Cool Senior - 50

189K 14.6K 365
                                    

Kalau misalnya saya tantang 50+ komen, kira-kira bisa gak?


Wirna menatap sendu ke arah Agatha yang sedang berada di taman bersama Galaksi. Putrinya begitu bahagia saat bersama cowok itu. Wirna tidak tahu bagaimana jadinya Agatha tanpa Galaksi.

Sudut bibir Wirna sedikit terangkat, menciptakan seulas senyuman tipis di wajahnya yang masih terlihat muda walau umurnya sudah masuk di kepala empat.

Wirna menoleh ketika bahunya di tepuk, ternyata Lolita. Wira tersenyun kepada sahabatnya itu dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah kedua anak mereka.

"Mereka cocok," kata Lolita pelan.

Wirna mengangguk menyetujui, dia juga memiliki pendapat yang sama dengan sahabatnya itu. Agatha dan Galaksi memang sangat terlihat cocok.

Senyuman di wajah Wirna seketika pudar. Ia menoleh kepada Lolita dengan tatapan cemasnya.

"Kamu yakin dengan keputusan itu?" Lolita menghembuskan napas dan mengangguk kemudian. "Iya, maaf, Wir."

Wirna menatap lirih pada Lolita dan kembali melihat Agatha dan Galaksi. Hatinya merasa tidak rela dengan keputusan yang sahabatnya itu ambil. Tapi mau bagaimana lagi, Lolita sudah memutuskannya.

"Semoga mereka bisa menerimanya."

○ ○ ○

"Ga, waktu itu kamu tau dari mana aku kecelakaan?" tanya Agatha pada Galaksi.

"Awalnya aku nunggu telpon dari kamu. Tapi sampai jam setengah sepuluh, kamu sama sekali gak nelpon. Perasaan aku gak enak. Aku pergi untuk jemput kamu. Saat di jalan, aku liat seseorang yang baring di tengah jalan dan ternyata itu kamu."

Agatha mengangguk. Ia meremas tangannya sendiri. Galaksi maupun Agatha sama-sama terdiam dalam waktu cukup lama.

"Agatha, sebenarnya kenapa kamu bisa sampai kecelakaan? Kenapa kamu gak nelpon aku malam itu? Aku khawatir." Galaksi menatap intens ke arah Agatha.

Agatha menatap lirih Galaksi yang duduk di hadapannya. Galaksi duduk di kursi taman sementara dia di kursi roda, rasanya malu ketika menyadari fakta tersebut.

"Maaf, waktu itu aku udah nelpon kamu, tapi ternyata pulsa aku habis. Aku mau ngechat kamu tapi aku juga lupa beli kuota. Aku lupa kalau kuota aku udah habis sehari sebelum malam itu."

Galaksi menghembuskan napas. Tangannya terulur untuk membelai sayang pipi Agatha yang mulai menunjukkan rona kembali.

Agatha menerima perlakuan lembut itu. Matanya tak sengaja menangkap sosok penjual Ice Cream di tepi jalan rumah sakit dengan mobil yang menjadi tempat jualannya.

Agatha memegang tangan Galaksi yang berada di wajahnya, lalu menatap cowok itu dengan puppy eyes-nya. "Aku mau Ice Cream."

"Kamu masih sakit, Agatha. Nanti setelah kamu sembuh, ku janji beli Ice Cream banyak khusus untuk kamu," tolak Galaksi selembut mungkin.

"Please, sekali aja. Aku pengen banget. Kamu gak kasian sama aku? Aku baru bangun dari koma lho, kamu gak mau penuhi permintaan aku?"

"Makan yang lain aja, ya, Sayang."

"Aku maunya Ice Cream, Galaksi."

Galaksi menghela napas pelan. Tidak ada gunanya berdebat dengan Agatha. Kalau sudah berhubungan dengan makanan yang satu ini, Agatha akan selalu bersikeras untuk bisa mendapatkannya.

Galaksi menoleh ke arah penjual Ice Cream yang berada di tepi jalan. Banyak anak-anak yang bergerumbulan memenuhi tempat itu.

"Kamu tunggu di sini, aku ke sana dulu."

"Aku mau ikut."

"Agatha..."

"Aku ikut, Galaksi."

Galaksi mengangguk pasrah. Ia mendorong pelan kursi roda Agatha menuju penjual Ice Cream. Mata Agatha tidak hentinya berbinar menatap sang penjual Ice Cream itu, membuat Galaksi tersenyum gemas karenanya.

"Pak, Ice Cream Vanilla-nya satu," kata Galaksi kepada penjual Ice Cream yang berjenis kelamin laki-laki itu.

Bapak itu tersenyum dan mengangguk. Kemudian membuatkan pesanan Galaksi dengan gerakan lihainya.

Galaksi dan Agatha menunggu dengan sabar. Tidak sampai semenit, pesanan itu telah siap. Galaksi mengambilnya dan tidak lupa untuk membayarnya.

Galaksi menyerahkan Ice Cream yang telah jadi itu kepada Agatha. Cewek itu menerimanya dengan ekspresi lucu yang membuat tangan Galaksi terasa gatal untuk tidak mencubit gemas pipi Agatha.

"Makasih," ucap Agatha tulus kepada Galaksi.

Galaksi hanya menganggukkan kepala sebagai respon dari ucapan terima kasih Agatha. Ia membawa Agatha kembali ke tempat sebelumnya.

Agatha terpekik kaget takala Galaksi tiba-tiba mengangkat tubuhnya dari kursi roda ke kursi taman.

"Aku nyusahin ya?" tanya Agatha yang malah terdengar seperti sebuah pernyataan ketimbang pertanyaan.

Galaksi menatap bingung kepada pacarnya itu. Tangannya terulur untuk merangkul Agatha dan menarik gadis itu untuk bersandar di bahunya yang lebar.

"Kenapa bilang kaya gitu?"

"Aku cuma bisa ngerepotin kamu. Kemana-mana harus didorong pakai kursi roda. Bahkan pindah dari kursi roda ke kursi taman aja kamu yang angkat aku."

Galaksi menggeleng dan mendaratkan kecupan di kening Agatha. Sebelah tangannya membelai lembut kepala cewek yang dicintainya itu.

"Kamu gak pernah repotin aku. Bahkan sebaliknya, aku malah suka kaya gini. Dengan keadaan seperti ini, aku bisa selalu dekat sama kamu, kemana-kemana sama kamu, setiap waktu sama kamu. Kamu segalanya untuk aku, Agatha."

"Maaf karna aku gak bisa jaga kamu dengan baik. Seharusnya waktu itu aku gak perlu balik ke rumah dan tungguin kamu. Kamu tau, saat liat kamu dipenuhi darah seperti malam itu, aku bener-bener takut. Aku gak pernah setakut ini sebelumnya. Bahkan ketika aku dikroyok waktu SD, aku tetap tenang meskipun aku hampir mati."

"Kamu segalanya untuk aku. Aku gak tau jadinya aku kalau terjadi sesuatu sama kamu. Aku kalut saat dokter bilang kamu koma. Aku nungguin kamu setiap hari, setiap waktu. Hari akan terasa sulit kalau kamu gak ada di samping aku lagi. Aku gak akan rela kehilangan kamu. Aku cinta sama kamu, nyonya Agatha Adriani Kinara. "

Agatha speckless. Matanya berkaca-kaca. Bibirnya terkedut ke atas, menampilkan senyuman bahagia.

"Aku juga cinta sama kamu, tuan Galaksi Praba."

●●●

Cool Senior [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now