Part 14 : Inbounded

12 3 0
                                    

CHAPTER III

TRUTH IS BITTER THAN LIE

Enam tahun lalu.

"Ayah akan kembali bukan?"

Lelaki itu tersenyum. Dia berdiri tegak dan memandang anak perempuan satu-satunya itu. Sebelah tangannya bergerak mengelus pelan kepala anaknya itu. "Tenang saja, honey. Ayah akan pulang segera setelah semuanya selesai. Tidak akan lama, kok."

Gadis itu hanya diam menatap ayahnya. Perasaannya berkata sebaliknya.

Lelaki itu beralih ke seorang wanita yang bersandar di kusen pintu. "Daisy. Tolong jaga anak kita."

"Aku masih merasa ini ide yang baik."

Lelaki itu tertawa. "Oh, ayolah. Kau tahu aku lebih baik dari itu. Ini hanya hang out dengan teman kantor. Tidak bakal ada hal buruk yang terjadi."

Wanita itu tersenyum tipis. Dia berjalan dan langsung menghambur ke pelukan sang lelaki. "I'm gonna miss you, hun."

"I will too, darling."

Wanita itu melepas pelukan. Matanya sembab. Sang lelaki menepuk pundaknya.

"Kau tenang saja. Semuanya baik-baik saja."

Wanita itu tersenyum tipis, sedikit lebih tenang.

Sang lelaki berbalik dan berjalan memasuki mobilnya. Dia melambaikan tangan yang dibalas dua tangan perempuan paling dicintainya sebelum kakinya menginjak pedal. Dalam beberapa detik, dia telah hilang dari pandangan kedua orang itu.

Lelaki itu menghela nafas. Dia tidak baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan istri dan anak gadisnya, dia sebenarnya telah berada di dalam sebuah—bisa kau katakan—organisasi bawah tanah. Manusia biasa tidak ada yang mengetahuinya. Semua kegiatannya bersifat rahasia. Termasuk hang out ini. Semua hanya kamuflase. Sebenarnya, dia akan memasuki sesuatu yang lebih gelap, lebih dalam.

Dan, itu bisa berarti dia tidak akan pernah melihat keluarganya lagi. Untuk selamanya.

---

"Richard?"

Lelaki yang dipanggil Richard itu tertegun.

"Apa yang kau lakukan? Cepat masuk. Kita tidak bisa menghabiskan waktu di dunia ini."

Richard menghembuskan nafas berat.

"Hei, Richard." Temannya yang berjubah hitam—sama sepertinya—itu menepuk pundaknya. "Aku tahu kau akan merindukan tempat ini, keluargamu. Akan tetapi, apa yang kita lakukan saat ini jauh lebih penting. Ini semua demi umat manusia."

Richard mengangguk pelan. "Aku tahu."

Temannya mengangguk ke arah portal biru yang terbuka di belakang mereka. "Masuklah. Semua akan lebih baik kelak. Kau harus percaya sang Master."

Richard, tanpa keraguan lagi, melompat menembus portal itu, disusul temannya. Sementara itu, kota di belakang mereka menghembuskan nafas terakhirnya, ketika lidah-lidah api menjilat, menari-nari di udara, mengeluarkan asap gelap yang menutupi segalanya. Hal terakhir yang diingatnya dari dunia ini hanyalah sebatang papan kayu bertuliskan nama kota itu.

'Ash Town'

***

"Ayah!?"

Pikiran Rory kosong. Tidak salah lagi. Memorinya memang telah mulai rusak, wajah di hadapannya telah menua, tapi hubungan mereka akan tetap sama untuk selamanya.

Down To Ash(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang