Part 11

73.7K 1.6K 19
                                    

Andini menatap tak percaya, ke arah tumpukan file yang berada di atas mejanya. Begitu banyak dan menggunung, seolah akan roboh hanya dengan sekali tiup saja. Membuat Ellena yang baru datang seketika menaikan salah satu alisnya, melihat raut wajah lesuh Andini kala melihat pekerjaannya yang begitu menumpuk.

"Wah, sepertinya kamu harus lembur, Andini." Tiba-tiba Ellena berbicara dengan nada takjub, membuat Andini menoleh ke arahnya dengan sorot mata malas sekaligus kian tak percaya.

"Kenapa pekerjaanku banyak sekali, sedangkan pekerjaanmu hanya sedikit?" Andini bertanya tak terima, yang justru ditanggapi tawa oleh Ellena.

"Tentu saja, itu karena aku membawa sebagian pekerjaanku ke rumah kemarin." Ellena menjawab santai sembari duduk di kursi kerjanya.

"Tapi kan kemarin hari libur?" Andini menyahut tak habis pikir, sembari mendudukkan tubuhnya di kursinya diiringi tatapan kesal ke arah file-file yang menumpuk di atas mejanya.

"Karena kemarin hari libur, makanya aku membawa sebagian pekerjaanku ke rumah. Karena aku tahu, setelah aku kembali bekerja besoknya, pekerjaanku akan menumpuk dua kali lipat dari biasanya."

"Itu sama saja kita tidak memiliki hari libur, Ellena. Dan itu artinya, kita dituntut bekerja setiap hari. Yang benar saja?"

"Itu lah konsekuensi bekerja di perusahaan yang sedang berkembang pesat, Andini. Sudah lah, lebih baik kamu mulai saja pekerjaanmu! Semakin cepat kamu kerjakan, semakin cepat juga kamu pulang." Andini tidak bisa menjawab apa-apa, selain mengambil map pertama untuk segera ia kerjakan.

"Andini." Suara seorang wanita menginterupsi Andini untuk menoleh ke asal suara, diiringi tatapan tanpa minat dari ke dua matanya.

"Apa?"

"Kamu dipanggil Pak Bara."

"Untuk apa?"

"Entah lah. Pak Bara tidak mengatakannya akan hal itu, tapi yang pasti kamu harus ke ruangannya sekarang."

"Astaga, laki-laki itu." Rasanya Andini ingin sekali mengumpat marah, saking banyaknya kesialan yang sedang menimpanya hari ini. Dan entah kesialan apa lagi yang harus Andini terima, bila bosnya yang Psikopat itu memanggilnya lagi hari ini.

"Baik lah. Terima kasih." Meski sedang marah, tapi sebisanya Andini bersikap ramah ke semua orang di sana, termasuk ke wanita yang biasa dipanggil Ella itu.

"Hm." Wanita itu menjawab seadanya lalu berlenggang pergi dari hadapan Andini saat ini. Sedangkan Ellena yang mendengar pembicaraan mereka, seketika menoleh ke arah Andini dengan sorot mata bertanya.

"Pak Bara mencari kamu lagi?" Ellena bertanya yang diangguki tak suka oleh Andini.

"Dasar, bos menyebalkan. Apa dia tidak tahu, kalau pekerjaanku sedang menumpuk hari ini? Bisa-bisanya dia mencariku di saat seperti ini," gerutu Andini kesal.

"Dari pada menggerutu, lebih baik kamu berdoa saja! Kalau Pak Bara tidak akan menggodamu lagi kali ini." Ellena menyahut sarkastik, membuat Andini ingat bila bosnya itu bukanlah bos seperti kebanyakan orang.

"Aduh, bagaimana ini Ellena? Aku takut Pak Bara bersikap kurang ajar lagi padaku. Atau jangan-jangan ... Pak Bara akan balas dendam padaku?"

"Balas dendam karena apa?"

"Kemarin aku membentaknya."

"Tamat riwayatmu, Andini. Untuk apa kamu membentak Pak Bara? Dia kan orangnya tidak bisa dibentak."

"Kemarin, Pak Bara terlalu merendahkan harga diriku," jawab Andini lesuh, membuat Ellena mengangguk pelan seolah bisa mengerti.

"Aku harus bagaimana, Ellena?"

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Where stories live. Discover now