Part 04

64.5K 8.3K 501
                                    

an: Jangan lupa komennya, ya! Part depan bakalan ada petunjuk untuk cerita ini!

___

Kamar Kenzie memang luas. Penuh perabotan, tapi hanya ada Shareen sendirian di sana. Tak ada sesuatu hal yang menarik bagi Shareen. Cewek itu hanya berbaring di atas tempat tidur Kenzie dan memandang langit-langit kamar.

Shareen tak tahu kenapa berada di dekat Kenzie membuatnya terasa bebas berbicara. Dia bukan tipikal orang yang gampang dekat dengan orang lain, apalagi yang namanya laki-laki. Setahu Shareen dari apa yang dia ingat tentang dirinya sendiri, dia dulunya adalah anak perempuan yang takut berteman dengan anak laki-laki. Bukankah itu pasti berdampak pada dirinya di usia remaja? Ketakutannya bukan lah sesuatu hal yang besar, bukan karena lingkungan, tetapi ketakutan itu muncul dari dalam dirinya sendiri. Ada rasa segan dan enggan.

Namun, tadi Shareen sadar sesuatu hal: saat dia memainkan tangan Kenzie tanpa sadar dan saat Kenzie menatapnya sangat lama hingga membuatnya malu, Shareen merasa ada sesuatu hal yang berbeda. Ada sesuatu yang berusaha dia ingat, tapi memorinya tak mampu memperlihatkan apa itu.

"Apa di kehidupan gue yang sebenarnya, gue udah punya cowok?" bisik Shareen sambil memeluk guling makin erat. "Tapi siapa?"

Shareen menggeleng. Dia memiringkan tubuh dan mengingat hal lainnya. Dia memutar otak, bagaimana caranya agar dia bisa kembali ke tahun yang sebenarnya dia berada.

Kening Shareen mengernyit. Satu tempat yang muncul di benaknya.

"Halte?" bisiknya tanpa sadar. "Kalau gue muncul di halte, berarti gue pasti bakalan balik lewat sana juga?" tanya Shareen pada dirinya sendiri.

Cewek itu sangat senang. Tanpa sadar dia bertepuk tangan. Besok dia akan memohon kepada Kenzie untuk ke sekolah bersama-sama. Shareen ingin duduk di halte itu sampai dia menghilang dan kembali ke kehidupan yang sebenarnya.

"Pasti kayak gitu." Shareen memejamkan mata. Tersenyum semringah. Dia tak sabar menunggu hari esok.

***

Suara ketukan pintu membuat mata Kenzie yang berat akhirnya terbuka. Cowok itu masih telungkup dengan pipi kanan yang tertempel di bantal. Dia bahkan masih memakai celana sekolahnya, tapi kemeja putihnya sudah dia buka. Menyisakan kaos putih yang dia pakai.

"Kenzie! Ini aku, Shareen!"

Kenzie mengerjap. Lima detik dia diam merenung, detik berikutnya dia langsung terbangun dan terkejut.

"Kenzie!"

Kenzie langsung berlari membuka pintu dan melihat Shareen yang sedang menyengir lebar di depannya. Dia segera menarik Shareen masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan cepat.

"Lo! Astaga." Kenzie mengusap wajahnya. "Coba kasih tahu apa kesalahan lo barusan?"

Di depannya, Shareen hanya mengerjap bingung. "Aku keluar kamar."

Kenzie berdecak sebal. "Yang lain."

"Cuma itu."

Kenzie bersandar pada pintu dan mengembuskan napasnya panjang. Kenapa cewek di depannya ini sangat susah diperingatkan? Semalam dia sudah mengatakan apa yang tidak seharusnya Shareen lakukan di rumahnya. Tapi ini? cewek itu bisa membuatnya dimarahi habis-habisan oleh kedua orangtuanya.

"Lo teriak manggil gue. Di rumah gue. Lo pikir teriakan lo itu nggak bakalan kedengaran sama bokap dan nyokap gue?" tanya Kenzie.

"Tadi aku udah ngetuk pintu hampir sejam, tapi kamu nggak keluar juga." Shareen mengerucutkan bibirnya. "Kata kamu semalam, kalau aku butuh sesuatu tinggal bilang aja. Masa sekarang marah-marah?"

Can I Meet You Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang