Gwenchana Hyung (Brothership from Taehyung and Seokjin) [END]✓

운명이 분리되기를 원한다면, 나는 그것을 내버려 두지 않을 것이다 (7)

(Author ***** POV)

BYUURRRRR........

'Hyung...'

Satu kata hati yang lolos, di antara gelembung-gelembung air sungai. Rasa dingin yang menyeruak kala kulitnya menyentuh bagaimana basahnya sungai tersebut. saat tubuh mudanya ia jatuhkan, saat itu pula ia memejamkan matanya. membuat seluruh badannya turun dengan perlahan, diam dan dingin itulah yang ia rasakan. Membuat tubuhnya seakan mengkaku di dalam air.

'Hyung mian...'

Apakah ada air mata saat ini? kala Kim Taehyung memejamkan matanya. dan mengeluarkan seluruh gelembung oksigennya. Mebcoba menghilangkan deru nafasnya dengan bantuan alam yang telah disiapkan oleh Tuhan.

Bisakah Taehyung berenang? Atau setidaknya tak membiarkan sedikit gelembung pun keluar dari mulutnya? Dan apakah dirinya mampu mengayunkan kakinya, agar dirinya yang tenggelam bisa naik ke permukaan? Hanya sekedar melihat bagaimana langitnya mendung saat ini dan meraup sebanyak-banyaknya oksigen? Setidaknya ia harus terus menahan agar detak jantungnya terus berdetak bukan?

Éntahlah....

Apa yang sekarang dipikirkan oleh namja muda itu?

Saat dengan nyata, dia menampilkan senyum sendunya. Menatap ke atas langit dengan sebuah senyuman penuh makna. Menatap langit yang mendung seakan dia menyambut bahagia datangnya hujan.

Dan sebelum ia terjun dari dalamnya air sungai....

Taehyung dia....

Meneteskan air matanya. menangis.....

.........................

(Taehyung **** POV)

Bagaimana rasanya jika aku menenggelamkan diriku di dalam sungai dingin ini? apakah aku akan mati? Ataukah Tuhan masih memberikan nyawa padaku?

Apa yang aku pikirkan saat ini adalah sebuah keputusan....

Aku mencoba dan mencoba mencari apa jawabannya, tapi aku tidak menemukannya. Dan yang aku temukan adalah satu kata yang membuatku merasakan yang namanya kesalahan yang tidak akan ada habisnya.

.

.

"Oke, jika hyung tidak makan tidak masalah.... aku akan membiarkan hyung kelaparan!"

.

.

Bahkan masih teringat jelas dalam otakku, bagaimana kata laknat itu keluar dari mulutku.

Bisakah aku menampar diriku saat ini? ah... tidak itu terlalu baik, bisakah aku menembakan peluru tepat di lidahku? Rasanya aku merasa jijik dengan bibirku sendiri. kenapa ucapan itu yang terlontar dari mulutku?