Chapter 9

5.5K 179 3
                                    

Memang tidak ada yang mengetahui hari esok akan seperti apa. Ketika kita menghadapi hari-hari yang buruk hari ini, percayalah hari esok pasti lebih baik entah bagaimana caranya. Dan kalian harus yakin dengan takdir yang sudah membawa kalian sejauh ini, seperti yang kualami sekarang.

Dulu, tak ada terbersit sama sekali di dalam kepalaku bahwa aku akan merasakan cinta dan bahagia yang teramat sangat seperti sekarang ini setelah kematian bapak. Namun, kini diriku dikelilingi oleh cinta dan kebahagian yang diberikan oleh orang-orang di sekitarku yang tak pernah aku harapkan sebelumnya.

Ayah semakin hari memperlakukan diriku seperti kekasihnya, dia belajar untuk mengerti bagaimana tentang emosiku dan apa kemauanku. Dan sama halnya dengan diriku, aku mencoba menahan segala ego dan mencoba mendengar serta memahami ayah lebih lagi untuk menjaga hubunganku dengannya.

Dan kini. Dengan kehadiran Arman di hidupku, aku merasakan perasaan yang dulu pernah hilang tumbuh kembali setelah sekian lama aku kubur hidup-hidup. Ditambah lagi, kini aku dan Arman bersekolah di sekolah yang sama yang membuat hari-hariku semakin bertambah semangat pastinya.

Dengan keadaanku yang seperti ini, aku yakin badai sekeras apapun dapat aku terjang dan aku masih tetap dapat berdiri kokoh layaknya pohon pinus di tengah gurun.

Pagi ini, ayah akan mengantarkan diriku seperti biasa ke sekolah. Dan seperti biasanya, dia akan mengecup kening, pipi, serta bibirku sebelum aku turun dari mobilnya. Sebuah kebiasaan baru yang kami biasakan setelah hubunganku dengan ayah sampai kearah itu, dan pagi itu aku sengaja menunggui mobil Ayah sampai dia berangkat ke kantor.

Namun sebenarnya, aku juga memiliki tujuan lain pagi itu. Aku ingin menunggui Arman untuk sampai ke sekolah ini, dan aku yakin bahwa dia yang masih tidak paham dengan situasi sekolah ini akan merasa tidak nyaman karena belum bisa beradaptasi. Dan sebagai teman yang baik, aku ingin membantu dia beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan juga teman-temanku.

Matahari pagi ini seperti bersembunyi dibalik tebalnya selimut awan, sehingga membuat suasana terasa sangat sejuk di sekitar sekolahku yang ditumbuhi oleh pepohonan yang rindang ini. Hawa dingin itu kemudian menyeruak masuk ke tubuhku dan membuatku sedikit menggigil ketika menunggu kedatangan Arman, namun hal itu tidak berlangsung lama.

Arman yang sedari tadi kutunggu kini datang menghampiri diriku dengan motornya yang agak tua tersebut, dia berhenti tepat di depan diriku yang sedari tadi menantikan dirinya. Dia mengenakan jaket jeans berwarna biru navy, jaket itu terlihat tebal dan membentuk lekuk tubuhnya serta menjadikan dia terlihat lebih seksi di mataku.

Dia mengenakan helm hitam serta memakai sarung tangan yang terbuat dari kulit yang juga berwarna hitam, dengan pakaian yang sangat ngepas membuat dia semakin seksi terlihat. Aku menenggukkan ludah, kuyakin banyak lelaki serta perempuan yang akan menyukai Arman.

"Selamat pagi mas, apa mas daritadi sedang menantikan kehadiran saya?" tanya Arman setelah dia melepaskan helmnya.

"Benar sekali mas Arman, saya menantikan kehadiran anda sampai saya kedinginan di luar sini" jawabku dengan bibir manyun.

"Hei, jangan marah begitu. Nanti ketampananmu akan hilang, dan kau akan cepat tua teman. Sekarang tunjukkan dimana aku hari memarkirkan motorku ini" perintah Arman.

"Baiklah akan kutunjukkan jalannya" ucapku.

"Ayo naiklah, kau bisa menunjukkannya sambil aku bonceng di belakang" perintahnya padaku kemudian.

Akupun menaiki motornya yang terlihat cukup gagah, walaupun tidak terbaru namun dapat memberikan kesan macho dan jantan kepada sang pengemudinya. Dan dari tempat aku duduk ini – di belakang Arman – aku dapat mencium aroma parfum yang dikenakan Arman, sangat harum dan jantan. Akupun merangkulkan tanganku ke pinggang Arman. Dan ketika motor itu jalan, kueratkan pelukanku ke perutnya. Perutnya sungguh rata dan terpahat keras!

Journal Of Exaudi [Finished]Where stories live. Discover now