Part 19

56.9K 1.6K 17
                                    

Bara berjalan lirih ke setiap lorong rumah sakit yang dilewatinya. Memikirkan ucapan pamannya itu, rasanya tidak ada habisnya. Entah apa yang sebenarnya ingin Bara ungkapan dan cari jawabannya, tapi yang pasti hatinya mengatakan bila dirinya memang memiliki ketertarikan akan pesona Andini yang menawan. Seolah sangat susah untuk Bara tolak dan lawan, bila semua itu mengenai tentang wanita itu. Tanpa disadari empunya, bibirnya justru tersenyum tipis, merasa ada sedikit kebahagiaan hangat, yang sudah lama Bara tidak rasakan. Sampai saat langkahnya berada di depan pintu, di mana Andini dirawat. Bara menarik knop pintu, untuk membukanya. Namun, seperkian detiknya lagi, Bara justru melihat seorang Dokter muda laki-laki sudah berada di dalamnya.

"Hai, Andini. Saya Dokter Ali, yang akan selalu mengawasi perkembangan kesehatanmu di sini ya."

"Iya, Dok."

"Bagaiman dengan keadaanmu sore ini? Apa kamu merasa sudah cukup baik?" Suara dokter muda itu menggema ringan, sembari memasang senyum ramahnya ke arah Andini, yang hanya ditatap dingin oleh Bara yang berjalan masuk ke arah ruangan lalu duduk di sofa.

"Sudah, Dok. Saya merasa lebih baik dari sebelumnya." Tidak seperti biasanya yang selalu ketus padanya, Bara justru melihat senyum Andini mengembang ke arah dokter itu. Membuat Bara diam-diam membencinya, seolah ada rasa yang membuatnya gerah melihat keakraban mereka.

"Syukurlah. Kalau begitu, infus darahmu akan saya ganti dengan dengan infus yang biasa ya." Andini hanya mengangguk pelan, kala dokter muda itu berniat mengganti infusnya. Sampai saat Andini menyadari kehadiran Bara yang begitu tenangnya duduk di sofa, sedangkan tatapannya begitu tajam melihat ke arahnya. Membuat Andini seketika mengelak dan mengalihkan tatapannya ke arah lain, karena bagi wanita itu, Bara adalah sosok laki-laki yang masih dibencinya.

"Maaf ya, Andini. Tangannya saya pegang dulu untuk mengganti selang infusnya," ujar dokter muda yang bernama Ali itu terdengar begitu ramah, yang hanya ditanggapi anggukan pelan diiringi senyum tipis oleh Andini.

"Jangan lama-lama!" sahut Bara ketus, yang saat ini masih duduk di sofa bak raja kesultanan. Membuat Andini menoleh ke arahnya dengan tatapan memicing, seolah ingin menegur Bara kali ini.

"Iya, Pak. Sebentar saja, tangan kekasihnya saya pinjam dulu ya." Suara Ali kini terdengar untuk menjawab sahutan Bara, diiringi senyum khas miliknya yang justru terkesan lebih berwibawa.

"Saya bukan Kekasihnya, Dok." Andini mengelak tegas, membuat Ali terkekeh pelan mendengarnya.

"Lalu siapanya? Kakaknya ya?" Ali bertanya ramah sembari masih fokus mengganti selang infus milik Andini.

"Saya saja tidak kenal." Andini menjawab acuh, dengan sesekali melirik malas ke arah Bara.

"Kamu memang bukan kekasihku, tapi kamu itu adalah calon Istriku. Jadi, jagalah sikapmu ke pada pria manapun, termasuk dokter sekali pun." Bara menjawab tegas, membuat Andini melototkan matanya saking tidak percayanya ia akan ucapan Bara yang terdengar ngelantur.

"Apa katamu?" Andini menyahut tidak terima, membuat Ali tersenyum canggung melihat mereka yang justru adu debat karena candaannya.

"Maaf, bila ucapan saya menyinggung hati di antara kalian. Saya tidak bermaksud apa-apa, selain hanya karena saya ingin bercanda dengan pasien saya, seperti yang lain." Ali menyahut sopan diiring senyum khasnya, yang membuat Andini tidak enak hati melihatnya, namun berbeda dengan Bara yang justru muak melihat sikap dari dokter muda tersebut.

"Tidak kok, Dok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Andini sembari tersenyum ramah yang ditanggapi sama oleh Ali, yang saat ini juga tengah menatap Andini. Membuat Bara geram melihat ke duanya saling bertatap, merasa panas di hatinya mampu membakar dadanya saat ini juga.

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Where stories live. Discover now