39. Never Tear Us Apart

2.7K 125 2
                                    

First of all, maaf gais mendekati ending, malah ga keurus😭 Sejujurnya aku ga lanjutin karena lagi ga dapet feel yang pas buat ngelanjutin, daripada ceritanya ga nyambung 'kan..
Tapi sekarang aku pgn nyelesain ini soalnya bentar lagi ending...So yeah ini pidato pendekku hahah hope y'all like it! Enjoy
——————————————————
Setelah memperbaiki hubungan yang berlangsung seminggu kurang di Hawaii, akhirnya Sean dan Megan pulang ke New York, atau lebih tepatnya Megan yang memaksa untuk pulang dan Sean yang berusaha untuk menahan Megan agar terus bersamanya.

Perempuan itu masih waras akan pekerjaanya di kantor. Fulton Textile Industry pasti membutuhkan dirinya dan tentu saja ia tau diri sebagai karyawan tetap.

"Aku ingin menculikmu ke Bali." Celetuk Sean saat mereka tengah berada di mobil menuju kediaman Lawrence, tepatnya rumah yang ditinggali Jamie Lawrence.

"Kau benar-benar gila, Sean. Kita belum 1 jam berada di New York." Balas Megan tidak habis pikir. Sejak di Hawaii, pria itu merengek bak bayi. Entah ada berapa destinasi yang ada di otak Sean.

"Ck. Babe, kau serius ingin menemui ayahku? Aku benar-benar tidak menyukai pria tua itu."

Megan menoleh pada Sean, "Aku ingin menyelesaikan urusanku dengannya. Ayahmu terlihat sangat membenciku."

Sean menghela nafas. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Jamie memberikan tatapan maut pada semua perempuan yang bersama anak sulungnya. Jamie sudah melihat begitu banyak perempuan yang hanya ingin harta anaknya dibandingkan benar-benar mencintainya.

Setelah berkendara selama kurang lebih 1 jam, mereka akhirnya sampai di pekarangan rumah elit. Megan membuang nafas berharap rasa gugupnya hilang seiring ia bertemu Jamie.

"Apa kita ke Apartemenmu saja?" Tawar Sean. Pria itu dapat melihat kegugupan di wajah Megan. Tangan perempuan itu juga terasa dingin dan berkeringat.

"Kau tau aku adalah wanita pantang menyerah 'kan?" Tanya Megan kemudian berjalan mendahului Sean diiringi oleh beberapa pelayan yang menyambut mereka.

***

"Bos. Tuan muda Lawrence dan Nona Sanders sudah berada di dalam rumah."

Pria yang sudah tidak muda itu tersenyum picik. Kita lihat sekuat apakah dirimu untuk bersanding dengan putraku.

"Suruh mereka masuk ke ruanganku." Balas Jamie sambil menyesap puntung cerutu yang hampir habis.

"Baik, Bos." Pria berjaket kulit itu kemudian menunduk hormat dan berlalu dari sana.

Terlihat Sean yang masih tetap mengampit tangan Megan dengan posesif.

"Tuan muda Lawrence ditunggu di ruangan Tuan Lawrence." Ucap pria berjaket kulit itu.

Sean mengangguk mengerti dan berjalan menuju kamar yang terletak di ujung sudut ruangan. Agak gelap karena minim penerangan. Sekelibat pikiran negatif muncul di otak kecil Megan.

"Kendrick. Tetap berjaga di luar. Jika ada hal aneh, telepon aku."

Mereka kemudian dipersilahkan untuk duduk di sofa berwarna coklat itu. Permukaan sofa terasa dingin dan tak tersentuh, cukup membuat rasa gugup Megan semakin tinggi.
Ini lebih menyeramkan dibandingkan dengan interview kerja di Fulton dulu.

"Aku sangat menunggu kedatanganmu, Nona Sanders." Ucap Jamie tanpa mengalihkan pandangannya dari Megan. Perempuan itu cukup teritimidasi, namun ia sudah belajar dari sifat Sean yang tidak berbeda jauh dengan ayahnya.

"Terima kasih karena menyambut kedatangan saya, Tuan Jamie." Balas Megan sambil tersenyum simpul. Ia tidak mau teritimidasi oleh aura Jamie.

Disebelahnya, Sean menatap keduanya dengan pandangan terperangah. Ia tidak menyangka Megan akan seberani ini.

Stole The Bastard HeartWhere stories live. Discover now