Part 15 : Aftermath

13 2 3
                                    

Hai reader yang gak sengaja nemu tulisan ini. Iya ini! Hehehe. Di sini, mungkin ada yang bingung, koq aku bisa updet padahal masih di pondok? Hmm... kira-kira kenapa yha???

Well, di sini aku ingin sekaligus mengumumkan bahwa, setelah proses negosiasi yang entah lama entah tidak aku akhirnya bisa ngetik di pondok! YEEE!!! Ehem. Jadi, insyaallah tiap kamis malam Down To Ash bakal updet. Atau, jika aku lagi capek2nya ya, jum'at malam. Jadi, hingga waktu yang belum bisa dipastikan, aku bisamelanjutkan novel ini.

Sekian. Selamat menikmati.

***

[TL Note : Maafkan bahasa kasar Vero xD]

"Argh ..." Lyca mengerang, sekujur tubuhnya terasa sakit

Perlahan, dia membuka matanya.

Dia berbaring di atas tanah lapang. Kedua lengannya dibebat erat. Dai tersadar kalau dirinya masih dalam wujud Serigala.

Apa yang terjadi?

Dengan susah payah, Ferlyan itu duduk dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Matahari sudah separuh tenggelam di ufuk sana. Bulan telah siap menggantikannya di pucuk sebelahnya. Selarik api menari-nari di tengah-tengah tanah lapang itu. Dua siluet bayangan terlihat sedang duduk mengitarinya, berbincang entah apa.

Lyca menyipitkan matanya, berusaha melihat siapa kedua sosok itu.

Yang satu, yang sedari tadi lebih banyak diam mendengarkan merupakan seorang perempuan. Kedua lengannya dibebat kain. Bajunya robek di sana-sini, menunjukkan tubuhnya yang juga terbalut kain bernoda merah. Rambut pirangnya tergerai menyentuh tanah.

Itu pasti Helix.

Smentara itu, pemuda di sampingnya, dengan rambut cepak hitam yang terus menerus berbicara. Pakaiannya utuh, kontras dengan gadis di sampingnya.

Itu ... Vero?!

Seketika, memori kejadian sebelumnya meluap. Amarah Lyca memuncak.

"Hei! Kau—argh!" seruan Lyca tertahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Perih melanda, membuat kepalanya pusing tak terkira. Suaranya menarik perhatian kedua sosok itu.

Keduanya berdiri dan dengan cemas menghampiri Sang Ferlyan.

"Jangan bergerak dulu," perintah Helix. "Tubuhmu belum sembuh sempurna. Tidak seharusnya kau memaksakan dirimu."

Lyca terdiam. Matanya menatap nyalang Vero yang terlihat cemas.

"Siapa kau sebenarnya?" Lyca langsung menanyakan hal yang sampai sekarang mengganggunya.

Vero menepuk dahinya.

"Itu kalimat pertamamu pada orang yang telah menyelamatkan nyawamu? Mana tata kramamu? Seberapa bencinya kau padaku, hah?"

"Aku melihatnya," ucap Lyca dingin. "Kau. Kaulah yang menghabisi seluruh Hurrica itu. Kaulah yang menyerang ayah Rory. Kau, seorang yang tiba-tiba saja muncul saat kami terjebak. Bukankah itu sudah cukup bagiku untuk mencurigaimu?"

"Hei, Lyca. Kau harusnya berterima kasih padaku. Aku yang menyelamatkan Reo ketika kau tidak berbuat apa-apa. Aku yang membantu kalian saat kalian habis-habisan menahan serangan ayah Rory. Walau kalian tidak tahu siapa aku, setidaknya itu cukup untuk membuktikan niatanku, bukan?"

"Kau tidak memberitahukan siapa dirimu," bantah Lyca. "Kau ingin kami percaya padamu, tapi kau sendiri tidak memberitahu siapa dirimu. Jika kau ternyata seorang Cultist—"

Down To Ash(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang