Chapter 26

2.6K 383 241
                                    

Pikiranku melayang ke awan-awan, menyibakan kalimat demi kalimat Erick dalam kepalaku. Dia masih berbicara seakan-akan belum mengetahui apapun tentangku, tapi kenapa aku merasa bahwa seharusnya dia sudah tahu berkat insting kejamnya.

Aku menatap makanan di hadapanku tanpa nafsu, ia terasa hambar seolah-olah lidahku juga turut berpikir hingga makanan apapun yang masuk tak terasa enak sama sekali. Terlalu banyak yang kupikirkan dan juga ketakutan yang menyelimutiku. Meskipun begitu, aku tetap mengunyahnya tanpa sadar untuk mengobati perutku yang meraung.

"Valen."

Aku menoleh kearah sumber suara milik Zealda. Ia mengunyah makanannya lalu menelannya sebelum melanjutkan, "Ada apa? Kau terlihat tak nafsu makan. Sedang memikirkan sesuatu?"

Aku terdiam sejenak. "Tidak apa-apa."

"Kami tahu, kau sedang memikirkan sesuatu Valen. Semenjak putra mahkota datang semalam, dari tadi kau tidak banyak bicara." Aleea menyuapkan sepotong rotinya ke dalam mulut.

"Ah aku tahu." Lavina menyeruput minumannya. "Kau pasti—sedang memikirkan ciumannya yang semalam."

Keningku berkerut seketika. "Bukan seperti itu," sergahku.

"Lavina, seriuslah sedikit." Zealda berdecak sebal.

"Haihh kau tak mengerti betapa panasnya ciuman semalam karena kau tak bisa melihatnya Zealda." Lavina mengibaskan tangannya lalu duduk bersandar sambil meneguk minumannya.

"Kau mengawasiku mengenai hal itu?" Aku menatapnya sinis karena malu.

"Yah, dia memaksamu untuk menikmatinya dan menjeratmu agar tak terlepas dari pelukannya," jawabnya gamblang. "Kau seperti kupu-kupu yang tersangkut di jaring laba-laba dan kau tak bisa melepaskan diri. Kau tahu? Itu manis sekali."

Tentu saja ucapan Lavina barusan membuat Velian bungkam tak suka. Aku memberanikan untuk meliriknya dan benar saja, ia mengunyah dengan wajah dingin dan memegang pisau dengan lebih erat ketika memotong daging di hadapannya namun untung saja tidak ada yang menyadarinya kecuali aku.

"Dasar bodoh, kenapa kau malah membahas hal itu!" gerutuku dalam hati pada Lavina.

"Aku sama sekali tidak sedang memikirkan hal itu!" tegasku dengan nada meningkat satu oktaf, namun Lavina malah tertawa.

"Lalu apa?" tanya Velian dengan nada dingin, seolah-olah ingin mengorek isi kepalaku dengan suara yang terdengar penuh kecemburuan.

"Aku—" Aku terdiam sejenak untuk kembali pada masalahku. "Aku hanya berpikir kalau aku—tidak boleh terlalu lama berdiam diri, itu saja." Aku menghela resah. "Cepat atau lambat putra mahkota akan tahu siapa aku sebenarnya."

"Yah, aku selalu mewaspadai hal itu." Kini Aleea yang bersuara. "Tapi—Valen yang kukenal tidak akan segelisah ini. Aku yakin ada sesuatu lebih dari itu."

Aku menarik napas panjang sebelum menjawab, "Putra mahkota sudah mengetahui semuanya. Informasi yang Velain dapatkan dari nyonya Jevera, dia sudah mengetahuinya dan sekarang semua sedang mencari Shirea dari anak ke empat raja Victor. Berarti secara tidak langsung, dia sedang memburuku hanya saja dia tidak sadar bahwa orang yang dicarinya ada di sini."

Semua terdiam mendengar penjelasanku.

"Bukan hanya itu, dia juga menyita lencanaku karena dia tahu aku mengirim Velian ke kediaman nyonya Jevera."

"Sial!" umpat Zealda. "Kalau begitu, kita harus bergerak secepatnya."

"Babagimana caranya? Valen masih dalam masa hukuman selama tiga bulan. Kita tidak mungkin meninggalkannya begitu saja karena pekerjaan ini." Aleea mulai berargumen.

AssassinWhere stories live. Discover now