Chapter 16

2.7K 90 2
                                    

Perjanjian antara Exaudi dan Dika sungguh sangat memberatkan Exaudi. Sebab dengan terjadinya perjanjian itu, maka Exaudi tidak dapat memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Arman sesering mungkin. Ditambah lagi dengan dirinya yang harus mencari kawan untuk diajaknya belajar bersama di rumahnya nanti membuat dirinya tambah bingung harus berbuat apa. Benar yang dikatakan orang, buah dari kebohongan adalah kesengsaraan hidup. Dan itulah yang sedang dihadapi oleh Exaudi kini.

Kini Exaudi harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus melakukan perjanjian itu dan berusaha untuk menepatinya kepada Dika. Dan hal yang kemudian berat baginya adalah dia harus memberitahu Arman perihal ini. Memberitahu hal yang demikian bukanlah hal yang baik pada saat situasi begini. Sebab hubungan mereka masih dalam kondisi hangat-hangatnya.

Namun, bagaimanapun juga Exaudi harus tetap memberitahunya. Baik atau buruk yang akan terjadi berikutnya, terserahlah. Que Sera Sera. Exaudi tidak ingin hubungannya dengan Arman dibangun atas dasar kebohongan dan egoisme semata. Sebab hubungan yang dibangun diatas kebohongan serta egoisme menjadikan hubungan seseorang menjadi sebuah tipuan semata untuk mendapatkan apa yang orang itu inginkan.

"Arman, aku memiliki sesuatu untuk diberitahukan kepadamu. Dan ini merupakan masalah yang amat penting" ucap Exaudi sambil menemui Arman di kantin sekolah pagi itu.

"Oh iya? Apa itu kira-kira" ucap Arman santai.

Exaudi kemudian menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya untuk memberitahu hal tersebut kepada Arman dan menghadapi segala kemungkinan yang mungkin dihadapi olehnya.

"Begini. Kemarin aku melakukan perjanjian dengan Ayah tiriku. Aku berjanji bahwa aku akan pulang lebih cepat setiap hari dan tidak pergi keluyuran lagi sampai sore hari. Dan sebenarnya ini merupakan hasil dari kebohonganku dengan mengatakan bahwa aku pergi belajar dengan teman-temanku setiap sore, padahal kau tau sendiri aku kemana. Orang tuaku juga mengatakan bahwa dia khawatir dengan keadaan diriku jika aku tidak pulang cepat ke rumah. Dan aku tidak yakin kita bisa menghabiskan waktu bersama lagi seperti kemarin-kemarin" ucap Exaudi.

Raut wajah Arman nampak tidak senang. Ada sebuah garis yang memanjang kini hadir di jidatnya yang lumayan lebar itu dan dia hendak menyerang Exaudi dengan berbagai pertanyaan.

"Lantas kau akan mengikuti apa yang dibilang Ayahmu itu? Lalu bagaimana dengan janjimu yang akan selalu ada setia menemani diriku setiap hari seperti yang kau katakan tempo hari? Kau sudah melupakannya ya?" jawab Arman.

"Bukan begitu Arman, aku tidak melupakan hal itu sama sekali. Itulah yang menjadi kekhawatiranku. Bahwa perjanjian ini akan merusak perjanjian yang sudah kita buat" ucap Exaudi dengan nada cemas melihat temannya itu mulai naik darah.

"Mengapa pula kau turuti Ayahmu itu? Sejak kapan kau akur kepadanya? Bukankah dulu kau mengatakan bahwa dia adalah musuh terberatmu? Dan mengapa sekarang kini kau menjadi seperti budaknya. Sudah ingkari saja janjimu kepadanya" ucap Arman.

"Tidak semudah itu Arman. Aku mohon kau mengerti. Lagian kita dapat bertemu di berbagai kesempatan. Dan ini hanya masalah waktu, jika waktunya sudah tepat kita akan mengatur waktu kita agar bisa selalu bersama seperti dulu lagi" ucap Exaudi memelas.

Wajah Arman sekarang seperti sudah ditumbuhi tanduk di jidatnya. Kepalanya sudah sangat panas dengan omong kosong yang diucapkan oleh Exaudi ini. Sepertinya lelaki itu sengaja menjauhi dirinya dan lebih menuruti Ayah tirinya itu dibandingkan dengan dirinya. Dan hal yang paling tidak bisa diterima adalah Exaudi mengambil keputusan itu secara tiba-tiba tanpa mengatakan satu halpun kepada dirinya.

Journal Of Exaudi [Finished]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant