Hujan

7.4K 1.2K 42
                                    

Kita memang tidak abadi, tapi kita pernah ada menjadi salah satu penyusun terpenting untuk alam semesta ini.

________

"Bisa kau berhenti bermain piano?"

Jari-jemarinya segera berhenti setelah mendengar peringatan ibu yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kamar Mark. Ia lantas menoleh ketika ibunya semakin masuk ke dalam kamarnya.

"Aku hanya bermain dan tidak mengganggu ibu sama sekali," balas Mark.

"Iya, kau benar. Daripada kau membuang waktu seperti itu, lebih baik kau ikut ibu ke rumah nenekmu," ajak ibu.

Mark menggeleng dengan cepat, "aku malas, Bu. Nanti sa—"

"Tidak ada nanti-nanti! Kita belum sama sekali berkunjung ke rumah nenekmu setelah kepulangan di Korea. Nenek akan mengomel jika kita tak segera ke sana," perintah ibu semakin tegas.

Mark berdecak, ia benar-benar malas untuk bergerak dalam satu hari ini. Maunya dia hanya di rumah saja sambil melakukan kegiatan acak asal tidak mengeluarkan banyak tenaga. Mau tak mau, dia harus mengikuti ibunya.

Ibu benar, nenek akan mengomel jika mereka segera mengunjunginya.

"Oh ya, kali ini kau kuizinkan membawa mobil." Lantas ibu muncul lagi dari balik pintu kamarnya.

"Aku belum punya SIM, Bu!"

"Jika tak mau ya tidak papa."

"Ck!"

°°°°°

Biasanya di dalam lemari dapur, aku sering melihat beberapa kantong mi instan besar bersembunyi di dalam sana. Ibu kerap mengestoknya selama akhir bulan dan sekarang aku sudah tak menemukan satupun wujudnya di dalam sini. Aku terus mencari lebih jauh bahan makanan apa saja yang tersimpan di dalam rumah ini. Sejak pagi tadi aku belum makan dan siang ini aku kelaparan dan membutuhkan sesuatu untuk mengisi energiku sebelum bekerja nanti.

Aku tak akan melakukan rencana mogok makan hari ini karena lusa nanti aku akan gajian dan aku perlu mengambil uang tersebut sebelum aku nekat mati nanti. Kalau sudah seperti ini, aku harus mencari makanan di luar atau lebih baik aku membeli mi instan lagi saja.

Lantas aku segera bergegas mengambil beberapa lembar uang dan jaketku. Kudengar suara keramaian di suara sana menandakan siang ini tengah hujan, jangan lupa juga untuk membawa payung. Setelah keluar dari dalam rumah, aku mengintip sedikit ke arah ruang keramik, tak ada satupun orang di dalam sana dan rumah sepupuku juga tampak sepi dari depan sini. Aku bisa pergi degan tenang.

Kueratkan jaketku dan kubuka payungku segera, baru saja aku berjalan beberapa langkah menembus hujan deras, sesuatu mengejutkanku secara tak terduga.

BYUUR!!

Mataku terpejam merasakan air dingin yang membasahi tubuhku dengan cepat. Aku sial lagi, payung yang kuukenakan itu sudah rusak. Kainnya robek dan aku tak dapat mengantisipasi datangnya hujan deras untuk membasahi tubuhku langsung.

"Ya! Sial kau!"

Aku memekik kesal melihat payung itu. Lalu kubuang segera benda itu ke kotak sampah dekat pagar rumah.

Sudah lapar ketimpa sial lagi. Aku tak memilih berteduh dan dengan perasaan kesal aku berlari menerobos hujan untuk segera menuju minimarket yang tak jauh dari rumah.

°°°°°

Dulu waktu di Kanada, ibu kerap meminjamkan Mark dengan mobil miliknya. Anak laki-lakinya yang satu ini kerap memintanya untuk belajar mengemudi mobil setelah melihat kakaknya memamerkan SIM baru. Mark iri dan ia terus mengadu pada ibu jika dia ingin segera di umur legal untuk mengemudi mobil. Bukankah mengemudi mobil itu terlihat keren?

monochrome [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang