Ch 5 - Ex

1.5K 218 19
                                    

Singto mengulum senyum, "Ayo phi bantu bangun," ucapnya kalem. Ia menggapai kedua tangan Krist yang masih mengudara menanti bantuannya. Namun sebuah tarikan yang sangat kuat dari Krist justru mendahuluinya tanpa diduga-duganya, sehingga Singto yang belum siappun terhuyung dan jatuh menimpa tubuh Krist yang masih terlentang di atas tempat tidurnya.

Hampir saja! Singto menahan nafasnya begitu wajahnya hanya berjarak beberapa centi saja dengan wajah Krist, untung saja ia tadi dengan cekatan menahan tubuhnya sendiri dengan sikunya. Jika tidak, sudah dipastikan dahinya akan berbenturan dengan dahi Krist dan menimbulkan benjolan manja di sana.

Untuk beberapa saat Singto justru terdiam melihat mata Krist yang berubah sayu khas orang mabuk, keinginannya untuk beranjak dari posisinya tertunda begitu ia mendengar gumaman dari bibir Krist. Sesuatu yang menggelitik telinganya sehingga ia sangat penasaran untuk tahu apa yang dikatakan pria di bawahnya ini.

"Aku sangat merindukanmu, bagaimana bisa kau lakukan ini padaku Gie??," gumam Krist.

Singto terdiam mendengar gumamannya, ia tahu jika Krist saat ini tengah mengiranya sebagai orang lain. Melihat butiran air mata di kedua pelupuk mata Krist, tangan Singto tak tahan untuk menyentuhnya. Namun belum sempat jarinya menyentuh butiran air itu, dengan gerakan tak terduganya Krist mengangkat kepalanya untuk menubrukkan bibirnya tepat ke permukaan bibir miliknya tanpa ada kesempatan baginya untuk bergerak mundur. Sebuah kecupan singkat, namun sukses membuat Singto terkejut dengan membelalakkan matanya.

Bahkan ia tak bisa menarik mundur kepalanya karena dengan sangat tak disangkanya Krist menarik tengkuknya dengan kedua telapak tangan yang dilingkarkannya dengan kuat untuk kembali mempertemukan kedua benda kenyal tersebut. Namun dengan kuat pula Singto menahan kepalanya, sehingga kini hanya beberapa centi saja bibirnya hampir bersentuhan untuk kedua kalinya.

"Hey, hey, nong!!. Sadar! Aku bukan kekasihmu," interupsi Singto. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Krist hingga pria di bawahnya itupun kembali mencoba menajamkan pandangan matanya di antara rasa pening yang mendera kepalanya. Meskipun kesadarannya belum kembali seratus persen, setidaknya kini Krist bisa melihat dengan jelas dan mengenali siapa orang yang baru saja ia cium. Shiiiitt....!! Ia berani bersumpah jika beberapa saat lalu ia melihat Gigie ada di dalam kamarnya dan menjatuhkan tubuh rampingnya ke atas tubuhnya. Seperti de javu, iapun merasa dirinya telah terseret ke moment indah ketika bersama wanita itu dulu. Tentu saja ia tak akan melewatkan begitu saja. Namun, ia juga tak akan menyangka jika pria inilah yang pada akhirnya menjadi korban keganasannya. Astaga.... ingin sekali ia mati saat ini saking malunya. Untung saja Singto tidak langsung melayangkan tinju atau sepakannya ke mukanya yang tampan ini karena perbuatannya yang menjijikkan ini.

Tak berhenti mengumpat, Kristpun mencoba mendudukkan dirinya begitu Singto menjauhkan tubuhnya untuk kembali berdiri. Dengan masih mengusap bibirnya yang baru saja terkontaminasi air liur pria lain, Krist mencoba meminta maaf di antara atmosfer aneh yang menguar memenuhi kamarnya. Singto juga melakukan hal yang sama, ia mengusap bibirnya dengan punggung tangannya. Namun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun sehingga Kristpun merasa sangat tidak enak. Ia tidak tahu apa yang dirasakan Singto saat ini. Marahkah? Jijik? Atau ingin muntahkah? Astaga.... Krist merasa dirinya benar-benar seperti orang yang menjijikkan. Ia tidak bisa menjamin apakah besok Singto akan masih mau menemuinya atau tidak.

"Mai phen rai.... Sepertinya kau tadi mengira aku ini kekasihmu," cleeeess....seketika perasaan lega menerpanya seperti angin AC di kantornya. Hah.... melihat Singto terkekeh sembari mengusap-usap bibirnya, ia merasa sangat beruntung karena ternyata Singto tak bertingkah seperti apa yang dibayangkannya.

"Jadi ke kamar mandi tidak? Ayo aku bantu,"

"Khrap!!,"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah menceburkan kepalanya ke dalam air beberapa saat, akhirnya Krist merasa lebih baik. Jika saja ada kolam renang di rumahnya, pasti ia sudah menceburkan tubuhnya untuk membuat badannya sejuk. Tak mungkin pula dirinya merendam tubuhnya di bak mandi mengingat jika dirinya sedang tidak sendiri. Ada Singto di rumahnya dan ini sudah hampir tengah malam pria itu menemaninya seperti bodyguard yang terus mengawasi gerak geriknya.

A MEDICINEWhere stories live. Discover now