih kala Jimin mendekat pada jurang di seberang jalan, dan netranya langsung bersirobok pada mobil hitam metalik yang terbalik; keempat rodanya berada di atas dengan asap pekat yang mengepul.

Sekali lagi, jeritan itu kembali terdengar.

Berbekal secuil keberanian yang masih malu-malu untuk tumbuh, Jimin menuruni jurang sedalam lima meter itu dengan perlahan. Mainan mobil-mobilan miliknya ia tinggalkan di tepian sebab jemarinya harus berpegangan erat pada rumput pula akar yang mencuat keluar. Jimin tidak ingin berakhir jatuh berguling dan mendapati luka di sekujur tubuhnya bertambah banyak.

Menahan napas sebab asap pekat yang terhirup oleh penghidunya, Jimin lekas membuka pintu bagian depan. Dan, astaga. Si kecil Park itu langsung jatuh beringsut di atas tanah yang lembab. Ia tidak tahu harus berkata apa saat mendapati sepasang manusia yang berlumuran darah. Terlebih lelaki di balik kemudi yang mendelik ke arahnya.

Sempat hanyut dalam kengerian yang mendera, Jimin kembali disadarkan oleh suara lemah yang berasal dari jok penumpang. "Tolong, siapa pun kamu, tolong aku. Kumohon."

Meneguk liur yang tersangkut di kerongkongan, pun Jimin kecil bangkit. Ia meluruhkan segala ketakutan yang terekam jelas dalam labirin otak. Tanpa banyak membuang waktu, Jimin membuka pintu bagian belakang dan menyodorkan salah satu tangannya ke dalam tanpa melihat gerangan siapakah yang sedang ia tolong.

Saat merasa jemarinya telah bertautan dengan seseorang di balik asap pekat yang menyelimuti, Jimin lekas mencari tempat yang aman—jauh dari jangkauan mobil yang barangkali akan meledak dalam hitungan menit. Menyusuri jalanan berlumpur pula rumput setinggi dengkul yang menggores kulit pualamnya, telinga Jimin bisa mendengar bahwa ada isak tangis yang lebur di udara.

"Te-terima kasih telah menolongku," ujar bocah lelaki berbaju putih itu. Kepalanya sempat menoleh ke belakang untuk menyaksikan bagaimana api memercik dan melalap habis mobil yang dikendarai oleh orang tuanya. Sedih? Tentu saja. Ia bahkan tidak bisa berhenti mengisak sedari tadi. Sedetik kemudian, tatapnya beralih pada sang penyelamat. "Kalau tidak ada kamu, aku pasti akan menyusul mereka."

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Where stories live. Discover now