Part 4 : A Strange Night

31 4 4
                                    

Akhirnya, mereka sampai di gerbang bertuliskan,

'Sevara Cea—Kota Sevara'

Begitu sampai, Helix langsung berhenti bicara. Rory terkesima. Kota yang dimaksud Helix ternyata lebih indah dari bayangannya. Bukan beton seperti kotanya, tetapi kayu seperti desa neneknya. Cahaya lembut bersinar dari beberapa rumah bergaya viking. Tidak banyak aktivitas di jalan, tapi Rory memang tidak berharap. Di malam sedingin ini, kebanyakan orang lebih memilih tidur di balik selimut.

Tapi, Helix tidak mengajak Rory masuk ke daerah perumahan, melainkan ke daerah pinggiran yang lebih ramai. Tempat-tempat bertuliskan Zea—Tavern(semacam kedai/bar), Helix memberitahu Rory—ikut meramaikan suasana. Tempat itu penuh sesak dengan orang. Rory membandingkannya dengan club-club di kotanya.

Setelah mereka berjalan beberapa puluh meter dari gerbang kota, Helix mengajak Rory memasuki sebuah tempat bernama 'Leira Zea'. Sementara itu, Lyca masuk lewat pintu samping untuk menyerahkan hasil buruannya dan Helix.

Kebisingan menyambut Rory begitu dia melewati daun pintu. Bermacam-macam makhluk duduk di puluhan meja melingkar sambil bercakap dan tertawa. Suasananya tidak jauh berbeda dengan pesta di rumah Felix yang dulu pernah dihadirinya. Minuman-minuman aneh diedarkan. Pelayan berlalu-lalang. Semacam pertunjukan digelar di panggung depan ruangan, memeriahkan suasana.

Rory merasa tidak nyaman. Dia sangat tidak suka keramaian. Dia lebih suka menyendiri sambil menonton Youtube atau membaca buku daripada berada di sebuah ruangan dengan dikelilingi puluhan orang. Seandainya bukan karena Helix, dia tidak akan mau memasuki tempat ini.

"Fiv—bagaimana?" Helix menyapa Lyca yang menghampiri mereka, kembali ke wujud setengah serigalanya.

"Vi eferista—sudah kukasih, " balas Lyca. "In, ivcreset, le sinant svirik ev git val crill sival vi evrita—tapi, malam ini, kau harus mentraktirku untuk semua yang kulakukan."

Helix tertawa. Lyca memasang wajah masam. Rory menatap bingung, tidak paham bahasa Hestia.

"Ivret—tenang saja," Helix mengibaskan tangannya, "visnant git lir—aku akan mentraktirmu. Crivta siv le fevir ev cleiv khaz—selama kau mau menemaninya." Helix menunjuk Rory. Rory memberinya tatapan yang mengatakan, 'kenapa kau menunjukku?'

Lyca mengagungkan jempolnya sambil tersenyum puas.

Helix berbalik menghadap Rory. "Kamu sama Lyca dulu, yah," katanya. "Kalau kamu mau langsung istirahat, bilang sama Lyca. Dia akan menunjukkan kamar kita."

"Kamar 'kita'?" tanya Rory.

Helix mengangguk. "Di sini, kamar kami digabung. Ada empat tempat tidur. Untuk aku, Lyca, Reo, sama kamu."

Rory melongo. Sekamar sama 'dia'? Berduaan? Tidak, tadi Helix bilang ada orang lain. Bayangan bersama makhluk aneh sekamar membuat Rory ngeri, tapi itu lebih baik daripada hanya berdua dengan Lyca.

"Sudah, yah. Aku tinggal dulu. Aku mau ke belakang panggung untuk menemui Reo." Kalimat Helix barusan membuat nyali Rory menciut. Kalau Reo di belakang berarti, Rory memandang sang Ferlyan yang menyengir sendiri. Rory hendak berbicara dengan Helix tapi, gadis berambut pirang itu sudah hilang di balik kerumunan.

Gimana, nih. Pikiran Rory mendadak buntu.

"Gimana?" tanya Lyca, mengagetkan Rory. "Mau ke kamar, atau di sini saja?"

"A-aku di sini saja, " kata Rory gugup. Dia tidak bisa membayangkan berdua di kamar bersama Lyca.

Lyca menyengir, membuat Rory semakin gugup. Buru-buru, dia duduk di salah satu meja yang kosong. Lyca duduk semeja dengan Rory. Lyca perhatikan, wajah Rory agak memerah. Dengan diterangi bola api di atas meja, pengganti lilin, wajah Rory terlihat jelas. Mata birunya terlihat agak shy. Rambut coklatnya tertimpa cahaya kuning, memberikan efek iluminasi yang menarik. Hidung peseknya terlihat imut. Mulutnya yang membentuk senyum gugup. Lalu...

Down To Ash(HIATUS)Where stories live. Discover now