17. Terbongkar
. . .'Tetaplah disampingku apapun yang terjadi!'
-Divo***
Nata menutup matanya tertidur saat obat bius yang diberikan oleh suster tadi sudah bekerja.
Nata terus saja mengamuk dan berusaha untuk kabur saat dokter berkata dia harus dirawat inap, sedangkan dia harus menyelamatkan mamanya.
Divo menghembuskan napasnya lega saat melihat Nata sudah tenang. Divo menundukkan kepalanya berkali-kali sambil mengucapkan terimakasih sebelum suster keluar dari ruangan.
Gue harus nelpon Cici sekarang. Divo merongoh ponsel di sakunya lalu menelpon Cici.
Divo menatap kesal layar ponselnya saat Cici tidak juga mengangkat telpon darinya, ini sudah ketiga kalinya. Divo akhirnya memutuskan untuk mengirimnya pesan.
Ci, gue gak tau kenapa
lo gak ngangkat telpon gue karna
mungkin lo sibuk. Tapi ini
penting bgt, lo harus
ke RS xxx sekrng!
Nata masuk RS dan skrng gue diruangannya.
17:35✔✔Divo menghembuskan nafasnya berat, setelah itu ia kembali menyandarkan punggungnya di kursi. Pikirannya kembali memikirkan apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Nata bisa sampai harus seperti. Tidak ada yang bisa menjawab semua itu kecuali Nata sendiri, melihat ia yang sepertinya tau apa yang sebenarnya terjadi.
***
Nata sudah siuman dan kali ini ia sudah lebih tenang dari yang sebelumnya. Cici sudah sampai di rumah sakit tiga puluh menit setelah membaca pesan dari Divo. Tentu saja, mendengar kabar tentang Nata dari Divo yang seperti itu membuat jantung Cici hampir melompat. Setelah mendengar kabar itu, Cici yang awalnya berencana menunggu bis lebih lama lagi akhirnya memutuskan untuk naik taksi. Ia sudah tidak memikirkan harga taksi yang jauh lebih mahal daripada sekedar naik bis lagi karena yang dipikirannya saat ini hanya pergi menuju ketempat Nata dan berharap ia baik-baik saja.
"Nat, jangan gerak dulu!"
Cici spontan memegang tangan Nata. Terlihat wajah panik Cici saat melihat Nata berusaha duduk padahal ia masih kesakitan.
"Sini biar gue bantuin, Nat." Divo bangun dari duduknya dan langsung membantu Nata untuk duduk dengan meninggikan bantalannya.
"Makasih, Div." Ucap Nata setengah meringis.
Setelah Nata sudah duduk dengan nyaman dibantu oleh Divo tiba-tiba Cici menangis dengan sangat kencang sambil berlari memeluk Nata yang kembali meringis.
Nata menepuk pundak adiknya itu dengan lembut. "Udah, jangan nangis lagi ya, Ci."
"Hiks, siapa sih yang gak nangis ngeliat kakaknya kayak gini? Kan sedih tauk!" Cici memukul lengan kiri Nata pelan sambil terus menangis dan sesekali menarik ingusnya.
Nata hanya tersenyum miris kemudian memegang kedua bahu Cici sambil mengusap pipinya yang penuh dengan air mata. "Udah dong."
Cici menarik ingusnya dalam kemudiam mengusap cepat kedua matanya. "Iya udah iya!" Jawabnya pelan dengan sedikit isakan.
Divo yang melihat Cici seperti itu langsung mengambil beberapa tisu disebelah ranjang Nata, lalu mengusapkan air mata Cici dan memberi isyarat kepada Cici untuk membuang ingusnya di tisu yang ia pegang itu. Cici yang mengerti langsung mengeluarkan semua cairan hidungnya pada tisu yang dipegan Nata.
"Udah bersih?" Tanya Divo setelah melihat Cici kembali duduk di kursinya.
Cici menganggukkan kepalanya sambil mengikat ulang rambutnya. Divo yang sudah mendapat jawaban langsung keluar dari ruangan untuk membuang tisu dan mencuci tangannya. Setelah pintu sudah tertutup kembali, Cici mulai menginterogasi Nata.
"Jadi, sebenarnya ini ulah siapa?" Tanya Cici menatap Nata dengan tatapan serius.
"Beberapa orang yang mengaku polisi yang melakukannya, tapi ... "
Cici mengerutkan keningnya tidak sabar menunggu lanjutan penjelasan Nata. "Tapi apa?"
Nata terlihat tidak nyaman, tapi ia tahu bahwa ia tidak dapat merahasiakan hal ini dari adiknya lebih lama lagi. Nata menghembuskan nafasnya perlahan.
"Setelah gue inget-inget lagi kayaknya gue pernah ketemu sama salah satu dari mereka tapi bukan di Indo. Gue ketemunya di Australia tempat nenek." Nata diem sebentar sambil memikirkan sesuatu.
Cici membenarkan duduknya sambil terus menunggu lanjutan cerita dari Nata.
"Roy! Iya namanya Roy! Waktu itu dia datang kerumah buat ketemu papa, Ci. Majas majas gitu namanya." Ucap Nata dengan yakin.
"Roy Anjasmara maksud lo?" Cici bertanya kembali kepada Nata.
"Nah, iya itu! Lo kenal?"
"Dia abang kelas SMP gue dulu, terkenal banget tapi disekolahan tapi pas lulus gue gak tau lagi kabarnya gimana." Jawab Cici sambil mengangkat kedua bahunya.
Di tengah-tengah pembicaraan Divo akhirnya kembali ke dalam ruangan sambil membawa beberapa botol air mineral yang kemudian salah satunya di sodorkan ke Cici.
"Makasih." Cici meneguk air mineral yang ada ditangannya. "Div, kenal Roy Anjasmara?" Tanya Cici tiba-tiba kepada Divo yang baru saja duduk disalah satu kursi.
Divo terlihat sedikit bergumam, " Yang lo maksud itu Roy Anjasmara Renaldi? Kalau benar itu dia salah satu orang yang paling di cari di luar negri karena sering melakukan penggelapan dana perusahaan." Jawab Divo dengan hati-hati.
"Ha? Serius?" Tanya Nata tidak yakin.
Divo mengangguk. "Iya, gue serius. Gue tau itu karena pernah baca koran luar negri punya bokap gue di ruang kerjanya. Walaupun sebenarnya gak sengaja kebaca sih."
Cici terlihat khawatir setelah mendengar jawaban dari Divo. "Terus ada hubungan apa dia sama lo, Nat?"
Nata yang mendengar pertanyaan itu seakan merasa ternggorokannya kering, lidahnya terasa kelu, ia tidak sanggup untuk memberitahu kepada Cici bahwa sebenarnya mama mereka sudah dibawa sama orang asing dan juga Roy terlibat didalamnya.
Cici yang melihat ada yang salah dengan Nata langsung berdiri mendekati Nata, "bang? Ada apa?"
Nata mengigit bibir bawahnya. "Umm, sebenarnya gue juga belum tau apa alasan mereka tapi mereka udah bawa mama pergi gak tau kemana, Ci."
"APA?! Mama? Kenapa, bang?!" Cici sedikit panik tangannya gemetar.
Nata hanya diam saja. Dia juga tidak tahu alasan mamanya dibawa pergi. Dia tidak tahu apapun. Sama halnya dengan Cici. Tapi itu bukan masalahnya sekarang, mereka harus menemukan mamanya dan juga harus segera menghubungi papanya dimanapun ia berada sekarang.
**********

YOU ARE READING
AURORA♕[ON GOING]
Teen Fiction⚠️FOLLOW SEBELUM BACA!!!⚠️ Takdir memang suka bermain dengan kehidupan, seperti takdir Cici yang bertemu kembali dengan Divo diwaktu yang tidak disangka. Mereka kembali bertemu dan masih dihantui oleh masa lalu yang kelam. Divo berusaha mencari seb...