Ch 9 - Love?

1.3K 176 33
                                    

Membolak balikkan tubuhnya seperti nasi yang dimasak di atas penggorengan, Krist mungkin telah lupa bagaimana ia bisa pergi dari suasana diluar bayangannya ketika berada di tempat Nat tadi. Namun, pada kenyataannya pertanyaan Singto untuknya tadi masih terngiang-ngiang di telinganya sampai sekarang fajar sudah hampir menjumbul dari tempat persembunyiaannya dan ia sama sekali belum bisa menjatuhkan dirinya ke alam bawah sadar. Ia masih terjaga sembari memikirkan ucapan Singto tersebut.

"Lalu, apakah kau menyukaiku?"

Pertanyaan itu terus terdengar, seperti bisikan-bisikan yang entah datang dari mana. Memenuhi otaknya, mencari sesuatu di dalam dirinya hingga iapun juga mulai mempertanyakan sesuatu yang mengganjal sehingga membuatnya merasa tidak jenak.

"Apa aku menyukainya?," Krist bertanya pada dirinya sendiri. Perasaan seperti itu tidaklah wajar menurutnya, meskipun harus diakuinya jika ia merasa selalu nyaman ketika bersama dengan Singto. Ataukah hanya karena dirinya anak tunggal? Ia sangat memimpikan mempunyai saudara sejak kecil. Ia bahkan selalu penasaran bagaimana rasanya mempunyai kakak dan ia merasakannya ketika bersama Singto. Tapi benarkah hanya sebatas itu? Jika hanya sebatas itu, tidak seharusnya ia marah ketika melihat Apple mencium pipi Singto waktu itu.

"Aku benar-benar sudah gila," Krist mengacak-acak rambutnya frustasi. Teringat wajah Singto yang berubah serius, rasanya ia seperti melihat diri Singto yang lain. Sangat berbeda. Jika biasanya Singto selalu tampil dengan raut wajah ceria tanpa melupakan sama sekali senyuman hangatnya, kali itu tatapan Singto benar-benar bisa memerangkapnya. Ia tak bisa melihat ke arah lain, bahkan untuk bernafas saja rasanya sangat sesak.

Krist melirik jam weker di meja nakasnya, sudah pukul 04:20. Ini artinya dia sudah bergadang semalaman hanya karena Singto. Ya, Singto!! Krist bersumpah jika Singto telah merubahnya menjadi manusia aneh sekarang. Iapun mengambil ponselnya, melihat foto-foto Gigie yang disimpannya diam-diam dari laman instagramnya.

"Apa kau sudah bahagia seperti yang kau impikan?," tanyanya sembari menatap Gigie di layar ponselnya. Seakan foto yang ada di ponselnya itu benar-benar bisa berinteraksi dengannya, Krist terus mengajaknya berbicara sampai iapun menyadari sesuatu. Akhir-akhir ini ia jarang sekali melihat foto Gigie, atau lebih tepatnya tidak pernah lagi. Mungkin ia sudah jarang juga memikirkannya, atau... tidak pernah lagi juga?

Menggeleng kuat, Krist meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak ambil pusing. Maka iapun memilih bangun dari tempat tidurnya, jogging pagi tidaklah buruk. Mungkin otaknya sedang butuh udara segar agar terbebas dari kontaminasi.

Setelah mengganti bajunya dengan kostum olah raganya, Krist segera turun ke lantai bawah. Bermaksud memakai sepatu olahraganya, tiba-tiba iapun teringat Singto. Ia membeli sepatu itu secara online, dan ia tidak menyangka jika ternyata kurir yang mengantarkannya adalah Singto. Saat itu ia sedang kesusahan membenarkan pipa rumahnya yang bocor. Dan dengan mudahnya Singto mengatasinya. Dengan penampilan culunnya, Krist tidak menyangka jika Singto bisa berubah keren ketika sedang serius memperbaiki pipanya. Mulai saat itu, ia jadi sering bertemu dengan Singto. Entah itu disengaja atau tidak disengaja, ia semakin akrab dengannya. Setidaknya ia tidak merasa kesepian lagi.

Hah....

Sebuah desahan keluar dari mulutnya, apapun yang didengarnya kemarin dari cerita Singto dan Nat membuatnya penasaran akan kehidupan Singto yang sesungguhnya. Dari mana dia berasal? Bagaimana kehidupannya yang sesungguhnya? Apa impiannya? Banyak pertanyaan yang berputar di otaknya. Tapi sekali lagi ketika pertanyaan Singto itu kembali menggema, ia juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Apa aku menyukainya?"

Ponsel Krist berdering, menandakan sebuah panggilan masuk ketika ia sudah bersiap untuk memulai joggingnya. Krist melihat nama Ice terpampang di layar ponselnya. Aneh, ini masih terlalu pagi untuk mengusiknya meskipun si penelfon itu mendapat jatah shift malam.

A MEDICINEWhere stories live. Discover now