Ch 11 - Owe

1.2K 170 35
                                    

Krist baru tahu jika orang baik hati yang telah mengantarkannya pulang ketika ia mabuk di tempat Nat dulu adalah Singto. Itu berarti ia sudah bertemu Singto jauh sebelum kejadian di jembatan itu. Berarti juga jika sebenarnya sejak awal memang Singtolah orang yang selalu menolongnya. Sederet kejadian malam itu berputar kembali, otaknya memaksanya untuk mengingat kejadian-kejadian yang telah dilupakannya karena mabuk.

'Lihat aku khun! Aku tampan tidak!,' ia ingat ucapannya waktu itu. Bagaimana ia menangkup wajah Singto dan menanyakan pertanyaan yang sama. Meracau di dalam mobilnya dan menangis sembari meratapi nasibnya karena ditinggal menikah Gigie. Adegan di mana ia terus menampari pipi Singto karena menurutnya terlalu lambat saat mengemudikan mobilnyapun tak luput dari ingatannya. Astaga... Krist memijit pelipisnya. Kepalanya tiba-tiba pusing saat ingat bagaimana ia menarik kepala Singto untuk mencium pipi pria itu sebagai tanda terima kasih. Terparahnya ia pernah menciumnya tepat di bibirnya ketika ia tidak sadar karena mengiranya Gigie. Sekarang ia sadar betul jika ternyata dirinya sendiri yang memulainya, membuat perasaan Singto tumbuh seiring dengan keinginannya untuk selalu bertemu dengannya. Singto tidak pernah mengatakan apapun tentang malam itu, bahkan ketika mengajaknya ke tempat Nat sekalipun.

Iapun kembali duduk di kursi kemudinya, menjalankan mobilnya untuk menuruti hatinya yang mempunyai kenginan kuat untuk bertemu Singto.

.
.
.
.
.
.
.
.

Singto memarkir motornya di sebelah tempat neneknya berjualan. Tepat setelah ia selesai dengan kerjanya ia langsung melesat ke tempat neneknya bekerja untuk membantunya.

"Maaf, sudah habis..," ucap si nenek ke arah beberapa pembeli yang berdatangan.

"Sudah habis nek?," tanya Singto memastikan lagi. Melihat raut kecewa di wajah para pembeli tadi rasanya ia tidak tega.

Si nenek mengangguk, "Hari ini sangat ramai," jawabnya senang.

"Maaf aku tidak bisa membantumu nek hari ini. Nenek pasti capek sekali," sesal Singto yang langsung membantu neneknya berberes.

"Tidak apa-apa, kau kan juga bekerja!"

Dari kejauhan di seberang jalan terlihat sebuah mobil berwarna putih yang sudah sejak satu jam lalu berhenti di pinggir jalan. Di dalam mobil tersebut ada Krist di kursi kemudi, sejak tadi ia menunggu kedatangan Singto ke tempat jualan neneknya. Ia ingat jika setiap malam Singto akan selalu datang ke tempat itu untuk membantu neneknya mendorong gerobak. Dikarenakan rasa kantuk yang sangat dan lamanya ia menunggu, Krist sampai tidak sadar jika ia tertidur. Tapi ia beruntung karena ia bangun tepat ketika Singto selesai membantu neneknya berberes dan bersiap mendorong gerobak pulang.

Melihat itu Krist jadi panik, ia datang ke sini dan menunggunya lama untuk menemui pria itu. Buru-buru ia turun dari mobilnya untuk menghampiri Singto sebelum pria itu pergi jauh. Saking terburu-burunya ia langsung berlari menyebrangi jalanan yang tampak tak begitu ramai itu tanpa memastikannya lebih dulu. Bahkan Krist tidak sadar jika saat ini ada sebuah mobil tengah melaju cepat menuju ke arahnya.

Ckiiiiiiiitttttttt

Dari sekian kebodohan yang pernah dilakukannya, Krist merasa kali ini adalah hal yang paling bodoh.   Bisa-bisanya ia berlari begitu saja di jalanan tanpa mengeceknya lebih dulu, karena kebodohannya ini juga nyawanya hampir melayang. Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup, mobil itu mengerem tepat waktu meskipun harus membanting stir dan hampir menabrak pohon.

"KAU ITU PUNYA OTAK TIDAK!? APA KAU HIDUP DI HUTAN SAMPAI MENGIRA JALANAN INI TANAH LAPANG YANG BISA KAU PAKAI UNTUK BERLARIAN!?," orang yang menyetir mobil tersebut keluar dari mobil dan memakinya habis-habisan. Tentu saja orang itu marah dan sangat kesal, ia hampir menabrak orang dan hampir menabrak pohon yang tentu saja hampir membuat dirinya sendiri kehilangan nyawa.

A MEDICINEWhere stories live. Discover now