Chapter 16

2.8K 401 240
                                    

"Kau bukan orang yang jahat, hyung."

Renjun bergumam. Matanya terpaku pada wajah yang sedang terlelap di hadapannya. Renjun berpikir Mark terlihat beda saat sedang tidur. Rautnya yang damai berkebalikan dengan sorot fruatasi yang ia lihat beberapa saat lalu.

Melihatnya terlelap seperti ini, Renjun seperti melihat Kun yang sering tertidur di sofa setelah lembur di rumah dakit. Seperti orang dewasa lain pada umumnya. Bukan sosok yang selalu memasang tamengnya sepanjang waktu.

"Orang-orang hanya salah memahamimu."

Ia seperti anak kecil di bawah selimut moomin dan dikelilingi boneka moomin seperti ini, tanpa sadar Renjun tersenyum kecil.

"Jeno—dan lainnya—tidak berbohong ketika mengatakan aku adalah orang yang harus kau jauhi."

"Aku tidak ingat kapan tepatnya, tapi aku bisa memaklumi kenapa Jeno membenciku. Mengingat aku yang terlebih dulu menjaga jarak dengannya. entahlah—mungkin aku hanya iri."

Mark melempar pandangannya keluar jendela. Cahaya kekuningan lampu natalyang membingkai jendela kontras sekali dengan langit gelap dan salju putih dingin yang turun di luar.

"Jeno has a loving mother, everything that I could never have. Mungkin ketika aku berusia tujuh tahun? Enam tahun? Seseorang yang biasa kupanggil Ibu memutuskan untuk minggat dari moansion sialan itu," Mark tersenyum, Renjun tidak tahu harus mengartikan seperti apa senyum tersebut.

"Tidak ada orang luar yang tahu, but Jeno's mom was originally a mistress. And as far as everyone know, Jeno and I are full-blood brothers. Tentu saja itu tidak benar."

"Harus kuakui ia adalah Ibu yang baik. Aku sering melihatnya selalu menemani Jeno hingga anak itu tidur—dia itu lumayan rewel, kau pasti tidak percaya betapa seringnya ia terbangun dan menangis di malam hari. Kadang-kadang aku ingin menyumpal mulutnya dengan bantal," pemuda bersurai hitam-burgundy itu tertawa kecil. Renjun dibuat terkejut oleh sikapnya satu ini, Mark terlihat—tulus? Tidak ada nada getir seperti yang ia perkirakan.

"Ibu Jeno pandai memasak. Ia beberapa kali memasakkan samgyetang untukku—kau tahu, jarang sekali mereka menyediakan makanan khas korea di mansion. Dan semua hidanagn itu kubiarkan mendingin di sudut kamar."

Sinar matanya meredup, mulutnya kini membentuk satu garis datar yang suram.

"Aku bahkan tidak ingat kapan wanita itu memasak sesuatu untukku ataupun menceritakan dongeng pengantar tidur untukku. Aku bahkan tidak tahu apa alasannya pergi seperti hantu dari mansion itu. Apa yang membuatnya berpikir itu adalah ide bagus meninggalkanku sendiri di rumah besar yang mirip kamp karantina itu."

"I was young. And bitter, so very bitter. Aku benci semua yang berada di rumah itu. Aku membenci marga yang melekat pada namaku. Yang kupikirkan saat itu hanyalah bagaimana caranya aku bisa pergi jauh dari tempat sialan itu. Tempat yang membuat wanita itu pergi meninggalkanku. Tempat yang tiap harinya merenggut kewarasan wanita itu hingga ia berpikir adalah hal yang mudah untuk membuangku."

"Aku melanggar semua aturan yang diberi Kakek, itu benar. Aku membuat keonaran. I always fight everything, everyone. Aku menghancurkan semuanya yang menghalangi jalanku, aku tidak memberi pengampunan pada orang-orang itu."

Renjun tidak tahu apakah ia boleh mendengar pengakuan ini. Ia merasa seperti sedang duduk di gereja sebagai seorang pastur yang menengarkan pengakuan dosa seseorang. Tapi dia bukan pastur, apa yang bisa ia lakukan selain mendengarkan Mark bercerita? Tidak mungkin juga di berkata 'aku mengampuni dosamu' bukan?

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now