Rumit

9K 1.6K 102
                                    

Setiap empat puluh detik, ada satu orang di dunia tewas akibat bunuh diri

– Catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO)

_________

Makan malam keluarga Lee kali ini tampak berlangsung dengan tenang. Mark akhirnya dapat berkumpul lagi dengan ibu dan ayahnya setelah kedua orang tuanya itu tampak sibuk dengan kerjaannya selama seminggu ini.

Setelah kepindahan mereka dari Kanada, kedua orang tua itu langsung sibuk mengurus pekerjaan mereka. Ayah diterima langsung menjadi seorang psikiater di salah satu rumah sakit di Seoul dan karena itu juga ibu langsung membantu keluarga dengan membuka sebuah bisnis kuliner di kota ini.

Semuanya bergerak dalam tempo yang terburu-buru. Hari ketiga Mark di Korea, ia langsung dimasukkan ke salah satu sekolah swasta di Seoul. Ia bisa saja mengikuti kakak laki-laki yang tengah berkuliah di New York, tapi ibunya terlalu takut membiarkannya hidup berdua saja dengan kakaknya. Ya, tahu sendiri bagaimana anak laki-laki jika berjauhan dari orang tuanya. Mereka akan meliar mungkin di sana.

"Jadi bagaimana sekolahmu?"

Ibu datang membawa sup telur ke arah meja makan. Hanya mereka bertiga dan kermaian lainnya disusul dengan ibu yang tengah menggoreng sesuatu, karena percikan minyaknya benar-bena ribut.

"Hmm.. Baik," balas Mark.

"Hanya baik? Apa tidak ada sesuatu yang istimewa, seperti 'wah anak baru dari Kanada!'?" Ibu menjadi heboh dengan pertanyaan seputar sekolahnya yang tidak-tidak.

Mark mendengus, "semuanya biasa saja, Bu. Tidak ada yang heboh seperti yang ibu katakan itu. Lagian wajahku masih mirip dengan orang Korea, tidak terlalu asing di mata mereka."

"Padahal ibu mengharapkan lebih di hari pertamamu bersekolah di sini."

Ibu salah, harusnya jangan terlalu banyak berharap.

"Ehm.. Aku baru saja bergabung di grup band sekolahku."

"Sounds good! Persis dengan bakatmu, bermain gitar sepanjang hari sepanjang malam," kekeh ibu dan beliau cukup senang dengan kabar baru itu pada Mark.

Mark tersenyum tipis dan kembali melanjutkan makan malamnya.

"Bagaimana dengan teman-temanmu?" Ayah tiba-tiba melemparkan kepadanya satu pertanyaan baru.

"Aku belum kenal banyak dengan mereka, aku baru kenal beberapa anak kelas dan teman-teman bandku."

"Kau tidak dibully teman-temanmu, kan?"

Mark menggeleng dengan cepat. Tentu saja tidak. Dia baik-baik saja sampai sekarang.

"Aku baik-baik saja. Tidak ada yang membullyku, ayah. Aku hanya yaa.. lelah karena ada banyak tugas yang harus kukejar di sekolahku."

Ayah mengangguk.

"Oh, ada satu.."

Kini giliran ibu ikut penasaran dan bergabung dengannya setelah mematikan kompor tadi.

"Aku bertemu teman kelasku, anak perempuan aneh yang sering menyeberang tanpa melihat lampu jalanan terlebih dahulu... apakah ayah memikirkan sesuatu?" tanya Mark.

"Menyeberang tanpa melihat lampu jalanan... hmm.. apakah ia mendadak berhenti di tengah jalan dan melakukan sesuatu yang nekat?" tanya ayah.

"Tidak. Dia hanya terus berlari saja, sebenarnya ada bus yang dia kejar."

"Mungkin dia hendak mengejar bus itu," potong ibu.

"Bisa jadi," ucap Mark.

"Mungkin kau berpikir jika dia nekat untuk bunuh diri, kan?" tambah ayah.

monochrome [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang