Chap 51. Rasa Sakit Terbesar 2

743K 42.9K 2.4K
                                    

Selamat malem minggu wkwk telat banget ya, yaudah deh selamat hari minggu buat jomblo-jomblo yang diem dirumah sambil liatin hp😭

Aku nulis chapter ini di hp mama hehe pasti banyak typonya😭

Benerin yaaaaaa

Happy reading...

"Tapi... gimana kalo kita emang nggak ditakdirkan buat bersama? Apa kamu yakin bisa ngelawan takdir?"

Alister menggelengkan kepalanya lalu beralih dengan memegang wajah Ana dengan kedua tangannya. Tatapannya serius, Alister tahu Ana sedang membendung air matanya. Dan Alister tidak ingin itu terjatuh lagi.

"Emang lo udah tahu takdir kita? Yang nentuin takdir kita itu Tuhan, bukan manusia."

Ana tersenyum kecil, hatinya terasa terobati sedikit demi sedikit mendengar perkataan Alister yang menenangkan hatinya.

"Makasih, Alister."

"Makasih kenapa?"

"Kata-kata kamu barusan."

"Ada yang mau lo tanyain lagi?" tanya Alister dan Ana menggelengkan kepalanya.

"Nggak ah, nanti jawabannya nggak nyambung."

Ana tertawa, dan itu menular pada cowok yang ada di sampingnya. Mereka tertawa lega sambil melihat langit yang berganti menjadi malam.

Pemandangan di area bukit yang tinggi ini sangatlah indah, angin malam yang mengembus kencang tak begitu terasa jika Ana disampingnya, rasanya tetap saja hangat dan... Nyaman.

"Gue mau nanti kita kuliah di universitas yang sama, boleh kan?" tanya Alister dengan raut bahagianya.

"Hah?"

Ana terlihat kaget untuk sesaat tapi dia langsung tersenyum. Dan otomatis Alister tahu senyuman itu adalah senyuman terpaksa yang amat menyakitkan.

"Oh, i-iya boleh. Aku bakal berusaha buat dapetin beasiswa nanti."

Alister melihat guratan kesedihan yang melekat diwajahnya, dan entah kenapa itu sedikit membuatnya kecewa. Apa Ana sedang membohonginya?

Apalagi saat wajahnya menatap lurus ke arah pemandangan, tak sedetikpun saat percakapan terjadi Ana melihatnya. Menyakitkan.

"Tapi gimana kalau keluarga gue minta gue buat kuliah di luar negeri?"

"Apa mereka pengen kamu kuliah di luar negeri?"

"Iya. Terakhir mereka marahin gue karena...." Alister merundukan kepalanya sambil berpikir sejenak.

"Karena gue jadi anak berandalan dan nggak menguntungkan buat mereka. Gue cuma bikin mereka malu. Gue aib buat mereka, Ana. Makanya mereka pengen gue kuliah di luar negeri, cuma gue satu-satunya penerus mereka."

Tiba-tiba saja terasa telapak tangan yang dingin menyentuh pipinya. Alister sontak mengangkat wajahnya dan mendapatkan Ana tengah menatapnya dengan tulus.

"Di saat orang lain beranggapan kalau kamu nggak berguna. Inget, masih ada aku yang butuhin kamu buat bikin hidup aku sempurna, dan kamu bukan sekedar berguna, tapi anugerah."

Dalam hatinya, Alister sangat berbunga-bunga karena Ana terdengar tulus mengucapkannya. Tapi entah kenapa Ana seolah menybunyikan kesedihannya. Ada apa ini?

"Jadi... Kemana pun kamu pergi aku bakal berusaha buat kejar kamu, cuma itu yang bisa aku lakuin sekarang."

Tidak. Kali ini sangat berbeda, Alister tahu betul semua kata yang keluar darinya sangat tidak beres. Ada sesuatu yang Ana sembunyikan darinya. Alister yakin itu.

TELUK ALASKA [SELESAI] ✅Where stories live. Discover now