♕Seven♕

210 92 239
                                    

7. Rival
. . .

Suara deru motor yang bersautan memecahkan keheningan malam di sudut jalan ibu kota. Meninggalkan asap tipis yang keluar dari knalpot motor.

Terdapat jejeran motor yang sudah menghiasi sisi jalan. Suara sorakan juga mengiringi dua orang yang menyauti motornya di tengah tengah keramaian tanpa menggunakan helm. Tampak seorang perempuan dengan baju minim, membawa bendera ke tengah tengah jalanan. Ini arena balap liar.

"Lo yakin mau balapan sama gue?" Tanya salah satu cowok pembalap ke lawannya.

Lawannya berdecak, "gausah banyak gaya lo! Buktiin aja dijalan ini."

Cowok yang mendengar jawaban itu langsung menyeringai. "Oke baik. Hati-hati oleng."

Perempuan yang pembawa bendera langsung melempar bendera ke udara, tanda balapan sudah mulai.

Keduanya membakar bannya dan langsung melesat kencang kedepan. Speedometer mereka memutar cepat. Motor kedua pembalap saling beradu kencang berusaha memenangkan balapan ini. Dengan ambisi yang sama-sama besar. Jalan finish sudah didepan mata, tinggal beberapa detik lagi semua orang akan tau siapa pemenangnya.

Perempuan dengan baju minim itu kembali masuk ke tengah jalan, mengangkat bendera kemenangan. Keduanya mengerem motornya meninggalkan suara decitan ngilu. Hasil seri.

"Jadi seri, hah?" Cowok itu memiringkan bibirnya. "Sepertinya kita harus bertanding ulang. Bagaimana menurut Anda Adam?"

Cowok yang dipanggil Adam itu berdecak. "Ck, gausah sok formal, Sen. Biasa aja."

Cowok itu tersenyum miring- Sena Brawijaya.

"Sena!"

"Apaan?" Sena menoleh malas.

"Hp lo bunyi daritadi."

Sena turun dari motornya, lalu berjalan untuk mengambil ponselnya. Tertera nama 'Wanita Itu'. Sena mendengus kesal, tidak ada niatan sama sekali untuk menjawabnya. Tapi entah kenapa tangannya mengusap ponselnya untuk menjawab.

"Sena! Kamu dimana?! Udah jam berapa ini? Kamu pasti balapan lagi kan?! Cepat pulang! Mama tidak akan mengeluarkan kamu kalo sampe ketangkep polisi."

Terdengar suara amarah dari teleponnya. Sena memutar bola matanya kesal.

"Udah?" Sena akhirnya angkat bicara saat suaranya sudah mulai tidak terdengar.

"Cepat pulang! Papa bentar lagi pulang!"

"DIA BUKAN PAPA GUE!" Sena berteriak kepada ponselnya, lalu mematikan secara sepihak. Dia naik pitam.

"ANJING!"

Dengan perasaan yang sedang tidak baik, Sena langsung memakai helm, menaiki motornya lalu melaju meninggalkan keramaian tempat balap liar yang masih terdengar bising dengan suara knalpot motor.

***

Hari ini Cici sedang tidak ingin diganggu, mukanya masam. Entah kenapa sejak pagi dia sudah mengeluh sakit perut. Padahal setelah diingat-ingat dia tidak ada makan apapun yang memicu sakit perutnya ini.

Dia memegang perutnya sepanjang perjalanan menuju kelas. Setiap orang yang melihatnya pasti akan tahu kalau dia menyapa Cici pasti akan terkena makian. Bahkan Zena tidak ada niatan untuk mengajaknya berbicara sebelum mereka sampai dikelas.

"Ah ga asik!" Cici meruntuki perutnya berkali-kali.

"Lo sakbo ga?" Tanya Zena to the point.

AURORA♕[ON GOING]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora