10. UH Fisika

92 2 0
                                    

Hal yang mengerikan dalam kelas XII IPA 1 adalah saat ulangan harian. Mendadak yang genius tuli dan bisu. Membuat yang dibawah rata-rata ketir-ketir mencari jawaban. Bayangkan, KKM kelas gue 85. Dikira otak gue encer gitu.

Memang sih, gue sudah ikut les di salah satu bimbel yang berbeda dengan temen-temen sekelas gue. Kalau mereka pilih GO, gue pilih Primagama. Alasannya simpel, di Primagama banyak anak SMAN DWI yang kepinterannya diatas kepinteran anak SMAN ESA. Terlebih lagi gue nggak sebimbel sama Jongsuk. Dia lebih memilih mengikuti apa kata temennya daripada gue. Nggak perlu kaget, Jongsuk emang gitu.

Cuma deretan gue yang saling contek-menyontek.

Sekarang, ulangan harian fisika bab Optik Fisis. Bab yang mempelajari tentang pemantulan, pembiasan dan sebangsanya. Berhubung ini ulangan, maka tempat duduk kami yang biasanya digabung dipisah dengan jarak empat jengkal tangan. Parahnya, Bu Masufah ini cenayang. Secenayang-nayangnya Bu Masufah akan kalah dengan kepintaran deretan gue.

Deretan gue; Imas-Rosidul-Noto-Fredy. Sedangkan sebelah deretan gue; Tamara-Mellen-Putra-Robytho-Bowo. Saat soal dibagikan, kami masih sok mengerjakan sendiri. Soalnya Cuma 2 tapi susahnya minta ampun.

Putra menyodok kursi Mellen dengan kakinya. Mellen menoleh dan berkata,"Sabar."

Putra yang tampak gusar melihat ke Rosidul yang juga tidak bisa mengerjakan soalnya. Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan berkata pada Robytho dibelakangnya, "Lo nyontek Pakde gih."

Kepala Robytho dimajukan sedikit, "Dia nggak bakal jawab." Meskipun begitu, Robytho berusaha memanggil Irham disampingnya, "Ssst ssst.."

Irham menoleh ke Robytho, "Nggak bisa." Setelah itu tangan kiri Irham diletakkan di dahinya. Dia pusing dengan soal Bu Masufah.

Imas memajukan kepalanya dan mengubah posisi duduknya miring ke kanan, "Cit, nomer 1 dong."

Masih dalam posisi menulis, kepala gue tolehkan ke belakang sedikit pergerakan, "Nggak bisa." Kata gue dengan suara lirih.

Tamara dengan posisi menulis lebih rendah, kepalanya menoleh ke kanan dengan ditutupi tangan kirinya diatas meja, "Nomer 1."

Gue menggelengkan kepala. Tangan gue membentuk angka 2. Dan, Tamara mengangguk. Dengan tanpa suara mulut gue terbuka, "Berapa jawaban lo?"

Tamara melihat sebentar kearah Bu Masufah yang asik membaca buku do'a. Dia kembali menoleh kearah gue, "tiga enam." Katanya tanpa bersuara.

Gue mengangguk. Kini, gue bersandar pada sandaran dan menggeser lembar jawaban gue ke kanan dan agak turun sedikit. Biar Imas dapat melihat. Gue merebahkan kepala diatas meja biar Bu Masufah nggak melihat perubahan posisi kertas jawaban gue.

Imas yang sudah selesai menyalin jawaban gue melakukan hal sama seperti yang gue lakukan kepada Rosidul. Begitu seterusnya berestafet sampai ke Fredy.

Tamara juga melakukan hal sama. Estafet jawaban sampai ke Bowo. Ketika sudah sampai di Bowo ataupun Fredy, mereka menggeser jawaban mereka ke kanan atau kiri dnegan alasan biar temennya bisa nyontek.

Bu Masufah berdehem. Kami glagapan. "Jangan ada yang nyontek ya."

Hening.

"Ayo sudah habis waktunya, kumpulkan dari belakang ke depan terus yang depan menukarnya dengan ke arah kiri. Jadi nanti deretannya Anggi ditukar ke deretannya Nani. Paham kan?"

Jawaban diserahkan dari belakang ke depan. Dan yang paling depan memberikannya kepada deretan kirinya. Jawaban deretan gue dikoreksi oleh deretan Tamara. Deretan Tamara dikoreksi oleh deretan Athik begitu seterusnya.

Faktanya, hanya Ella saja yang mendapatkan nilai 80. Selain dia, beragam nilai. Deretan gue, deretan Tamara dan beberapa manusia yang ikut dapat jawaban dari kami serempak mendapat 40. Norma, Nani, Evita, Sindy, dan Lia mendapat nilai 60.

Dari sini, gue tahu dengan siapa gue berpihak.

CLAXXONEजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें