Chapter 3

3.8K 448 69
                                    

Diatas pic. Aleea kawan.. ^^

Velian menyerahkan pakaiannya padaku, meskipun basah, setidaknya aku memiliki sesuatu untuk menutupi tubuhku. Kini ia hanya memakai celana pendek dengan bertelanjang dada. Rambut panjangnya juga turut basah dan berantakan. Sepanjang perjalanan menuju goa, aku memalingkan wajahku sambil menahan tawa. Aku hanya bisa terbahak-bahak dalam hati atas keberhasilanku memberi pelajaran pada dua iblis ini. Pertama, aku berhasil melukai Zealda dan sekarang aku berhasil membuat Velian melucuti pakaiannya.

"Hahaha rasakan!" sorak ku dalam hati.

Tak butuh waktu lama kami sampai di depan goa dan disana sudah ada Aleea dan Zealda. Sesuai dugaan ku, mereka berdua tertawa terbahak-bahak begitu melihat Velian. Aku membekap mulutku agar tidak ikut terbahak-bahak meskipun bahuku sedikit terguncang karena tawa. Aku benar-benar puas mendengar tawa mereka yang terkesan mempermalukan Velian.

"Velian, kau benar-benar tidak tahu malu," ujar Zealda dan kembali tertawa.

"Kalian pikir ini lucu?!" teriaknya menggelegar.

Kami bertiga terkaput bisu seketika dari tawa. Ternyata Velian dalam keadaan marah lebih mengerikan dari yang kubayangkan. Aku menatapnya tegang ketika ia menatapku.

"Ini semua karena mu, jadi kau tidak berhak tertawa," ujarnya tajam.

"Kau sendiri yang membuang pakaianku, jadi kau tidak berhak menyalahkan ku," balasku.

"Kau bahkan berani membalikkan ucapan ku."

"Kau pikir hanya kau saja yang bisa berbicara seperti itu?" sahutku dingin.

Velian menatapku tajam namun sedetik kemudian ia tersenyum miring dan aku mendapat firasat buruk seketika.

"Kau boleh memakai pakaianku itu kalau kau mau," ujarnya kemudian melengos pergi.

Keningku berkerut heran namun aku tahu ada sesuatu yang tersembunyi di balik seringainya. Dan benar saja ia keluar goa sudah bergantian pakaian sementara aku masih menggunakan pakaiannya yang basah. Sial!

Semakin lama aku mulai menggigil dan aku terpaksa duduk d iperapian sekaligus mengeringkan pakaian yang kukenakan. Aku sengaja menghindar dari mereka untuk menenangkan diri. Lukaku kembali terasa nyeri karena lembab oleh kain basah. Aku meraih obat herbal di dekatku dan mengoleskannya. Aku mengernyit kesakitan karena pedih dan membiarkan lukaku terbuka.

"Valen."

Aku menoleh dan kulihat Aleea sudah berdiri di pintu goa. Ia mendekatiku dan langsung mengecek lukaku. Ia kembali berdiri dan membuka sebuah buntalan kain besar dan mengambil beberapa kain dan memilahnya.

"Kau bisa memakai pakaianku." Aleea menyodorkan sepasang pakaiannya. "Diantara kami tubuhku yang paling kecil karena aku yang paling muda. Setidaknya ukuran pakaianku lebih baik di tubuhmu, meskipun sedikit besar tapi tidak terlalu longgar untuk kau pakai."

Aku menerima pakaian itu dengan senang hati. "Aku tidak mengerti kenapa orang baik sepertimu bisa bergabung dengan mereka?"

"Karena mereka juga orang baik, tapi mereka tidak pandai mengekspresikannya."

Aku mengerutkan kening sejenak sambil berpikir. "Mereka memang baik tapi—sikap menyebalkan mereka membuat kebaikannya tidak terlihat. Ditambah mereka suka main tangan seenaknya," gumam ku membatin.

"Aku cukup mengerti dengan keadaanmu," ujarnya lagi membuyarkan lamunanku. "Sebenarnya mereka sendiri melakukan itu juga karena heran padamu. Terutama Velian, ia tidak menyangka kalau gadis yang ditolongnya bukan gadis feminim."

"Kalau aku bukan gadis feminim lalu kenapa tidak membiarkanku pergi saja?" gerutu ku.

Aleea mendengus tertawa. "Tentu saja kami tidak akan melepaskan mu."

AssassinWhere stories live. Discover now