Part 01

130K 2.6K 17
                                    

Katerkejutan Andini nyatanya berhasil membuat ke dua sejoli yang tengah memaduh kasih itu terganggu. Terlebih karena suara kertas map yang terjatuh di lantai, menghasilkan suara yang membuat si pria itu menegakkan tubuhnya untuk memeriksa ke asal suara. Tapi mata tajamnya justru menemukan seoarang wanita cantik yang berdiri kaku, melihat syok ke arahnya. Sampai saat wanita itu tersadar dan segera menutupi seluruh wajahnya dengan ke dua telapak tangannya, sembari menurunkan tubuhnya untuk mengambil kembali beberapa map yang sudah dijatuhkannya.

"Maaf, Pak. Kalau saya sudah mengganggu," ujar Andini tanpa mau menatap ke arah Bosnya, karena pria itu nyaris bertelanjang dada karena kemejanya tidak dikancing seluruhnya. Sedangkan Andini seketika berdiri setelah berhasil mengambil mapnya dengan susah payah, karena pandangannya tertutup oleh telapak tangannya sendiri.
   
Al Bara Putra Mahesa, nama dari pria tampan yang saat ini terdiam sembari merapihkan celananya. Sedangkan pandangannya terus saja tertujuh ke pada wanita yang meringkuk takut, yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Mata tajamnya terus saja menjelajah ke setiap inci dari tubuh sintal wanita itu, membuatnya kian bergairah hanya dengan melihat tubuhnya yang berlekuk.

Lelaki yang biasa disapa Bara itu tiba-tiba tersenyum tipis, tanpa mau mengalihkan pandangannya dari wanita yang diduga adalah Karyawan baru di Perusahaanya. Membuat hatinya kian penasaran untuk semakin mendekati tubuhnya, terlihat dari kaki jenjangnya yang mulai melangkah mendekat. Sampai saat tangan Bara tiba-tiba digenggam Karyawan yang sempat diajaknya bercinta, membuat tatapan lelaki itu teralih untuk menatapnya. Di sofa, Karyawan yang Bara tahu namanya Laura itu tengah menatapnya dengan sorot mata memohon, seolah ingin mengatakan bila acara bercinta mereka harus dilanjutkan.

"Pak," panggilnya pelan, sedangkan napasnya terlihat memburu menahan sesuatu yang ingin segera dipuaskan. Membuat Bara segera menarik paksa tangannya dan menatap tajam ke arah Karyawannya tersebut, seolah ingin menekankan bila dirinya tidak suka diperintah, terlebih oleh Karyawannya sendiri. Karena untuk seorang Bara, hidupnya adalah miliknya tanpa ada seorang pun yang mampu mengendalikannya.

"Pergi dari sini, Laura." Bara berujar tegas sembari melemparkan segepok uang pada tubuh Laura yang nyaris telanjang. Membuat wanita itu segera menegakkan tubuhnya dari sofa dan membenahi pakaiannya, dengan sangat amat terpaksa. Sampai saat Laura merasa cukup rapi membenahi pakaiannya sendiri, tubuhnya segera ia dirikan sembari membawa uang gepokan yang baru saja Bosnya berikan padanya. Dan melangkahkan kakinya pergi dari ruangan itu meski tatapan tak sukanya terus saja tertuju ke arah Karyawan baru yang sudah mengganggu kesenangannya.

Setelah Laura sudah benar-benar pergi dari ruangannya, Bara kembali berjalan untuk menghampiri Karyawan barunya, yang konyolnya masih mempertahankan aksinya untuk tetap menutupi seluruh wajahnya dengan map yang dibawanya. Membuat Bara lagi-lagi tersenyum, melihat keluguhan dari wanita itu.

"Siapa namamu?" Bara bertanya tenang sembari mengelilingi tubuh Karyawan barunya, dengan tatapan nakalnya yang tak pernah teralih dari tubuh wanita tersebut.

"An ... Andini, Pak." Andini menjawab gugup tanpa mau menatap ke arah Bosnya, meski map yang menutupi wajahnya sudah sedikit wanita itu turunkan, menyisahkan wajah tertunduknya penuh sorot mata ketakutan.

"Saya minta maaf Pak, bila saya sudah mengganggu Bapak tadi, saya tidak tahu bila Bapak sedang ... eh begitu," ujar Andini mencoba meminta maaf, meski ketakutan jelas terdengar dari suaranya.

"Saya minta maaf sebesar-besarnya atas kelancangan saya, Pak. Saya mohon, jangan pecat saya." Andini kembali berujar dengan nada yang sama, membuat Bara tersenyum penuh arti kali ini.

"Tentu saja aku tidak akan memecatmu, karena aku akan merugi bila aku melakukannya." Bara menjawab tenang, membuat Andini bisa bernapas lega kali ini.

"Kamu tahu kenapa?" Bara justru bertanya, membuat Andini menyerngit bingung di balik tundukannya. Karena wanita itu pikir, Bosnya itu tidak harus memiliki alasan khusus selain karena Andini itu adalah Karyawan baru yang harus dimaklumi, bila ada kejadian baru yang dilihatnya di luar pekerjaan kantor.

"Karena saya Karyawan baru ... yang belum mengerti apa-apa, Pak." Andini menjawab seadanya menurut penilaiannya.

"Kalau hanya itu, aku tidak akan rugi memecatmu, Andini." Bara menjawab sarkastik, membuat Andini berpikir keras untuk mencari tahu maksud dari ucapan Bosnya.

"Lalu ... karena apa, Pak?" Andini berusaha memberanikan diri untuk bertanya, karena rasa penasarannya yang ingin sekali mengetahui maksud dari laki-laki yang menjabat CEO di tempatnya bekerja itu.

"Karena kamu menarik," bisik Bara tepat di depan telinga Andini, membuat empunya terhenya kaget dan seketika menjauhkan tubuhnya dari keberadaan Bosnya.

"Apa maksud Bapak?" Andini bertanya sembari menatap Bosnya dengan sorot mata curiga dan waspada. Sedangkan Bara justru tersenyum dan berjalan kembali ke arah Andini, membuat wanita itu kian waspada menerima kehadirannya.

"Tubuhmu sangat menarik, hingga aku merasa tidak sabar untuk menelanjanginya," ujar Bara memperjelas ucapannya sembari membelai pelan pipi Andini, setelah tubuhnya sudah berada di hadapan Karyawan barunya tersebut. Membuat Andini seketika melototkan matanya terlihat syok, terlebih apa yang dilakukan tangan Bosnya itu membuat wanita itu geram dibuatnya.

"Bapak jangan kurang ajar ya," sentak Andini sembari menepis tangan Bara yang berada di pipinya. Membuat laki-laki itu terdiam, menatap Andini dengan sorot mata dingin.

"Saya sudah memiliki Tunangan dan sebentar lagi saya akan menikah. Alangkah baiknya bila Bapak menjaga tindakan buruk Bapak ke pada saya. Karena saya tidak ingin dijamah tangan lelaki lain, selain Suami saya sendiri," jelas Andini tegas, ke arah Bosnya yang masih memertahankan tatapan yang sama.

"Kamu sudah memiliki Tunangan dan kamu akan segera menikah? Lalu ... apa masalahnya bila kamu bercinta denganku?" ujar Bara terdengar santai, yang justru ditatap tak percaya oleh mata Andini saat ini.

"Tentu saja itu masalah besar, Pak. Bagaimana mungkin Bapak bisa berpikir untuk menyentuh saya, sedangkan Bapak sendiri bukan Suami saya." Andini berujar dengan nada tak habis pikir, seolah apa yang diucapkan Bosnya itu adalah kekonyolan orang gila yang tak memiliki akal sehat. Sedangkan Bara justru kembali melangkahkan kakinya, ke arah Andini yang lagi-lagi memasang aksi waspada. Namun semua seakan nihil dilakukannya, karena Bara begitu cepat berada di samping tubuhnya sembari menyentuh rahangnya, sedangkan tangan kanan laki-laki itu begitu erat merengkuh pinggang sekaligus ke dua tangannya saat ini. Membuat Andini kesusahan untuk melarikan diri, meski sedari tadi wajahnya ia alihkan ke arah lain untuk menghindari sentuhan jari-jari Bara yang bersemayam di rahangnya.

"Apa kamu ingin aku menikahimu?" bisik Bara sensual tepat di telinga Andini, membuat wanita itu kian menghindari bibir Bara yang sudah berhasil menyentuh kulitnya.

"Tentu saja tidak, Pak. Tolong lepaskan tangan Bapak dari tubuh saya," mohon Andini terdengar gelisah dan khawatir, terlebih karena Bosnya terus saja mendekatkan bibirnya ke arah wajah Andini yang sedari tadi berusaha menghindarinya.

"Kenapa aku harus melakukannya?" Bara menjawab acuh tanpa mau menghentikan aksinya, yang bahkan sekarang tingkah lakunya kian nakal kala tubuhnya justru mendorong tubuh Andini hingga membentur dinding. Membuat wanita yang berstatus sebagai Karyawan barunya itu kian ketakutan, mendapat perlakuannya yang memang sudah terbiasa bertindak gila.

"Saya mohon, Pak. Jangan seperti ini, saya tidak mau calon Suami saya kecewa, bila dia tahu saya pernah disentuh oleh laki-laki lain. Tolong lepaskan saya, Pak!" Andini memohon takut sembari berusaha mengalihkan wajahnya ke arah mana pun, asal tidak ke arah wajah Bosnya yang sedari tadi berusaha mendekatinya.

Mendengar permohonan tulus dari bibir Karyawannya itu, membuat Bara menghentikan aksinya dan melepaskan rengkuhan tangannya pada tubuh Andini. Lalu menatap wanita cantik berambut lurus dan panjang itu, dengan sorot mata dingin yang sulit Andini artikan. Meskipun begitu, Andini sudah bisa bernapas lega sekarang, karena Bosnya sudah mau melepaskan tubuhnya.

"Terima kasih, Pak. Saya permisi dan ... eh ini adalah surat kontrak kerja Bapak yang harus segera ditanda tangani," ujar Andini terdengar ketakutan sembari menggeletakan map yang sedari tadi di bawahnya itu ke atas meja kerja milik Bosnya. Lalu berjalan pelan ke arah luar ruangan dan menutup pintunya, meninggalkan Bara yang terdiam menatap pintu ruangannya yang sudah tertutup.

"Menarik." Lelaki itu bergumam lirih sembari tersenyum penuh arti.

         
              

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Where stories live. Discover now