Chapter 1

9.7K 626 72
                                    

Di atas pic Valen Trish sob.. ^^

"Sudah kubilang berapa kali, kau harus belajar merangkai bunga. Ingat! Kau ini perempuan. Cobalah untuk bersikap manis."

Aku hanya menggaruk kepala ketika bibi Alya kembali mengoceh untuk kesekian kalinya. Aku menarik napas panjang sambil menatap sekeranjang bunga berwarna-warni yang tampak segar baru dipetik.

"Tanganku sudah terbiasa memegang senjata. Aku tidak tahu cara merangkai bunga dengan bagus, bi. Aku bahkan tidak tahu bunga apa saja yang ada di depanku kecuali—" Aku meraih setangkai bunga merah merekah sempurna. "Mawar."

"Kalau kau seperti itu terus, mana ada pria yang tertarik padamu." Bibi Alya meraih seikat bunga berwarna ungu. "Selain itu, kau jangan terlalu dekat dengan kudamu. Tubuh yang wangi itu adalah aset berharga untuk perempuan. Pria mana yang mau dengan gadis bau kuda."

Aku langsung mengendus aroma tubuhku yang tak terasa bau apapun. "Mana ada seperti itu. Lagi pula bau badanku baik-baik saja."

"Tetap saja, kau itu terlalu sembarangan. Kau harus rajin-rajin menata rambutmu, pakailah korset agar tubuhmu terlihat lebih menarik, kau juga perlu pita di bajumu dan—"

"Aku sudah tidak tertarik," sahutku meraih Apel di piring kemudian menggigitnya. "Lagi pula jika aku berdandan, ayah pasti akan menghukum ku."

"Ah, ayahmu itu sudah tidak waras." Bibi Alya melepas ikatan bunga berikutnya dengan sedikit kasar. "Meskipun ia ingin memiliki anak laki-laki tapi setidaknya jangan perlakukan anak perempuan seperti anak laki-laki."

Aku hanya mengendikan bahu mendengar gerutunya. Tidak ada yang bisa menentang keinginan ayah jika sudah berkehendak. Jujur, aku sendiripun tak jarang dihukum jika sesekali aku menyentuh sesuatu yang berbau feminim seperti memetik bunga, memasak dan sebagainya.

Ya, itu juga yang membuat ayah bersikap acuh tak acuh padaku. Sejak kecil aku sudah diminta untuk latihan bermain pedang, memanjat pohon, melompati pagar, berkuda dengan kecepatan tinggi atau—yang lebih ekstrimnya, aku pernah di suruh untuk melompati sungai deras selebar lima meter dan aku hampir mati karena tenggelam dan terseret arus. Semua kulakukan agar ayah tidak membenciku hanya karena aku terlahir sebagai perempuan.

Tapi sikap ayah padaku mulai menuai banyak keributan, tak jarang aku melihat ayah dan ibu berdebat hanya karena aku dididik layaknya anak laki-laki. Selain itu, penduduk sekitar juga menganggap ku gadis aneh pasalnya, wanita dan anak gadis di distrik tempatku tinggal adalah wanita tulen yang anggun dan sangat memperhatikan penampilan terutama gaya rambut dan pita-pita mereka.

Ketika aku kecil, aku pernah menginginkan gaun dan ibu membelikannya lalu dia bilang—aku cantik. Namun ayah menjadi dingin setelah melihatku dan seketika, ayah memintaku untuk bermain pedang melawannya dengan gaun yang ku kenakan. Aku pun sadar bahwa bertarung menggunakan gaun sangatlah sulit karena tubuhku tidak bisa bergerak bebas.

Semakin lama, aku mulai tidak perduli dengan semua itu. Aku hanya menyimpan pakaian feminim ku di lemari tanpa pernah kusentuh lagi. Hingga saat ini, aku lebih nyaman dengan setelan celana jins atau kasual dan kaos ataupun rompi pria yang berlengan pendek dan tentunya—menyesuaikan tubuhku .

Tak ada hari tanpa pedang dalam hidupku, latihan demi latihan kujalani setiap hari dibawah pengawasan ayah dan aku mulai akrab dengan pedangku. Aku sudah menganggapnya sebagai teman yang tangguh dan aku menyayanginya. Sejak saat itu pula, aku mulai merangkai sebuah mimpi. Melindungi orang-orang yang lemah dengan pedangku. Menjadi Ksatria adalah impian terbesarku.

Tubuhku langsung menegang ketika mendengar suara dari ruang utama. Suara derap kaki disusul dengan jeritan ibu. Aku langsung melompat meraih pedangku sebelum kearah pintu sementara bibi sudah mengekoriku dari belakang.

AssassinWhere stories live. Discover now