Part 5 : Morning(s)

38 4 8
                                    



Rory bangun pagi itu sebelum yang lain. Dia mengusap matanya yang terasa berat. Refleks, dia meraih saku jinsnya. Tapi, tidak ada iPhone-nya di sana. Rory langsung bangun sepenuhnya dan duduk.

Dimana aku? pikirnya.

Rory berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Memori semalam mengalir deras. Kepergiannya ke Ash Town. Bangkai-bangkai rumah yang telah hangus terbakar. Karangan bunga yang dia letakkan untuk ayahnya. Bola cahaya biru yang mendadak muncul di hadapannya dan menggiringnya ke tempat aneh ini. Lyca. Cara dia menatapnya. Bagaimana pipinya selalu bersemu setiap kali menatapnya. Dan... malam itu...

Aghh.... Rory mengerang dalam hati ketika teringat kejadian semalam. Dia mampu melihat Lyca yang tidur dengan nyamannya di kasur sebelah. Seringainya yang masih sama seperti semalam. Rory mengalihkan pandangannya. Pandangannya tertuju pada Reo yang tidur di sebelahnya. Seketika, hatinya terasa sedih.

Gadis malang. Pasti sulit baginya untuk menerima kenyataan akan deformitas yang dia alami.

Rory hanya mampu menatap Reo sedih. Selama ini, dia mengira dirinya adalah orang paling menyedihkan. Tapi, ternyata ada yang lebih menyedihkan. Setidaknya, dia memiliki tubuh yang lengkap dan Ibu. Reo? Entahlah.

"Hoam..."

Rory menengok ke sumber suara. Helix bangun. Gadis itu duduk dan mengusap kedua matanya. Dia mendongak dan menatap jam di atas dinding. Pukul lima lebih setengah pagi. Perlahan, dia beringsut bangkit.

"Ser acresta, Rory." Refleks, Helix menyapa Rory dengan Hestia.

Rory memiringkan kepalanya bingung.

"Ah, iya, aku lupa." Helix menepuk keningnya."Selamat pagi, Rory." Kali ini, Helix menggunakan bahasa Inggris.

"Selamat pagi," balas Rory.

"Bangunkan Reo," suruh Helix.

Rory berbalik dan membangunkan Reo sementara Helix meregangkan badannya. Ketika Rory berbalik, Rory tidak dapat menahan untuk tidak mengagumi tubuh Helix.

Postur tubuhnya jangkung. Badannya terlihat semampai dibalut baju hijau ketat dan tunic kulit. Rambut pirangnya tergerai hingga pantatnya. Mata abu-abunya berkilat malas. Bahkan, Ivy bakal iri dengan Helix.

"Oi, Lyca." Helix menggoyangkan tubuh Lyca. "Ges ava sev—sudah jam enam."

Lyca hanya menggerung pelan.

Helix geleng-geleng kepala. Dia pergi menuju kamar mandi yang terletak tepat di depan kamar dan meraih seember penuh air. Rory menatap ember itu bingung. Helix meletekkan satu jari di bibirnya sambil tersenyum nakal.

Lyca bermimpi indah. Dia bermimpi berpesta di Zea bersama Sombre dan orang-orang lain yang tidak dikenalnya. Lalu, mendadak, seorang gadis mendekat, seolah muncul dari kegelapan. Lyca melepas Sombre dan mendekati gadis itu, memeluknya. Gadis itu—entah siapa—tersenyum. Senyum yang sangat manis. Kepalanya bergerak. Wajahnya mendekat. Dan...

Helix menyiramnya dengan seember air dingin.

Lyca terkejut dan langsung terduduk. Tubuhnya dari dada ke atas basah kuyup. Mimpinya terputus begitu saja. Dia berbalik marah dan melihat Helix berlari keluar dengan membawa ember kosong sambil tertawa cekikikan.

"HEELII—X!!!!"

Rory tertawa menyaksikannya. Begitupula Reo. Lyca berdiri kesal seraya menyumpah-nyumpah. Sang Ferlyan langsung menuju kamar mandi setelah mengambil pakaian ganti. Setelah suara kunci terdengar, barulah Helix keluar dari persembunyiannya—yang entah dimana.

Down To Ash(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang