Part 17

59.9K 1.7K 22
                                    

Sedari tadi, Andini hanya mampu terdiam setelah ucapan Bara yang terdengar kian menakutkan di telinganya. Membuat Bara yang sedari tadi turut memperhatikannya, lagi-lagi dibuat gemas dengan tingkah laku Andini saat ini. Ya, Bara tahu, kenapa Andini berekspresi sampai segitunya. Tapi ayo lah, itu hanya sebuah keperawanan yang tak terlalu berarti untuk Bara, sedangkan Andini terlalu berlebihan mengespresikannya dan Bara membencinya.

"Sekarang apa lagi? Ayo, istirahat lah." Bara mendirikan tubuhnya berniat untuk membantu Andini membaringkan tubuhnya di ranjang. Namun, sebelum ke dua tangannya menyentuh tubuh Andini, Bara justru dibuat terdiam dan tersenyum tipis melihat Andini begitu cekatan membaringkan tubuhnya sendiri dan menutup tubuhnya dengan selimut sampai pundak, meski pada akhirnya Andini justru memiringkan tubuhnya untuk membelakangi Bara. Ingin rasanya Bara menegur wanita itu, namun sebelum itu terjadi, suara ketukan pintu membuat Bara mengurungkan niatnya. Di sana, di depan pintu ruangannya saat ini, ada Aldrick dan Alga tengah berjalan masuk. Membuat Bara seketika tersenyum, seolah ingin menyapa paman-pamannya yang jarang sekali ditemuinya.

"Hai, Om Alga."

"Hai, Om Aldrick. Bagaimana dengan kabar kalian?" Bara menyapa ke duanya dengan nada ramah dan hangat, yang sama-sama diangguki oleh ke dua pamannya tersebut.

"Kami baik." Aldrick dan Alga menjawab bersamaan, yang hanya diangguki mengerti oleh Bara.

"Ekhem. Dia siapamu, Bara?" Kini, suara Alga menggema, menanyakan seorang wanita yang tengah terbaring lemah di atas brankarnya. Sedangkan Aldrick hanya terdiam kali ini, merasa sangat penting untuk mengontrol emosinya kalau-kalau saudara kembarnya itu akan marah pada ponakan mereka, Bara. Setidaknya Aldrick akan menjadi penengah bila ada keributan, mengingat watak saudara dan ponakannya itu sama-sama keras kepala.

Mendengar ada suara orang lain selain suara Bara, Andini kembali memutar tubuhnya untuk menatap ke arah asal suara. Di mana saat ini, ada dua pria berumur empat puluh tahunan dengan setelan jas putih, tengah berdiri di samping ranjang sembari menatapnya. Membuat Andini merasa canggung sekaligus tak tahu harus bagaimana, selain berusaha untuk membangunkan setengah tubuh lemahnya.

"Eh ... dia hanya ...." Entah apa yang harus Bara jawab untuk pertanyaan pamannya itu, karena sejauh yang mereka tahu, Bara bukan lah sosok pria yang perhatian ke pada orang lain terlebih dengan wanita. Jadi sangat lah ganjil, bila Bara menjawab sederhana seolah Andini bukan lah orang yang tidak dikenalnya, yang kebetulan Bara tolong saat tengah kecelakaan.

"Maaf, saya hanya Karyawan biasa di perusahaannya Pak Bara dan saya juga bukan siapa-siapanya Pak Bara kok, Dok." Andini menyahut sopan, sedangkan ekspresinya sangat terlihat canggung sekarang.

"Kamu jangan terlalu banyak berbicara apalagi bergerak! Karena kondisimu sangat lemah, setelah kehilangan banyak darah." Alga menyahut tegas, yang hanya mampu diangguki lemah oleh Andini yang kian canggung dengan keadaannya saat ini.

"Iya, Dok."

"Bara," panggil Alga ke arah ponakannya itu dengan nada yang sama, membuat Bara langsung menoleh ke arahnya.

"Iya, Om." Bara menjawab tenang dan sopan.

"Suapi dia makan. Dan setelah itu, kamu harus ke ruangan kami. Kamu tidak lupa kan tempatnya?" Alga kembali berujar, yang kali ini membuat Bara menyerngit bingung dengan sikap paman-pamannya yang terlihat aneh saat ini. Terlebih Aldrick, biasanya pria itu begitu hambel padanya, tapi sekarang Bara justru merasa kehilangan sikap hangatnya.

"Eh ... iya, Om. Bara masih ingat kok. Nanti, Bara pasti ke sana." Bara menjawab ragu, seolah tengah memikirkan tentang apa yang sedang terjadi pada paman-pamannya itu.

"Bagus." Alga menjawab acuh, membuat Bara kian yakin bila paman-pamannya sedang ada masalah dengannya. Sedangkan Aldrick hanya tersenyum tipis, lalu menyodorkan sebuah nampan yang berisikan makanan beserta buah-buahan dan segelas air putih.

My Bastard Boss (21+) (TAMAT)Where stories live. Discover now