35. Bukan Prioritas

2.8K 515 25
                                    

"Kamu mau ninggalin aku?"

---000---

"Reynan kamu kenapa susah banget sih dihubunginnya? Kemarin katanya kamu juga pulang awal karena sakit tapi setelah pulang sekolah aku ke rumah kamu, kamu nggak ada. Kamu kemana aja sih?!"

"Maaf, ponsel aku rusak."

Ssskk...sskkk...skkk...

Walkie talkie yang digenggam Reynan berbunyi. Reynan memencet dan menekan tombol pada alat komunikasi yang memanfaat gelombang radio itu.

"Masuk... Reynan disini." Ucap Reynan pada alat itu.

"Ssss... Rey lo kesini, di sebelah panggung, di sebelah panggung... ssss... ada sedikit masalah." Kata seseorang di ujung sana. Suaranya terganggu oleh bunyi gelombang dari walkie talkie.

"Siap. Reynan segera meluncur ke sana," ucap Reynan.

Reynan menatap gadis di depannya yang juga tengah menatapnya.

"Kamu mau pergi?"

Reynan mengangguk.

"Kamu mau ninggalin aku?"

"Aku ketua OSIS, aku punya tugas dan tanggung jawab besar." Reynan mengambil nafas panjang. "Aku harap kamu bisa ngerti Van."

Reynan berjalan pergi. Namun Vania menarik tali Id card yang dikenakan Reynan, membuat Reynan menoleh padanya. Vania menarik tali Id card itu hingga membuat Reynan melangkah mendekat karena tercekik. Bau harum tubuh Reynan menusuk lembut hidung Vania. Reynan menatap Vania intens.

"Lo. berubah."

Vania melepaskan tali Id card Reynan kemudian berlalu pergi meninggalkan Reynan yang masih diam tergugu.

Vania mengacak rambut kesal. "Arghh!"

Hari ini di sekolah ada gelar seni dalam rangka perpisahan kelas 12. Hal itu tak pelak membuat pengurus OSIS disibukan untuk mempersiapkan acara tersebut.

Tadi Vania tidak sengaja menyentuh dahi Reynan, dahinya panas, Reynan demam. Reynan masih sakit. Seharusnya tadi Reynan tidak usah berangkat sekolah saja, dia masih belum sehat tetapi dia banyak melakukan ini itu. Dia sibuk sekali. Apakah semua ketua OSIS itu sesibuk itu?

Suasana koridor ramai oleh siswa yang berlalu lalang atau pun sekedar duduk-duduk sambil bergosip di kursi panjang yang ada di depan setiap kelas. Hari ini tidak ada KBM, semua kelas bebas. Tapi mereka semua juga sibuk mempersiapkan penampilannya dalam gelar seni nanti sebagai pengisi acara, beberapa siswa yang tidak ikut tampil membantu temannya yang akan tampil, entah itu dalam pakaian, make up atau pun properti yang menunjang penampilan mereka di atas panggung gelar seni nanti.

"Ssssh... masuk... masuk... sedang otw ke beskem kelas XI IPS 2." Kata siswa yang berjalan terburu-buru sembari menggenggam walkie talkie. Siswa itu juga mengenakan Id Card bertuliskan 'Panitia Gelar Seni'. Bisa dipastikan kalau dia adalah pengurus OSIS.

Vania mendesah. Vania duduk di kursi taman sembari menangkup wajah dengan kedua telapak tangannya. Dia menangis.

Vania merasa kesal sekaligus sedih dengan kenyataan bahwa dia bukanlah prioritas Reynan. Reynan nyatanya lebih mementingkan OSIS daripada dia, Vania mengerti kalau Reynan itu ketua OSIS, tugas dan tanggung jawabnya berat, tapi seenggaknya kan dia juga bisa memberikan waktunya sedikit untuknya. Bahkan sudah sejak dua hari yang lalu Reynan tidak menghubunginya, saat dia tanya Reynan bilang ponselnya rusak. Reynan kan juga bisa beli ponsel lagi kalau nggak dia bisa pinjem ponsel Rendy dulu buat bilang yang sebenarnya. Kemarin saat Reynan sakit Vania ke rumahnya dia juga nggak ada. Kata si Bibik, barusan Reynan ke sekolah lagi di jemput temennya. Katanya ada urusan OSIS.

Semua waktu Reynan hanya untuk OSIS, OSIS dan OSIS kalau nggak OSIS pasti ya PMR. Reynan saja masih sakit, tapi dia kembali sibuk lagi, jangankan waktu untuknya waktu untuk istirahat pun sepertinya tidak ada.

Semua orang berharap punya pacar Ketua OSIS, tapi Vania ingin katakan pada kalian bahwa jadi pacarnya ketua OSIS itu nggak enak! Jika Vania diberi pilihan maka dia tidak akan mengijinkan Reynan untuk menjadi Ketua OSIS. Tapi Vania bisa apa? Menyuruh Reynan turun dari jabatannya? Ide gila!

Pundak Vania berguncang dan dia mulai terisak.

"Hiks...hiks...hiks..."

Rendy tiba-tiba datang kemudian duduk di sebelah Vania.

"Es krim," Rendy menjilat es krimnya. "Mau?"

Vania menyeka air mata yang membasahi pipinya. Vania menggeleng, "Nggak mau, bekas jilatan lo."

Rendy terkekeh, "gue beliin mau?"

Vania mengangguk, "yang rasa strawberry."

"Okey, tapi janji jangan nangis lagi."

"Siapa yang nangis? Gue nggak nangis!"

Rendy tersenyum tipis kemudian beranjak pergi dan beberapa menit dia kembali dengan membawa es krim strawberry. "Nih, lima ribu."

Vania berhenti membuka kertas pembungkus es krimnya, "Tadi bilang mau dibeliin."

"Gue bilang beliin bukan traktir."

"Ish lu mah gitu, nggak pernah baik sama gue."

Rendy terkekeh, kemudian dengan usil mencolekkan es krim ke jidat Vania. Vania pun memekik tidak terima kemudian membalas menodai hidung Rendy dengan es krimnya. Rendy tidak menghindar. Melihat hidung Rendy kotor akibat ulahnya Vania pun tertawa.

Tanpa mereka tahu, di belakang sana ada Reynan yang memperhatikan dan diam-diam menaruh cemburu.

CRUSH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang