23. ꜰɪᴇʀᴄᴇ ʙᴀᴛᴛʟᴇ

1.8K 312 86
                                    

WARNING!
[Mature Content]

•••

Kim Taehyung memang terkenal beringas jika sudah menyangkut dengan seseorang yang mengusik kesenangannya.

Joe—bukan nama sebenarnya—atau kebanyakan orang mengenalnya sebagai bandar narkotika terbesar di Busan, sempat menaruh atensi kepadanya, atau dalam kata lugasnya tertarik pada Taehyung. Iya, lelaki berkepala tiga itu memang memiliki kelain seksual yang mana cenderung menyukai lelaki daripada wanita. Joe terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Taehyung; berulang kali mengerling dan mengirim siulan seduktif saat berada di ruang introgasi. Tidak tahan, Taehyung langsung mendaratkan hantaman tepat di wajah Joe, yang mana sukses buat hidung bangirnya bengkok dan memerlukan rekonstruksi ulang di salah satu rumah sakit.

Lantas, dihadapkan dengan bedebah kecil bernama Park Jimin, tentunya Taehyung sama sekali tidak merasa gentar. Tawaran yang sempat terucap hanyalah bagian dari sandiwara liciknya. Taehyung bahkan tidak perlu menunggu Jimin memutuskan, sebab sepersekon setelahnya, tahu-tahu saja dia telah menghantam kepala tersebut dengan tangannya yang mengepal kuat.

Jimin pingsan di detik itu juga.

Taehyung beranjak berdiri, seutas senyum puas membingkai belah bibir merahnya usai mendapatkan kemenangan telak di dalam genggaman.

"Lain kali jangan pernah ikut campur ke dalam urusanku. Urusi saja otak dan kehidupanmu yang berantakan itu." Menepuk telapak tangan seolah ada serpihan debu yang menempel, Taehyung mendecih. Ditatapnya tubuh sang lawan yang telah teronggok tak berdaya, miring ke kanan dengan pisau yang terbenam sempurna di bagian punggung. "Setelah sadar nanti, jangan lupa untuk berterimakasih kepadaku. Kau kuberi kesempatan untuk hidup. Haha, tidak 'kah kau sadar kalau aku ini sangat baik?"

Mengusap peluh yang bercucur di sepanjang kening, Taehyung berlalu dari sana, meninggalkan Jimin yang entah sampai kapan bergelung dengan alam bawah sadarnya. Si Kim itu tiba di ambang pintu, membiarkan maniknya jatuh ke bawah; bersua dengan sosok perempuan lemah yang meringkuk bak janin di dalam kandungan. Kening Anha mengernyit, menahan rasa sakit yang tak tanggung-tanggung melanda sekujur tubuhnya. Kelopak matanya yang bengkak mengatup rapat, sementara bibir pasinya gemetaran menahan sensasi dingin dari pecahan keramik yang menggelitik kulit.

Anha tidak sadar bahwa Taehyung telah berhasil menumbangkan pemuda kesayangannya.

"Bagus sekali. Kutinggal sebentar saja kau sudah bertindak sejauh ini." Bersidekap dada dengan punggung lebar yang bersandar di kusen pintu, Taehyung mendengus. "Aku penasaran, hal macam apa saja yang telah kulewatkan. Pelukan? Ciuman? Oh, atau malah seks tanpa pengaman?"

Ruangan sempit itu terasa semakin sesak tatkala Taehyung melangkah mendekat, merendahkan tubuh dengan lutut yang ditekuk. Jemari panjangnya menyusuri profil wajah jelita sang puan dengan ujung kuku yang menggurat permukaan kulitnya, beberapa garis acak kemerahan terbentuk begitu saja.

Anha tak kuasa untuk sekadar membuka mata, terlalu takut dengan asumsi yang menggerayangi kepala. Dia meringis di sela tangis yang memilukan, "D-di mana Jimin?"

"Kenapa bertanya, eh? Takut kalau kekasih gilamu itu mati di tanganku?" Sebuah kekeh kering lolos dari ceruk bibirnya, berusaha mati-matian menahan nafsu bejat yang bercokol di dalam benak. "Sayangnya, ketakutanmu itu benar." Taehyung mengendikkan alis ke atas, merasa bahwa sedikit bumbu kebohongan akan membuat situasi semakin menarik. Dia mengimbuh, "Iya, Jimin-mu itu sudah mati. Jadi, berhentilah berharap untuk bisa kabur dari kuasaku."

Anha menggeleng lemah, tak bisa membendung butir air di balik pelupuk matanya yang memanas. Tangis tersebut pecah, lebur bersama rerintikkan hujan yang menggema hingga ke seluruh penjuru ruangan. Terlepas dari kebenarannya yang masih dipertanyakan, tetap saja Anha tidak bisa menampik kalau ia merasa terpukul. Raga dan jiwanya telah remuk tak bersisa.

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Where stories live. Discover now