Part 24

39.4K 6.1K 297
                                    



Shareen sungguh menikmati detik demi detik yang terlewati pada malam ini. Menghabiskan waktu dengan Rafka sungguh menyenangkan. Shareen merasa kurang puas bermain saat menyadari malam sudah semakin larut sementara dirinya harus pulang.

Di atas motor itu, Rafka mengendarai motor putihnya dengan laju normal. Shareen memeluk cowok itu dari belakang sembari menyandarkan kepalanya di punggung Rafka karena sejak tadi dia terus menguap karena kantuk. Dia menguap lagi untuk ke sekian kali. Mata Shareen terbuka sesaat, melihat pemandangan malam yang masih juga padat oleh kendaraan-kendaraan.

Setengah jam lebih perjalanan berhasil Rafka lalui sampai kemudian motor itu berhenti di dalam sebuah kompleks perumahaan. Shareen langsung terjaga karena hampir saja dia terlena oleh kenyamanan udara malam yang berusaha masuk melalui celah-celah jaket Rafka yang dia pakai.

Shareen turun dibantu oleh Rafka setelah Rafka menstandarkan motornya. Shareen membuka jaket yang dia pakai, lalu menyerahkannya kepada Rafka.

"Terima kasih, Rafka," ucap Shareen sembari tersenyum tulus. "Makasih juga buat malam ini."

Rafka ikut tersenyum. "Harusnya gue yang bilang makasih karena lo mau gue ajak jalan."

Balasan Rafka membuat Shareen salah tingkah. Shareen mundur dan melambaikan tangannya. "Aku masuk dulu. Kamu hati-hati."

Rafka mengangguk. Shareen memutar tubuh dan berlari kecil di halaman. Shareen kembali berbalik karena tak juga mendengar suara mesin motor. "Kok belum pergi?"

"Nungguin lo masuk." Rafka terkekeh. "Lo kan anak kecil."

Shareen tertegun. Dia tak bisa berkata-kata dan berusaha terlihat biasa saja. Shareen kembali melangkah sambil memegang kedua pipinya. Dia membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Sebelum masuk ke dalam, Shareen lagi-lagi melambaikan tangannya. Rafka balas melambaikan tangan kemudian cowk itu naik ke atas motor dan menyalakan mesin.

Rafka baru pergi setelah Shareen masuk ke rumah. Shareen menutup pintu sambil tersenyum sendiri, tanpa menyadari kehadiran siapa pun di ruang tamu.

Saat dia mengangkat pandangannya, saat itu juga dia melihat Kenzie sedang duduk di sofa, menatapnya dengan raut tak terbaca.

"Lo bahagia banget kayaknya," kata Kenzie datar.

Shareen tidak tahu kenapa dirinya tiba-tiba merasa bersalah. "Kenzie marah?" tanya Shareen pelan. Tangannya memegang tali tas dengan gugup.

"Marah?" Kenzie benar-benar tidak berekspresi. Cowok itu berdiri dari sofa. "Ngapain juga gue marah?"

Kenzie beranjak meninggalkan Shareen yang sendirian di ruang tamu.

Meski Kenzie tidak mengaku sedang marah, tetapi Shareen merasa Kenzie sangat marah. Shareen berlari mengejar Kenzie dan langsung menarik lengan Kenzie saat melihatnya baru akan masuk ke kamar tamu.

"Ken...," panggil Shareen pelan. Dia masih memegang erat tengan Kenzie saat Kenzie berbalik menatapnya. "Jangan marah...," bisik Shareen lagi.

Kenzie hanya diam menatapnya. Cowok itu berusaha menarik tangannya dari Shareen, tetapi Shareen memegangnya erat.

"Apa, sih?" Kenzie menatap Shareen tajam. "Lepasin nggak?" bentaknya.

Perlahan, Shareen melepaskan tangan Kenzie. Shareen menunduk. Lagi-lagi dia sakit hati karena mendengar suara bentakan.

"Lo mau tahu gue marah apa enggak?" tanya Kenzie.

Shareen langsung mendongak, harap-harap cemas. Dia mengangguk pelan.

"Iya, gue marah. Pakai banget." Kenzie berkata datar lagi, tanpa emosi. Kenzie menarik gagang pintu. "Kalau lo jalan bareng Rafka lagi, gue nggak bakalan ngizinin lo tinggal di rumah ini."

Shareen terdiam.

"Tinggal aja di rumah Rafka sana."

BRAK

Pintu ditutup kencang. Shareen refleks menutup matanya karena kaget.

***

Setelah menutup pintu, Kenzie hanya berdiri di dalam kamar dan berpikir mengapa dia bersikap kekanakan seperti ini?

Pintu diketuk dari luar. Pasti Shareen yang melakukan itu. Kenzie menghela napas dan kembali berbalik. Tangannya bersiap membuka pintu kamar itu lagi, tetapi dia mengurungkan niatnya dan kembali menghadap ke tempat tidur.

Suara ketukan pintu lagi-lagi membuat jiwa Kenzie tak tenang. Dengan penuh kekesalan, dia berbalik dan membuka pintu dengan tidak sabaran. Di depannya Shareen berdiri sambil tersenyum canggung ke arahnya.

"Ngapain lo masih di sini?" tanya Kenzie sinis.

Senyuman Shareen yang terkesan canggung menjadi hilang, tergantikan oleh raut penuh kekesalan. Kenzie menautkan alis.

"Kamu jalan bareng Erica nggak apa-apa!" Teriakan Shareen membuat Kenzie terkejut. "Aku jalan sama Rafka kenapa harus kamu permasalahin, sih?"

"Gue jalan bareng Erica itu urusan gue." Kenzie mengotot. "Kalau lo jalan bareng Rafka itu urusan gue juga." Kenzie berdecak kesal. "Ah, udahlah. Sana lo tidur. Berhenti ngetuk pintu kamar. Berisik."

Kenzie kembali menutup pintu, tak memedulikan Shareen yang entah masih menunggu di luar atau sudah pergi ke kamarnya. Kenzie tertegun saat menyadari bahwa dia dan Shareen sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

Itu sedikit mengganggu di pikirannya.

Kenzie berbaring di tempat tidur. Dia memejamkan matanya, berusaha tidur dan tak perlu memikirkan apa yang terjadi hari ini. Dia berdecak kesal karena tak tenang.

Gue kenapa? batinnya.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Can I Meet You Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang