Part 11 : A War Unfold

16 3 0
                                    


Mereka telah datang.

"A—apa yang terjadi?" Belum selesai Rory berkata, sebuah ledakan telah menghancurkan salah satu tower terdekat dari mereka, mengirimkan puing-puing ke arah mereka. Refleks, Lyca bergerak melindungi Rory dari terjangan serpihan-serpihan kayu yang menghujani mereka seraya mengubah dirinya ke wujud serigalanya.

"Cultist," desis Lyca, seketika membuat Rory terbelalak.

"Kita harus sembunyi. Ikuti aku!" Lyca menarik lengan Rory. Gadis itu menurut begitu saja ketika sang Ferlyan menggiringnya ke balik dinding batu terdekat dan merunduk di sana.

Ketika Rory berusaha mengambil nafas, Lyca mengintip keluar, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dari sudut pandangnya, ia mampu melihat Helix dan lainnya juga berlindung di baling tembok atau apapun yang cukup tebal. Sementara itu, di sekeliling istana, beberapa Magus terlihat melancarkan serangan ke arah istana. Puluhan Guardian membanjiri halaman, berusaha melawan para Magus Cultist itu, tapi sia-sia. Kekuatan mereka tidak setara dengan kristal-kristal berwarna ungu yang digunakan para Magus.

"Shit," Lyca mendesah seraya menarik kembali kepalanya. "Mereka terlalu kuat."

"A—apa yang harus kita lakukan?"

"Kita harus segera pergi ke Portal." Lyca menarik lengan Rory, memaksanya berdiri. "Ayo."

Secepat mungkin, Lyca berlari sambil menggandeng Rory menjauh. Dengan gerakan tangannya, Lyca memberi tanda pada Helix agar mundur. Helix menggangguk paham melihatnya. Gadis itu segera berlari menyusul Lyca.

"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Helix begitu dia berhasil menyusul Lyca, berlarian di antara lautan makhluk.

"Mereka akan menyusul," jawab Lyca datar. "Pertama-tama, kita harus segera mengantar Rory ke Portal. Dalam beberapa saat, Cresto Gen akan menjadi medan perang."

"Eh? Bagaimana kau tahu?"

"Lord Cyprus yang mengatakannya."

"Eh?"

"Lupakan saja."

Helix menatap Lyca bingung. Tetapi, dia terpaksa kembali fokus ke depan. Terutama karena serangan para Magus yang makin gencar, membuatnya harus selalu berhati-hati.

Mendadak, langit berpijar merah, seolah terbakar. Selama beberapa saat, pijaran itu bertahan sebelum menghilang, kembali seperti semula. Lalu, kobaran api bermunculan di atas langit. Berputar, memusat, hingga tiba-tiba meledak dan memunculkan sesosok burung raksasa yang keseluruhan tubuhnya terbuat dari api. Burung itu memekik sebelum menukik tajam dan menabrak bangunan-bangunan di bawah, membakarnya tanpa ampun. Teriakan-teriakan terdengar memilukan. Tubuh-tubuh hangus bergelimpangan di jalan. Darah segar membasahi batu-batu yang mereka pijak.

"Phoenix," desis Helix dan Lyca hampir bersamaan.

"Kita harus segera menyingkir!"

Rory tidak perlu disuruh dua kali. Di dunianya, legenda Phoenix sudah begitu terkenal hingga dia tidak perlu menebak untuk mengetahui seberapa kuatnya makhluk itu. Bedanya, di dunia ini kelihatannya Phoenix berkali-kali lipat lebih kuat. Terbukti Phoenix yang satu ini mampu menghancurkan rumah yang terbuat dari batu hanya dengan nafas apinya. Rory bergidik membayangkan jika nafas api itu menyentuh dirinya.

"Reo!"

Teriakan Lyca menarik perhatian Rory. Seketika, darahnya membeku. Dia berbalik dan melihat Reo berlari di belakang. Sementara sang Phoenix telah berada di belakangnya, hendak mengeluarkan nafas apinya. Rory tercekat. Dari jarak sedekat itu, Reo tidak mungkin selamat.

Down To Ash(HIATUS)Where stories live. Discover now