The Cousins

3K 270 44
                                    

The Cousins

"Aku tidak yakin ini ide yang baik."

Mark mengatakan di sela-sela kegiatannya menata rambut di salon. Di sampingnya, Renjun duduk anteng dengan buku tebal di pangkuannya sambil menunggu penata rambut selesai dengan pengering rambut di belakangnya.

"Aku juga tidak berpikir bahwa memutuskan tanggal pertunangan secara sepihak adalah ide baik," jawab Renjun sarkastis sambil membalik sebuah halaman dengan kasar.

Laki-laki yang lebih tua darinya sekaligus pacarnya itu hanya tersenyum miring sambil meliriknya dari kaca. Ia tau Renjun masih merajuk sejak dua hari yang lalu karena pengumuman mendadaknya yang dirasa sembrono. Yang Renjun tidak tahu adalah bahwa keputusan itu menyita malam-malam damai Mark selama dua minggu lebih karena otaknya berpikir keras atas kejelasan hubungannya dengan Renjun.

Lagipula Mark sudah gatal diceramahi Jaehyun dan Ten mengenai sikapnya yang terkesan main-main. Mark bahkan yakin Jeno sudah siap melemparnya ke jurang kalau Mark dan Renjun tidak segera mengambil sikap atas hubungan mereka. (Wajar sih, selama ini orang rumah banyak mencecarnya tentang kehidupan percintaan Mark sejak tersebar desas-desus kakaknya yang savage itu punya kekasih simpanan)

"Kenapa tidak? Ini salah satu bentuk tanggung jawabku," ujar Mark enteng menimbulkan decakan dari Renjun.

Tanggung jawab apanya.

"Hyung pikir menyodorkan tiket ke Shanghai tiga hari sebelum keberangkatan untuk menemui orang tuaku itu bentuk tanggung jawab?" cerocos Renjun skeptis.

"Kau benar. Seharusnya kuberitahu sehari sebelum keberangkatan saja."

"Terserah."

Mark tertawa lebar sampai-sampai wanita yang sedang menyisir rambutnya berjengit ke belakang. Rasanya ia ingin mengusak kepala Renjun namun ia urungkan. Bukan ide baik mengacak-acak rambut barunya yang hampir selesai ditata.

Agenda ke salon hari ini memang mendadak. Mark pikir akan lebih baik kalau mereka menwarnai rambut mereka menjadi hitam untuk menemui orang tua Renjun di Shanghai. Pemuda yang lebih pendek itu tidak tahu apa korelasi antara menemui orang tuanya dengan mewarnai rambut, tetapi ia setuju-setuju saja, toh akar rambut gekapnya sudah mulai kelihatan dan helai-helai rambutnya terasa kaku.

"Kau yakin tidak mau memotong rambutmu?" suara halus wanita yang tadi mengeringkan rabutnya menyapa pendengaran Renjun.

"Oh⸺"

"Tidak. Biarkan saja untuk sekarang," alih-alih Renjun, Mark menjawab dengan tegas sambil menarikan jemarinya di sela-sela rambut Renjun yang lumayan panjang sambil menatap lamat-lamat wajahnya.

Membuat penata rambut yang sedari tadi mendampingi mereka pamit dengan dalih mengurus pembayaran mereka dan membantu pelanggan lain. Ia merasa sedang menyaksikan hal yang seharusnya tidak ia saksikan, seperti Mark dan Renjun melempar privasi dan ruang personal mereka tepat di wajahnya. Mark hanya berdeham pelan mengiyakan wanita itu sedangkan Renjun mengucapkan terima kasih dengan canggung sambil berusaha menepis tangan Mark.

"Kau akan merusak tatanan rambutku, hyung."

"Tidak peduli⸺"

"Dasar tidak tahu malu." Umpat Renjun geram.

π

"Bukankah seharusnya aku yang gugup? Kenapa kau yang terlihat menahan pup sejak kita turun dari pesawat?"

Mark membebarkan letak topinya sambil melirik Renjun yang bergelayutan di pagar besi pembatas sungai Huangpu. Ia mirip seperti koala hanya saja dengan badan yang terlalu besar, tetapi Mark lebih khawatir kalau-kalau Renjun mmeutuskan terjun ke sungai Huangpu karena terlalu gugup.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 19, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now