♕Fourteen♕

111 28 11
                                    

14. Terungkap
. . .

Cici setengah berlari meninggalkan Divo dan Sena yang masih diam menatap kepergiannya. Mereka tidak bisa menghalangi Cici. Dia harus mengetahui semuanya tanpa harus ditutup-tutupi lagi. Sudah cukup dia tidak tahu kebenarannya selama ini.

Cici masih berlari untuk menjauhi Divo dan Sena. Perlahan air matanya mulai mengalir membanjiri pipinya. Dia tidak peduli dengan tatapan orang lain. Yang dia perlukan adalah pergi sejauh mungkin dari Divo dan Sena.

Dia masih tidak menyangka Sena dan Divo menutupi segalanya sampai saat ini. Cici masih memikirkan pernyataan Divo dan Sena yang membuatnya tidak kuat menahan tangisnya.

"Hei, kayanya udah lama kita ga kumpul bareng gini ya. Udah bertahun-tahun kayaknya." Cici memecahkan keheningan diantara mereka bertiga. Apalagi sejak tadi Divo dan Sena masih tidak juga bicara satu sama lain.

"Bukan kayaknya lagi Ci, emang kenyataannya gitu." Sena akhirnya angkat bicara setelah sejak tadi bungkam.

Cici tersenyum mendengar jawaban Sena. "Kalian engga pernah kontakan ya?"

"Kalian siapa nih?" Ucap Divo dengan tidak santai.

"Kalian berdualah. Lo Dianda Divo dan kamu Sena Brawijaya." Cici menunjuk telunjuknya secara bergantian kepada kedua orang itu.

Divo menautkan kedua alisnya bingung. "Kok sama dia pake 'kamu' sama gue pake 'lo'. Ga adil banget." Divo protes.

"Syirik aja lo." Jawab Sena sambil tersenyum miring.

"Apaan. Gilak lo ya? Ogah banget syirik sama lo." Divo masih tidak terima.

"Santai dong!" Sena masih membalas ucapan Divo. Membuat Divo makin geram terhadapnya.

"Sialan!"

"Lo yang sialan!"

"Bangsat!"

"Lo yang bangsat!"

"Ngapain lo ikutin kata-kata gue?!"

"Suka suka gue lah!"

"Anj-"

"STOPPPPPP!!!!!" Cici yang sudah tidak tahan lagi dengan Divo dan Sena yang malah adu mulut.

Seketika Divo dan Sena bungkam. Mereka menoleh kearah Cici yang wajahnya sudah merah menahan emosinya.

"Kalian kenapa sih? Berantem padahal berantem kalian itu nggak guna." Cici kesal, dia melipat kedua tangannya di depan dada.

Sena menghela nafasnya berat, "Maaf deh Ci, nggak bakal ulangin lagi kok." Ucap Sena tulus sambil menendang pelan kaki Divo yang tersadar akan tindakan Sena.

"Iya, gue juga minta maaf." Divo menggaruk tengkuknya.

Cici menghela nafas panjang. "Iyadeh. Gue maafin kalian berdua." Cici kembali menyuapi sesendok ice cream kemulutnya.

"Lo nggak mesen juga?" Tiba-tiba Divo bertanya kepada Sena. Sena yang baru sadar dirinya ditanya sedikit tersentak.

"Nggak deh, gue lagi nggak bawa dompet." Jawab Sena sekenanya.

Divo berdehem sambil mengalihkan pandangannya. "Pesan aja, biar gue yang bayar." Ucap Divo dengan suara hampir tidak terdengar.

"Nggak usah."

"Pesen aja Sen. Itu si Divo udah nyiapin mental banget nawarin ke kamu." Cici yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua kembali angkat bicara.

Sena melepas jaketnya yang dikenakannya. "Yaudah deh. Tapi gue nggak pernah kesini, jadi ngga tau menunya. Terserah Lo mau pesanin gue apa. Asal jangan yang beracun aja."

AURORA♕[ON GOING]Where stories live. Discover now