Chap 11. Aku Memang Jahat

929K 68.6K 6.4K
                                    

Masih di dalam kelas, Ana menyeka keringat yang ada di pelipisnya, begitu basah sampai membuatnya mengeluarkan buku catatan lalu mengipas-ngipaskan ke arah wajahnya dengan mata yang tertutup.

Sesekali dia mengingat masa-masa saat dia masih bersama Tasya dan Alana, sahabat dekatnya. Dulu. Ya, sayangnya itu hanya sebuah kenangan yang indah bersama mereka.

Menyakitkan memang jika hidup penuh dengan kepalsuan, apalagi kepalsuan itu diberikan oleh sahabat sendiri, yang setia menemanimu, yang tersenyum saat kau senang, tapi menghilang saat kau susah.

Ana dapat mengingat dengan baik setiap kenangan bersama mereka beberapa tahun lalu. Saat itu mereka bertiga selalu bersama kemanapun.

"Ana, kamu cantik banget deh. Coba kalo kamu dandan kaya kita," ucap Tasya sambil duduk santai dan meminum es jeruk di rumah Ana.

"Kita masih SMP, buat apa dandan segala?" jawab Ana.

"Tapi kalo kamu gak dandan, kamu gak bakal bisa punya pacar. Lumayan lah buat traktir ini itu," balas Tasya sambil memainkan Alisnya.

Ana tertawa sambil mengedikan bahunya tidak peduli. Karena pada kenyataannya dia memang tidak memikirkan hal itu.

"Eh tau gak, kakak kelas yang gue kecengin itu tuh nge line gue dong," ucap Alana histeris sambil memeluk Tasya.

"Serius lo, mana sini." Tasya merebut hp Alana lalu membuka mulutnya kaget, tidak percaya.

"Najis! Jelek banget selera lo!" Tasya bergidik ngeri saat melihat foto cowok itu yang begitu jelek.

"Liat nih, jelekkan?" tanya Tasya pada Ana sambil memperlihatkan fotonya

"Baik, kan?" tanya Ana.

Alana tersenyum sinis lalu merebut ponselnya, "Mau jelek, buruk rupa kek, yang penting gue kenyang."

Tasya mengguncangkan tubuh Alana tidak percaya.

"Lo mau manfaatin duit nya kan?"

Alana tersenyum puas dan mereka pun hanyut dalam tawanya. Sementara Ana hanya terdiam.

Mereka berdua begitu antusias jika membicarakan soal cowok, apalagi tentang kakak kelas yang tajir, ketua basket, ketua OSIS dan berbagai jenis ketua lainnya. Membuat telinga Ana panas.

Dengan teliti, Ana kembali mengerjakan tugas seorang diri tanpa memedulikan mereka yang acuh tak acuh.

"Ana, nanti gue liat yah tugasnya. Lo kan paling pinter diantara kita," ucap Alana.

Tasya langsung tertawa mendengar ucapan tersebut, "Kayanya sih, emang dia doang yang pinter, jangan ngaku-ngaku deh lo!"

"Kita berdua juga pinter ko."

"Pinter nipu." Mereka berdua terus tertawa dengan gembira sementara Ana dengan santai mengerjakan tugas.

Seperti itulah mereka, menganggap keluarga mereka tidak mampu dan memanfaatkan cowok-cowok yang menyukai mereka.

Ana sempat menghela napas lalu menggelengkan kepala beberapa kali, sepertinya kedua sahabatnya itu memang tidak bisa berubah.

Dalam hatinya, dia selalu bersyukur kalau mereka hanya menipu cowok-cowok dan memanfaatkan uangnya untuk kesenangan mereka.

Ana bersyukur kedua sahabatnya tidak memanfaatkannya, sampai suatu hari matanya terbuka. Kedua sahabatnya seperti pisau yang menusuknya secara perlahan di balik punggungnya.

TELUK ALASKA [SELESAI] ✅Where stories live. Discover now