Aneh

7.6K 1.3K 188
                                    

Sampai hari ini kami masih berjuang

Kami berjuang untuk tetap berdiri

Dari banyaknya cara untuk terjatuh dengan mudah

________

Hanya 0,00003% orang di dunia yang mengalami buta warna total.

Bukankah aku ini langka?

Tak ada yang tahu dengan penyakit ini atau mungkin tak ada yang peduli juga. Sebagian orang lebih banyak mengetahui yang parsial* dibandingkan yang seperti kualami ini. Aku teringat saat umurku sepuluh tahun dan aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu aku bersama teman sekelasku mendapatkan tugas mewarnai dari wali kelas kami. Orang-orang berpikir jika hal tersebut cukuplah mudah, mereka hanya perlu menggoreskan krayonnya saja ke atas kertas kosong ataupun sesekali meributkan beberapa krayon yang dicuri oleh teman lain.

*Parsial adalah buta warna sebagian

Kami mendapatkan tugas menggambar pemandangan langit pelangi sebagai objek pertama. Semua temanku bergerak cepat mengambil krayon milik mereka, kecuali aku, yang terlalu sibuk mengusap mataku dan merasa ada sesuatu yang aneh sedang terjadi padaku.

"Hyesang, kenapa pelangimu aneh?"

"Bukankah warnanya harus merah terlebih dulu?"

"Kenapa kau meletakkan warna hitam di warna merah pelangi?"

"Hyesang, kau tak bisa melihat warnanya dengan jelas? Bukankah itu hal yang paling mudah?"

Tidak..

Aku benar-benar tidak bisa melihat semua warna itu... 

Sudah buta warna, anak perempuan lagi, aku manusia paling aneh dan langka. Terima kasih untuk ayah dan ibu karena telah melahirkan produk cacat seperti aku di dunia ini.

Aku pulang seperti jam biasanya dari tempat kerjaku di toko roti, sebenarnya aku tak sering bekerja selain hari Senin, Selasa dan Rabu karena tiga hari itu aku sangat sibuk di sekolah. Dari luar rumah aku dapat melihat cahaya terang dari ruang keramik. Ada kak Doyoung di sana.

Oh sial, aku jadi teringat dengan pembicaraanku dengannya waktu itu, di mana aku tak boleh pulang malam lagi. Aku memang jarang melihatnya akhir-akhir ini karena dia sibuk kuliah sampai dia jarang pulang ke rumah. Tapi, aku tidak tahu kalau dia akan pulang hari ini dan dia membawa temannya juga.

Lalu kubuka dengan pelan pagar rumah dan tentunya tidak mengeluarkan suara heboh, segera saja aku berjalan cepat memasuki pintu rumahku. Semoga dia tak melihatku dari arah sini, tapi mustahil juga sih. Karena memang pagar rumah langsung berhadapan dengan ruang keramik itu, kemungkinan besar ya...dia akan melihatku secara langsung.

"Pulang malam lagi?"

Terlambat. Aku tak boleh panik.

"Kenapa harus pulang malam? Aku sudah mengingatkanmu untuk—"

"Kak, aku lelah." Aku memotongnya duluan.

"Jika kau lelah, ya, usahakan untuk tidak pulang malam. Kenapa tugas kalian lama sekali sih??" Kak Doyoung bahkan sudah frustasi duluan.

"Anak tahun terakhir. Aku harus mengerjakan banyak tugas." Semoga hidungku tak panjang seperti Pinocchio dengan menjawabnya seperti ini

Kak Doyoung masih mengamatiku dengan seksama, dia menginterogasiku habis-habisan dengan tatapannya yang tajam itu. Mana mungkin aku sebodoh itu akan menjawab jika aku habis pulang kerja barusan tadi. Tidak.

"Kenapa tanganmu?"

Aku menoleh ke arah tanganku, "hanya luka saat memotong kardus di sekolah tadi," bohongku.

monochrome [TERBIT]Where stories live. Discover now