sepuluh

294 67 4
                                    

BAU ANTISEPTIK memenuhi ruang kesehatan. Baunya hanya mengingatkan kepada Ibu yang sehari-harinya menghabiskan waktunya berbaring di ranjang dengan infus yang menjalar di sekitar tubuhnya. Antiseptik kenangan buruk.

Ringisan suara Yoongi tidak kunjung berhenti saat Lana mencoba untuk mengobatinya. Beberapa kalimat umpatan ia keluarkan keras-keras tanpa peduli kalau disini juga ada dokter sekolah yang berjaga. Aku rasa dia sudah tahu kelakuan Min Yoongi bagaimana.

"Ah! Sialan! Sakit!"

"Kau yang sialan! Diam-diam!"

Aku menepuk pundak Lana pelan, membuatnya menoleh ke arahku. "Aku saja." Ucapku.

Lana mengeluarkan nafas beratnya dan mengangguk, kemudian dia mundur ke belakang. Aku maju mendekat ke arah Yoongi yang tengah menatapku. Aku mengambil bola kapas yang sudah di celupkan antiseptik dan membersihkan luka yang berada di sisi bibirnya.

Yoongi meringis lagi.

"Sakit?" Tanyaku. Dia hanya mengangguk. "Yoongi, terima kasih. Aku rasa dia cukup pantas menerima satu atau dua pukulan, tapi kau menghabisinya dengan brutal."

"Dia pantas menerima lebih dari duapuluh pukulan—aw!"

"Maaf." Ujarku cepat.

"Apa kau ingin menangis?"

Aku menggeleng. "Kenapa harus menangis?" Tanyaku kembali, tanganku meraih salep yang berada di kotak P3K itu.

"Ciuman pertama-mu?"

"Ciuman pertama bukan sesuatu yang harus di banggakan. Lagipula, itu tidak bermakna," jawabku, mengoleskan salep ke lukanya. "Dia hanya ingin membuatmu kesal. Dia tahu aku adikmu. Itu mudah di tebak."

"Tapi itu pelecehan."

"Aku tidak merasa seperti itu."

"Apa?"

Aku tersenyum. "Kau tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja."

blue sideWhere stories live. Discover now