Chapter 20

2.7K 403 131
                                    

"Valen?"

"Velian?" gumamku ternganga.

Tanganku ditarik dengan cepat dan dalam sekejap tubuhku sudah berada dalam rengkuhannya. Aku bisa merasakan nafasnya tak beraturan akibat cemas yang bercampur lega. Aku melingkarkan tangan untuk menerima tubuhnya.

"Aku—merasakan sakit waktu kau terluka," ujarnya. "Kupikir kau—."

"Aku baik-baik saja. Jika aku mati, mungkin kau tak akan membuka mata lagi."

"Aku—nyawaku—benar-benar bergantung padamu."

"Aku sudah berjanji padamu untuk melindungimu bukan? Saat aku mengetahui bahwa kau adalah pangeran ke empat, aku sudah mengabdikan diriku padamu."

Velian melepas pelukannya dan menatapku terutama—pakaianku. "Penampilanmu yang selalu ala kadarnya dan bahkan memakai pakaian pria terkadang membuatku lupa bahwa kau adalah wanita." Dia terlihat gugup dengan menelan ludah. "Kau—benar-benar seperti wanita sungguhan."

Aku tersenyum kaku mendengar penuturannya. "Hey, aku memang wanita sungguhan."

Ia sama tersenyum kaku, namun tak lama senyumnya memudar ketika tatapannya berhenti di satu titik. Aku mengikuti arah tatapannya, yaitu sebuah lencana Putri Mahkota yang terpasang di jubahku.

"Kau berusaha melindungiku dengan segala cara, tapi kau justru malah terjebak dalam posisi bahaya karenaku. Aku—tidak bisa melindungimu." Ia tersenyum masam.

"Semua ini karena kecerobohanku," sahutku. "Aku yang tidak bisa menjaga diri."

"Tidak, semua salahku!" balasnya. "Aku tidak membuat persiapan dengan matang dan membuatmu tertangkap."

Aku menarik nafas panjang. "Baiklah, anggap saja kita berdua salah, dan sekarang aku hanya memiliki waktu tiga hari. Aku—ingin berkumpul lagi dengan yang lainnya sebelum aku benar-benar terpenjara."

"Kami akan menyambutmu dengan senang hati yang mulia."

Keningku berkerut karena perasaan tidak nyaman. "Velian?"

Ia tertawa ringan. "Itulah statusmu saat ini."

"Tolong jangan panggil aku seperti itu," gerutuku.

Aku berkuda bersama Velian menuju tempat tinggal kami yang liar namun nyaman dan hangat. Sepertinya—ini akan menjadi musim salju yang panjang, dan hamparan putih nan suci sudah menjadi hamparan yang luas seolah tak terbatas.

Tak lama, akhirnya kami sampai di mulut goa yang sederhana. Bayangan perapian terlihat dari sulur-sulur tanaman yang menutupi pintu goa. Aku segera mengikat kudaku ke tempat yang aman begitupun dengan Velian.

Aku masuk ke dalam goa dengan antusias sambil berharap sambutan yang hangat. Kedatanganku sontak membuat mereka terkesima namun pada akhirnya mereka menyambutku sesuai bayanganku. Kami—sudah seperti keluarga, apa lagi setelah Liz dan Lavina masuk dalam kelompok kecil ini meskipun dalam satu tubuh.

Senyumku memudar ketika aku mendapati sosok yang sudah berdiri tak jauh dariku dan menatapku tajam, setajam tatapanku padanya.

"Sarah?"

"Valen?" sahutnya sambil menyusuri penampilanku dengan matanya namun tak lama tatapannya terhenti pada lencana yang melekat pada jubahku.

Aku melihat pergerakan tangannya yang sudah menggenggam sebilah pedang miliknya dan bersiap menyerangku, namun tak ada yang menyadarinya. Akupun turut menggenggam pedangku yang sudah tersembunyi di balik jubahku.

Mereka berempat kaget melihat reaksiku dan Sarah yang tiba-tiba adu pedang diluar dugaan.

"Bagaimana kau bisa mendapat kedudukan itu?" Sarah menyeringai sambil bergerak memutar untuk mencari celahku. "Apa karena kau gagal menggoda tiga pemuda yang ada di sini lalu menjual dirimu untuk mendapat kedudukan di istana?"

AssassinWhere stories live. Discover now