dua belas

311 67 24
                                    

PAGI HARINYA, aku mengendap-endap untuk turun ke lantai bawah dan mengintip sofa. Aman, Yoongi tidak tidur di sofa tadi malam. Lana masih tertidur di ranjangku. Untungnya, dua sejoli itu memang punya kebiasaan tidur yang parah. Sebenarnya yang kakak-adik itu aku dan Yoongi atau Lana dan Yoongi? Tapi hush, tidak boleh begitu. Mungkin itu kebiasaan orang berjodoh.

Sudah lama rasanya tidak mencium udara pagi. Badanku terasa berat sekali saat aku akhirnya untuk sekian lamanya, tidak pernah mengajak diriku sendiri untuk berolahraga rutin. Sebenarnya bukan kegiatan favoritku. Hanya saja, aku butuh sesuatu yang segar.

Baru dua putaran memutari kompleks, rasanya aku ingin collapse saja. Sumpah. Sepertinya aku harus diet lagi. Badanku sudah tidak karuan beratnya. Ini juga susah payah untuk duduk di kursi taman yang terletak di tengah kompleks ini. Aku mengatur nafas tersenggal-senggalku, aku juga tidak sempat melakukan pendinginan, aku sudah capek.

Lima menit aku mengeluarkan nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya lewat mulut, sebuah tangan ada di depan wajahku. Sebuah tangan yang memegang botol air mineral di genggamannya.

"Jung Hoseok?"

Dia tersenyum kepadaku, meski diikuti dengan ringisan sakit akibat luka yang tepat di ujung bibirnya, dekat lesung pipitnya yang manis. Ah, Yoongi, pekerjaanmu.

"Ambil ini." Ucapnya. Aku ragu-ragu mengambil minumannya, dan membuka segel botol mineral itu sambil melihatnya duduk di sampingku. "Aku jarang melihatmu lari." Ucapnya lagi.

"Karena ini yang pertama kalinya," balasku. "Kau sering lari?"

"Rutinitas," ucapnya seusai menenggak air di botol minum nya. "Tidak diminum?"

Kenapa sih kalau berada di dekatnya aku jadi pelupa?

"Ah, iya, terima kasih minumnya." Ucapku kikuk lalu meminum beberapa tegukan.

"Soal kemarin. . . Aku minta maaf, itu sangat tidak sopan."

Ini tidak terduga. Bukannya aku tidak ingin mendengar permintaan maafnya, tapi aku pikir untuk laki-laki setipenya-laki-laki bermasalah setingkat Yoongi-tidak akan mengeluarkan kata-kata itu. Terlebih lagi, dia melakukannya dengan sengaja; untuk membuat Yoongi kesal.

"Tentu." Jawabku singkat.

"Kalau begitu," dia beranjak dari tempat duduknya. "Aku duluan." Ujarnya.

Jung Hoseok berhenti setelah melangkah beberapa langkah, bukan karena dia ingin, tapi aku yang menghentikannya. Aku, Nara Clark. Baru saja mengeluarkan kalimat berhenti kepadanya.

"Apa kau sering memakan permen?" Tanyaku.

Aku hanya penasaran, dari semalam aku mempertanyakan hal ini terus-terusan di kepalaku dan Lana tidak membantu dengan jawabannya.

"Aku bukan penggemar makanan manis."

"Lalu, kemarin mengapa rasanya manis?"

Jung Hoseok memutar badannya penuh menghadap aku, dahinya berkerut bingung dengan pertanyaanku. "Manis. . . Apanya?"

"Ciuman-mu. Rasanya manis."

Setelah itu aku tidak bisa menebak ekspresi yang ia buat. Sulit untuk di jelaskan, antara dia tersenyum karena tersipu malu, atau menganggap pertanyaanku adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah dia dengar, atau justru sesederhana makna di balik senyuman; dia menyukainya?

blue sideDonde viven las historias. Descúbrelo ahora