Chapter Bonus

3.6K 370 270
                                    

Di lorong gelap nan lembab seorang wanita dengan jubah kebesaran seorang ratu melangkah dengan langkah penuh dendam. Seutas cambuk berduri tergenggam erat di tangannya. Masa lalu yang merenggut cintanya takan dilupakan begitu saja hanya dengan sebutir kata maaf dan ampun. Sakit hati yang dirasakannya begitu kuat hingga membuat emosinya tak terkendali.

Di penjara bawah tanah, seorang wanita sudah berlumuran darah kering dengan pakaian koyak dan wajah yang dipenuhi jelaga. Tangannya diikat keatas hingga membuatnya menggantung dalam posisi berdiri. Dia adalah wanita pembawa kekacauan tersebut dengan seringai jahatnya yang seolah-olah menuntut balas atas nasib yang dialaminya, meskipun sebenarnya ia tak memiliki harapan apapun.

"Lavina," gumamnya. "Kenapa kau tidak cepat-cepat membunuhku? Apa kau takut jika arwahku menghantuimu?" lanjutnya menyeringai.

Satu cambukan mendarat ditubuh wanita itu disertai tatapan tajam sang ratu bijak yang kini menjelma menjadi dewi kematian.

"Kematian hanya mempercepat berakhirnya penderitaanmu Sarah. Jangan harap kau bisa mati dengan mudah sebelum kau merasakan sakit yang tak ada habisnya. Itu balasan untuk kematian Aleea dan penderitaan Valen selama hidupnya," balasnya dingin.

Sarah hanya tertawa hampa dengan putus asa. "Aku tahu, siksaan tidak akan membuatmu puas Lavina. Apapun yang kau lakukan padaku, kau tidak bisa mengembalikan keadaan. Aleea tetap mati, Valen dan Velian juga tidak akan bisa bersatu. Bahkan kau pun terpaksa menikah dengan Zealda yang sama sekali tidak mencintaimu. Sebenarnya aku lebih kasihan padamu."

Lavina tersenyum miring dalam cahaya temaram. "Sarah yang malang. Selama ini kau benar-benar tidak tahu apapun. Sebenarnya, ada dua jiwa dalam tubuh ini yaitu aku, dan satunya lagi adalah Liz. Yang menikah dengan Zealda bukanlah aku, tapi Liz dan mereka saling mencintai. Dan...apa kau belum dengar kabar bahwa Valen sebentar lagi akan menikah dengan Velian?"

Tawa Sarah membahana mendengar pernyataan yang menurutnya sangat konyol. "Kasihan sekali mereka, setelah sekian lama, mereka baru menikah? Tiga puluh tahun sudah berlalu, mereka terlalu tua untuk menikah." Sarah tertawa lagi. "Dan...kau bilang ada jiwa lain didalam tubuhmu? Kau pikir aku akan percaya kata-katamu? Bagaimanapun juga, kau tetaplah wanita iblis yang suka berbuat seenaknya dengan sihirmu Lavina."

Lavina hanya mengangkat bahu sambil memiringkan kepala, pertanda ia tak peduli dengan bantahan di hadapannya. "Terserah jika kau tidak percaya. Tapi kau harus tahu bahwa Valen dan Velian yang dulu telah mati dan mereka kubuat terlahir kembali agar mereka bisa bersama dengan tenang. Dan...pastinya dengan sihirku. Ajaib bukan? Seperti katamu, aku bisa berbuat sesuatu sesukaku dengan sihirku." Lavina menggerakan tangannya dan cahaya kehijauan berpendar diujung kukunya.

Sarah hanya bungkam mendengar kalimat itu dan hatinya semakin terluka mendengar berita tersebut. "Aku bersumpah, kau akan lenyap dari muka bumi ini Lavina. Sihirmu telah melanggar aturan takdir, karena seharusnya Velian adalah milikku. Meskipun sihirmu telah mengubah jalan mereka agar bisa bersama, aku bersumpah mereka tidak akan bahagia."

Satu cambukan kembali mendarat di tubuh sarah, luka baru mengalirkan darah baru yang terasa pedih. Namun batinnya sudah mati rasa meskipun sakit mendera di tubuhnya.

"Jika mereka tidak bahagia, jangan harap kau bisa mendapat kebahagiaanmu. Kau akan kubuat lebih menderita dari mereka."

Sarah tertawa lemah. "Silahkan saja. Lagi pula, aku sudah tidak mengenal lagi apa itu kebahagiaan."

Lavina tersenyum miring dengan sorot mata yang kejam. "Kalau begitu, jangan mengeluh dengan rasa sakitmu."

Suara cambukan dan erangan kembali menggema di ruangan lembab nan anyir di bawah tanah. Lavina terus meluapkan amarahnya pada tali cambuknya. Bayangan Aleea terbesit dalam benaknya hingga mendorong semangatnya untuk membuat wanita di hadapannya semakin menderita.

AssassinWhere stories live. Discover now