Epilog 1 : Aftermath

3.2K 308 55
                                    

Jadi ini adalah epilog yang kubicarakan kemarin, baru satu hehe, rencana ada 3 (amin) btw epilog ini sifatnya non-linear atau gak urut jadi loncat2 gitu timelinya hehehJadi ini adalah epilog yang kubicarakan kemarin, baru satu hehe, rencana ada 3 (amin) btw epilog ini sifatnya non-linear atau gak urut jadi loncat2 gitu timelinya heheh

Yauda daripada banyak bacot silakan membaca^^

.
.
.

Aftermath

"Aku tahu kau ini sedang dimabuk asmara dan merasa sedang berada di atas langit, tapi bukankah kau seperti sedang bermain api sekarang?"

Ini sudah kesekian kalinya Renjun memutar bola mata malas dengan ekspresi dongkol. Sayangnya Jaemin tidak akan bisa melihat ekspresinya dari seberang telefon. Karena itu Renjun membuat nada bicaranya semeyakinkan dan sejengah mungkin agar Jaemin segera mengakhiri pembicaraan ini.

"Jaemin, aku tahu apa yang kulakukan. Percayalah."

"Oke, memangnya apa yang kalian lakukan selain bermain pacar-pacaran tidak jelas di belakang kami semua?"

"Aku butuh waktu." keluh Renjun, ia hampir berteriak pada speaker telefon genggam yang pelindung layarnya menyerupai sarang laba-laba karena terjatuh di halte bis kemarin sore.

"Kau―tidak―kalian punya waktu empat bulan untuk itu Renjun. Maksudku, aku akan mengerti kalau kau butuh setahun atau selamanya atau kau mencampakan si sialan itu. Tapi yang kalian lakukan itu―ugh! Membuat orang sakit mata."

Renjun meringis malu dan mengumpati Jaemin dalam hati. Benaknya melayang pada kejadian seminggu yang lalu saat Jaemin merasa ia bisa masuk ke kamar siapa saja tanpa mengetuk―termasuk kamar Renjun―dan mendapati dirinya dan Mark pada posisi yang―lumayan mencurigakan.

Mereka bahkan tidak melakukan apapun! Renjun berani bertaruh pada koleksi stiker Moomin edisi terbatas miliknya. Renjun dan Mark hanya berbaring dan berbincang pelan di kasurnya setelah seharian memutari daerah pertokoan Gangnam mencari hadiah pertunangan Ten dan Jaehyun.

(Tapi sepertinya Renjun mengatakan sesuatu sarkastis yang membuat Mark dongkol dan memutuskan menggelitiki pinggang Renjun adalah pilihan baik―yang mana merupakan mimpi buruk karena Renjun memiliki kulit yang terlalu sensitif. Ia tidak berpikir dua kali untuk memberontak dan berusaha menendang perut Mark―atau apapun. Hal itu yang memicu Mark menumpukan seluruh berat tubuhnya pada Renjun untuk menekan semua pergerakan tubuhnya yang anarkis.

Di situlah Jaemin muncul dan satu jam omelan serta pelototan galak dihadiahkan pada mereka berdua.)

"Jaemin, aku nggak punya waktu untuk berdebat. Lima puluh panel yang perlu kurender ini tidak bisa selesai dengan sendirinya!" Renjun mengerang parau saat Jaemin tidak terdengar akan segera mengakhiri terornya.

"Renjun, setidaknya kau harus yakin dengan apa yang kau mau dan menuntut kejelasan hubungan kalian pada Mark hyung."

"Jaemin..."

"Oke, oke, oke! Tapi ingat, kalau kau patah hati jangan salahkan aku."

"Tidak akan!" jawab Renjun cepat dan mantap.

"Percaya diri sekali―"

"Aku tahu Jaemin, terima kasih. Sampai jumpa di kampus, daah!" jari lentik Renjun dengan gesit menekan tombol merah untuk memutus sambungan.

Ia menghela nafas lega setelahnya. Telinganya terasa lebih jelas menangkap bunyi-bunyian sekitar saat Jaemin tidak mengomelinya dari seberang telefon―ia menyadari hanya ada dirinya di rumah dan hari sudah beranjak malam berdasar bunyi serangga yang terdengar dari luar kamarnya. Renjun mengintip dari balik tirai jendela, matanya bersirobok langsung dengan dewi malam yang berpendar pucat di langit.

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now