Ch 18

1.3K 96 33
                                    

Helloooooo...... saya kembali lagi para readers yang terhormat. Untuk melanjutkan Medicine yang uda kalian para readersku yang sangat setia tunggu.... *\( *ω*)┓ dengan kekuatan bulan, akhirnya aku kembali lagi teman-teman. Dan sesuai janji, aku lanjut cerita yang enggak kelar-kelar ini. Wkwkwkwk..
Aku harap kalian tetap setia, setia menemani hari-hari si penulis yang gini-gini aja. Setidaknya bikin kalian seneng dan sebel itu jadi penyemangat tersendiri bagi aku yah.. haha

Y udah.... aku berhenti ngomong dah, silakan membaca ya teman-teman....

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Ketika nanti aku sudah menjadi dokter, apa kau mau melewati masa depan bersamaku?," sebuah pertanyaan polos ketika Krist masih kuliah dulu. Gigie yang sedang merebahkan kepalanya di pangkuannya tersebutpun terdiam beberapa saat sebelum memaksakan sebuah senyuman manis.

"Kita sudah menjalaninya. Setiap hari kita menjalaninya dengan bahagia bukan?," jawab Gigie mencubit hidung Krist sampai si empunya meringis kesakitan. Gigie melihatnya cengengesan sembari beranjak dari tempat tidur Krist lalu berlari kecil ke arah kamar mandi.

"Mau mandi bersama?," tanya Gigie sembari menggigit bibir bawahnya nakal.

Krist mengerling tak kalah nakal, dengan semangat iapun segera beranjak dari tempat tidurnya bermaksud menyusul Gigie yang perlahan membuka pintu kamar mandinya sembari memainkan jarinya menyuruhnya untuk mendekat. Akan tetapi belum sempat Krist melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia merasa kakinya lumpuh total. Membuatnya terjatuh terjelembab ke lantai kamarnya yang dingin. Sekuat tenaga ia mencoba menggerakkan kakinya, akan tetapi hasilnya tetaplah nihil. Iapun mulai berteriak ketakutan, mencoba meminta tolong kepada Gigie yang entah justru hanya diam berdiri melihatnya tanpa ekspresi. Sekuat tenaga Krist mencoba menggerakkan tubuhnya, berusaha menggapai apapun untuk bisa membantunya berdiri. Tapi lagi-lagi yang dilakukannya hanyalah sia-sia, ia justru tidak sengaja menarik kabel sehingga membuat lampu tidur di atas meja nakasnya terjatuh ke lantai dan pecah.

Melihatnya yang sedang kesulitan, Gigie justru meninggalkannya. Wanita itu justru masuk ke dalam kamar mandi sembari melepas seluruh pakaiannya. Di antara celah pintu yang terbuka setengah itu, Krist bisa melihat dengan jelas bahwa ada pria lain di dalam sana. Seorang pria yang menyambut kedatangan Gigie dengan senyum bahagianya. Krist sangat yakin jika kedua orang yang sedang bersama di kamar mandinya itu tengah bercumbu sekarang, tepat sebelum seseorang menghalangi pandangannya dengan sepasang kakinya.

Perlahan Krist mendongakkan kepalanya untuk melihat si pemilik kaki tersebut yang juga tengah mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri.

"Phi Sing?," ucap Krist tak percaya. Sebuah senyuman hangat langsung ia dapatkan, ia heran entah bagaimana bisa Singto juga ada di kamarnya. Dan yang membuatnya heran lagi, ia bisa menggerakkan kakinya dan bisa berdiri lagi setelah Singto membantunya untuk bangun.

"Tidak apa-apa... kau akan baik-baik saja...," ucap Singto kalem sembari mengusap kepalanya sayang.

Seketika Krist terbangun, hal yang dirasakannya ketika membuka matanya adalah usapan lembut di kepalanya. Sama seperti mimpi yang baru saja ia alami, ia langsung disuguhi senyum hangat dari Singto begitu memalingkan mukanya ke kursi pengemudi.

"Krist, kita sudah sampai," ucap Singto kalem.

"Au, phi! Maaf aku ketiduran! Kita sudah sampai?," Krist segera membenarkan duduknya dan melepas sabuk pengamannya.

Singto tertawa pelan melihat Krist yang menguap beberapa kali, menurutnya Krist yang sedang mengucek kedua matanya itu nampak manis dan menggemaskan. Sampai Singtopun tak sabar menyambar bibir Krist untuk dikecupnya ketika si pemiliknya lengah.

A MEDICINEWhere stories live. Discover now