Chapter 1

6.2K 642 78
                                    

"Dude."

"Yeah."

Pemuda jangkung berambut coklat itu mengeluh mendengar respon temannya yang tak acuh. Rasanya ia ingin melempar Americano dingin yang masih utuh pada pemuda berambut merah gelap yang kini sibuk memainkan ponsel genggamnya. Akan tetapi ia masih cukup waras untuk tidak menimbulkan kegaduhan dan merusak atmosfer tenang kafe yang disinggahinya saat ini.

"Kau yakin ini tidak akan membuatmu dalam masalah?" tanya pemuda pertama yang kini memijit pelipisnya pelan. Tujuannya datang ke kafe ini untuk mencari ketenangan, namun kedatangan teman karibnya yang tak diundang ini membuat kepalanya tambah pening.

"Tidak," jawabanya enteng membuat laki-laki bermata rusa itu mendesah frustasi.

Tentu saja. Mana mungkin si bodoh itu memikirkan tindakannya matang-matang. Bisa-bisanya ia berteman dengan makhluk seceroboh dan serampangan macam Mark Lee.

"Dengar ya Mark--"

"--aku tidak seharusnya keluyuran tengah malam saat baru saja tiba dari Vancouver. Aku tahu, jangan berisik, Wong."

Pemuda bermarga Wong itu hanya bisa tertegun sebelum terhenyak ke belakang. Ia kagum. Kagum setelah sekian tahun si idiot ini diasingkan di Kanada sifatnya tidak berubah. Kalaupun ada perubahan si bodoh ini tambah kurang ajar dan seenaknya.

"Lupakan itu. Bagaimana kau tahu aku ada di sini? Tidak mungkin kau memilih kafe yang jaraknya berkilo-kilo dari rumahmu hanya karena ingin," tuntut Yukhei cepat. Bagaimanapun juga ia tidak ingin mencari masalah.

"Aku bisa berada di kafe mana pun yang kuinginkan. Tapi ya, GPS dan malware itu memang teknologi yang membantu ya," sahut Mark santai sambil menyesap Americano--milik Yukhei. Sabar.

"Mal--dude what the fuck, why would you hacked my phone!?" Sembur Yukhei tidak terima. Sahabat macam apa Mark Lee ini tega membajak gadget temannya sendiri!? Pengkhianatan.

Mark hanya mengedikkan bahunya acuh. Rasanya Yukhei ingin terjun dari tebing. Tapi sekarang bukan saatnya untuk mati, ia harus memberi pencerahan pada tengkorak Mark yang tak tertembus peluru itu.

"Lalu darimana datangnya motor itu? Itu bukan motor biasa dan jelas bukan milik adikmu. Dan aku ragu kau mencurinya," serang Yukhei lagi membuat Mark lama-lama jengah. Sejak kapan Yukhei jadi cerewet seperti ini?

"Koneksi," sahut Mark pendek, nadanya ketus menandakan ia tidak mau membahas masalah ini lebih jauh. Yukhei memutar bola matanya malas.

"Dengar. Aku tahu ini akan berakhir buruk jika seseorang tahu kau keluyuran tengah malam seperti ini. Tapi tolong coba hindari masalah semampumu oke?"

Mark hanya bergumam tidak jelas menanggapi celotehan Yukhei. Lagipula ia datang ke kafe ini bukan untuk diceramahi seperti anak kecil. Mengingat reputasinya yang jauh dari kata baik membuat Mark sedikit banyak memahami kegusaran Yukhei. Sedikit, karena dia tidak mau mengakui dan menghiraukan wejangan Yukhei.

π

Melihat situasi yang menimpanya sekarang, perkataan Yukhei ada benarnya juga. Mungkin lain kali ia harus mengindahkan ucapan Yukhei soal lebih berhati-hati dan menghindari masalah. Karena apa yang dihadapinya sekarang seolah berteriak MASALAH. Lengkap dengan huruf kapital dan bold.

Ia seharusnya tahu sesepi apapun jalanan ia tidak seharusnya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi di jalan yang basah selepas terguyur hujan. Dan tidak mengurangi laju motornya di persimpangan merupakan pilihan bodoh. Terbukti dengan keadaan dirinya yang terkapar di atas aspal hitam seusai menghindari sepeda yang hendak berbelok dari persimpangan. Namun keadaannya tidak seberapa dibanding manusia yang--walaupun ia sudah menghindar tetap saja tersenggol motor besarnya--kini bersusah payah menegakkan tubuhnya.

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now