18 - Changed

2.5K 264 6
                                    

Chanyeol, Yoojung, Eomma, Appa, Baekhyun, Junki, Daeyeong, semuanya menunggui Yeon Hwa yang terbaring lemas sejak semalam. Hingga pagi ini Yeon Hwa belum sadarkan diri.

Namun, Baekhyun tetap duduk disini. Disamping ranjang Yeon Hwa. Jika yang lainnya tertidur, dia tetap terjaga. Dia selalu berharap agar Yeon Hwa cepat sadar.

"Yeon Hwa-ya, nanti kita makan ice cream ya."

"Aku sudah lama tidak menikmati sore dengan makan ice cream bersamamu."

"Setelah itu, ayo kita pergi ke pasar malam."

"Aku akan membelikanmu apa saja."

"Aku akan berhenti sibuk dari skripsiku."

"Yeon Hwa-ya... Ku mohon... Aku merindukanmu..."

Baekhyun seperti orang gila. Dia terus mengajak Yeon Hwa berbicara meski tidak mendapat jawaban apapun.

Ia mengambil tangan Yeon Hwa. Mengusap pelan, mengenggam erat bahkan mencium lembut tangan itu.

Hingga Baekhyun merasakan. Jari lentik milik Yeon Hwa mulai bergerak lemah. Baekhyun menyeka air matanya kasar.

Perlahan Yeon Hwa membuka mata. Baekhyun langsung menyambut dengan mata yang berbinar-binar.

"Terimakasih kau sudah sadar, aku menunggumu sejak malam. Kau tahu? Aku sangat mengkhawatirkanmu," Baekhyun mencoba menatap mata Yeon Hwa yang entah tidak berfokus padanya.

"Gelap. Kenapa gelap sekali disini? Baekhyun-ah, kau Baekhyun sunbae? Kenapa gelap? Apa listrik disini sedang padam?" Yeon Hwa memandang lurus keatap berwarna putih ruangan ini.

Ruangan dengan bau yang khas. Tangannya meraba raba dengan bebas disekitar ranjang. Mencoba menemukan tangan Baekhyun.

Air mata yang sudah menumpuk di pelupuk laki laki tampan itu kini dibiarkan mengalir menganak sungai di pipinya.

Butiran bening terjatuh ketika ia melihat keadaan Yeon Hwa seperti ini.

Baekhyun ingin menjelaskan semuanya tapi mulutnya seakan membisu.

Dia tidak tega mengatakan ini semua. Semua yang dideritanya.

"A-- aku Baekhyun."

"Kenapa gelap?" tanya Yeon Hwa lagi.

"Baekhyun-ah kenapa gelap? Disini gelap sekali. Aw! Ini perih," Yeon Hwa merintih memegangi matanya.

"Baekhyun-ah jawab aku?!" Yeon Hwa tampak sedang menahan buliran bening di pelupuk matanya.

"Jawab aku. Aku kenapa?! Baekhyun-ah! Hiks...hiks..." kepingan kristal meluncur sempurna dipipi Yeon Hwa.

Kini Baekhyun hanya bisa memeluk Yeon Hwa erat sambil mengusap rambutnya.

Menciumi puncak kepala gadis bersurai coklat itu tanpa berkata apapun. Yeon Hwa hanya ikut menenggelamkan wajahnya.

Dengan pipi yang terus diairi akhirnya Yeon Hwa mengerti apa yang terjadi.

Kenapa aku harus seperti ini? Apa salahku?!

***

Aku merentangkan tanganku ke atas. Hari ini kurasa masih cukup pagi. Sinar matahari yang memasuki ruangan lewat beberapa celah disini belum terlalu silau.

Aku beberapa kali memanggil manggil. Tapi tak seorangpun menyahuti.

"Aku lebih beruntung bisa memilikimu."

Sebuah kalimat terlintas dipikiranku. Aku seperti mengalami deja vu. Semalam aku? Jungkook?

Cklek!

Suara pintu mengacaukan pikiranku. "Oh, kau sudah bangun? Ini aku bawakan sup rumpu laut untukmu," seseorang yang tak asing sepertinya sedang berjalan menghampiriku.

"Makanan disini rasanya tidak enakkan? Jadi ku belikan ini untuk selingan. Ini cukup enak," seseorang itu sudah mengacak ngacak rambutku. "Mau kau makan sekarang?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Jungkook dimana?" tanyaku spontan.
Jujur saja kalimat itu yang terngiang - ngiang di benakku sejak sebuah kalimat lain tiba tiba terlintas.

Membuatku berpikir keras untuk mengingat kejadian sebelumnya. Kejadian semalam mungkin?

Tidak ada jawaban apapun. Ruangan ini tampak sunyi. "Apa kau mendengarku?" tanyaku sekali lagi mengecek seseorang yang masih disekitarku.

"Aku mendengarmu."

"Baguslah. Semalam apa Jungkook datang kesini? Kenapa tiba tiba aku susah mengingat?" aku memijat pelipisku.

"Jungkook tidak mau menemuimu."

Aku tertegun. Semuanya berhenti tiba tiba. Ku normalkan deru nafasku yang terburu-buru. "Kau jangan berbohong. Semalam aku rasa kami bersama," aku tertawa getir.

"Tidak. Semalam kau tidur pulas. Kau baru bangun pagi ini setelah kemarin sore puas meratapi keadaanmu."

"Iya, itu untukmu. Kalung bersimbol bintang. Kau menyukai bintang bukan?"

Kalimat lain yang menambah beban pikiranku kembali melintas. Tak terasa tanganku bergerak sendiri meraba raba sekitar leherku.

"Tidak ada apapun," gumamku lirih.

"Kau kenapa?"

Detik kemudian kepalaku menggeleng kuat. "Semalam aku ingat. Tidak mungkin! Aku tidak percaya! Tolong katakan yang sebenarnya!" aku membentak Baekhyun yang sedang termenung didepanku.

"Sudahlah sayang, jangan pikirkan Jungkook. Itu artinya dia tidak memperdulikanmu," Eomma datang dengan tiba tiba mendekap setengah badanku yang terduduk diranjang rumah sakit ini.

"Bagaimana aku bisa percaya? Eomma. Jungkook dimana? Kejadian semalam masih terlalu manis untuk dilupakan. Aku yakin dia Jungkook," suaraku terdengar sedikit serak.

"Kau mungkin hanya bermimpi. Semalam kau tidur menghabiskan banyak waktu," Eomma mengelus rambut ku.

"Tidak! Aku rasa itu terjadi, dia memasangkan sebuah kalung di leherku. Dia--" aku menangis tersedu. Kepalaku semakin tertunduk sedih. Air mataku kian membasahi baju ibuku.

"Coba kau lihat, tidak ada apa apa di lehermu," mungkin Eomma mencoba menatapku. Tapi kefokusanku entah kemana arahnya.

"Belajarlah menerima semuanya, Yeon Hwa-ya. Di dunia ini masih banyak laki laki lain yang lebih baik selain Jungkook mu itu," sahut Appa yang derap langkahnya kini mendekati posisiku.

Air bening ini semakin deras membanjiriku ketika aku semakin dengan tegas mengatakan aku tidak percaya ini semua.

Tapi yang lain tetap berkata bahwa Jungkook tidak mau menemuiku. Dia bahkan mencoba membenciku. Mereka bilang mereka belum tahu pasti apa penyebabnya.

Namun kalimat itulah yang mereka dengar dari bibir Jungkook.

"Tenanglah. Aku akan selalu bersamamu, Yeon Hwa-ya," Jungkook mengusap pelan punggung tanganku.

Pembohong! Dasar pembohong kejam! Aku benci! Aku membencimu JEON JUNGKOOK!

Tak terasa pipiku dialiri lagi untuk kesekian kalinya. Tapi aku buru-buru menyekanya dengan kasar.

Otakku berpikir lagi. Untuk apa aku menangisi seseorang kejam sepertinya? Apa untungnya? Mulai sekarang aku harus membencinya.

"Katakanlah padanya, aku akan menurutinya. Mulai sekarang aku akan menghindar," ucapanku terdengar lebih bergetar. Walaupun aku sesungguhnya tak bahagia dengan keputusanku ini.

"Terimakasih telah membuatku hancur seperti ini," gumamku lirih.

Tbc---

Kayannya ini part terdikit yang gua buat :D but tetep vote dan komen yaww :)) thanks for your attention, see u next chap!

Istri sah jjk
-author

2U; To You [End]Where stories live. Discover now