Chapter 3

3.8K 532 119
                                    

"This party suck."

"You suck."

Plak!!

"Literally, what the fuck!?"

"Jangan berisik."

Lucas mengumpat dalam hati sambil mengelus-elus tengkorak belakangnya yang menjadi korban jitakan manusia sialan bernama Mark Lee. Pemuda jangkung itu melotot tak terima mendengar jawaban ketus Mark yang seenaknya. Belum lagi beberapa tatapan asing dari tamu undangan yang tersorot ke mereka membuat keduanya tampak salah tingkah. Ralat. Lucas tepatnya, karena pemuda bermarga Lee itu sekalipun tidak akan pernah menghiraukan orang lain.

"Aku tahu kau sedang kesal tapi kenapa aku yang jadi pelampiasan?" sungutnya setengah berbisik. Tidak ingin mengundang perhatian lebih banyak.

"Jangan bicara padaku."

Lucas menganga tidak percaya akan apa yang di dengarnya. Seingat Lucas Mark yang terlebih dulu berbicara padanya dan tanpa ancang-ancang menjitak kepalanya. Orang ini memang benar-benar seenaknya.

Bagaimana bisa yang macam begini menjadi sahabatku?

"Terserah kau mau bilang apa, aku mau ke meja kudapan," ujar Lucas kemudian sambil mengibaskan tangannya di udara.

Mark melirik Lucas sangsi mencium bau-bau pengkhianatan yang diberi Lucas. Oke itu berlebihan dan kelewat dramatis, tapi demi apapun Mark tidak mau berdiri sendiri seperti pajangan di acara mewah penuh manusia ini. Tetapi ia hanya mendengus sebal melihat punggung Lucas yang makin menjauh menuju meja lonjong bertabur berbagai macam dessert. Mata elangnya menangkap bagaimana orang-orang mengelilingi Lucas begitu saja bagai api yang menarik ngengat.

Huh, dia tidak berubah sama sekali. Tetap menarik perhatian banyak orang seperti biasanya.

Bosan mengamati Lucas yang sibuk bercengkrama―dan tebar pesona―ia melangkahkan kakinya menuju meja bundar berderet dengan jajaran cocktail yang beragam. Sedetik kemudian tangannya sudah mengamit segelas Martini yang hampir kosong. Ia hampir menyelesaikan gelas ke duanya saat sebuah siluet familier tertangkap di sudut matanya.

Mark menyipitkan mata. Memfokuskan lensanya pada sosok yang sedang sibuk mengamati lampu gantung membentang dari ujung ke ujung taman dan beberapa lampion bergaya Maroko yang berjejer di sisi-sisi jalan setapak beralas batu pipih. Setengah sadar ia mengikis jarak perlahan menuju sosok bersurai hitam itu.

"Lampu itu tidak akan beranak mau sampai kapan pun kau memandangnya."

Pemuda yang lebih tinggi itu menyeringai samar melihat hentakan bahu Renjun, kentara sekali ia tidak siap dengan interupsi dari siapapun. Kalau itu Lucas atau yang lainnya pasti sudah memaki Mark atau menyuruhnya enyah dari hadapan mereka. Tapi Renjun adalah, well, Renjun. Yang paling jauh akan ia lakukan hanya sebatas tersenyum tipis pada Mark, seperti yang ia lakukan saat ini.

"Halo, Mark-hyung."

Tipikal Huang Renjun.

"Apa yang kau lakukan sendirian di sini?"

"Aku hanya melihat-lihat?"

Pemuda itu menjawab kikuk. Nada segan yang Mark tangkap dari suaranya mengingatkan Mark betapa kakunya seorang Huang Renjun jika berinteraksi dengan orang lain. Entah mengapa hal itu mengganggunya. Meskipun ia tidak sedekat itu tapi Mark tidak bisa dikatakan orang asing bagi Renjun. . Sadar atau tidak―atau Mark memang tidak punya malu dan kepekaan―Mark tengah mengamati Renjun dengan mata tajamnya seolah Renjun adalah teka-teki yang ingin ia pecahkan. Renjun sendiri hanya menggerakan kaki-kakinya salah tingkah.

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now